Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Depok (belum) Berantas Korupsi

14 Desember 2010   12:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:44 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seremonial penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi, terus menerus dicecoki oleh pemimpin negara yang masih mengedepankan serangkaian pencitraannya saja. Pengangkatan Kapolri, KPK, yang disusul Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, tak begitu banyak memberikan harapan terhadap tegaknya hukum sebagai panglima di era ‘Demokrasi Lipstik’ yang hanya diiringi retoris semangat Reformasi diatas kertas.

Ketiga institusi pemberantasan korupsi diatas, kredibilitasnya sudah diujung tanduk, yang dibuat seperti puzzle yang kapan saja bisa dilakukan bongkar pasang tanpa ada keinginan yang baik dari pemangku kuasa untuk menyelesaikannya dalam satu tatanan susunan yang utuh. Hal ini dapat terlihat oleh masyarakat pada kinerja awal ketiga institusi tersebut, yang tak bisa berbuat banyak untuk mengembalikan kekuatan netralitasnya. Masalah-masalah besar, seperti kasus Century Gate, Mafia Pajak, Jaksa Cirus masih terintervensi oleh tangan-tangan yang mempunyai pengaruh besar dalam mempolitisasi hukum.

Korupsi yang bukan merupakan barang baru, terlahir dari orientasi budaya vertikal beberapa abad lalu sebelum Indonesia merdeka,yang kini diwarisi oleh subyek-subyek dalam sistem pemerintahan yang ada. Banyak pelaku dan korban dalam jumlah besar yang dihasilkan bahaya laten ini. Sehingga diperlukannya“depresi budaya terhadap korupsi, dengan menegakkan hukum sebagai panglima secara proaktif oleh seluruh lapisan masyarakatnya. Namun lagi-lagi ini hanya menjadi sekedar harapan, ketika penguasa lebih mengutamakan kepentingannya yang “transaksional”.

Temuan PPATK telah membuka satu paradigma lebih jauh tentang perjalanan penyakit korupsi sampai dengan tingakatan daerah, yang tak jarang menabrak kearifan budaya lokal masyarakatnya. Temuan 1500 rekening liar mencurigakan di tingkat pemerintahan daerah oleh PPATK, dalam prosedurtransfer dana anggaran belanja dari pusat kepada daerah,dengan bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), diduga telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Sistem yang dinilai janggal pada era otonomi daerah ini, banyak melahirkan bibit-bibit pimpinan korup yang membentuk hegemoni oligarki kekuasaan dengan garis emosional dari raja kecilnya. Hal ini merupakan salah satu faktor besar yang menghambat pembangunan daerah untuk berkembang secara pesat.

Selain dengan regulasinya UU No. 30 tahun 2002, KPK pun melakukan pendekatan sosial dan depresi budaya untuk memberanstas korupsi sampai ke akar-akarnya. Program Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) dan Whistle Blawer merupakan rencana yang signifikan untuk mewujudkan niat baik itu.Ironisnya, politik will dan aware pimpinan instansi pemerintah di daerah dan pusatmasih sangat minim terhadap program tersebut, belum lagi ditambah keterbatasan masyarakat yang masih parokial di banyak daerah.

Di media cetak harian nasional beberapa waktu lalu, dituliskan ada beberapa provinsi yang sangat minim terhadap apresiasi program PIAK KPK, padahal notabenenya provinsi tersebut didugaberada pada tingkatan teringgi praktek korupsinya. Sebagai contoh Jawa Barat, indikator dapat kita lihat dari banyaknya pejabat penegak hukum dan aparat pemerintahan yang terlibat korupsi mulai dari tingkat provinsi bahkan sampai dengan tingkatan kab/kota. Issue dugaan korupsipunsempat menghampiri Gurbernur Jawa Baratperihal dengan penggunaan dana APBD untuk kartu ucapanlebaran, bersama perangko bergambar dirinyaseorang yangdibagikan pada seluruh aparatur sampai tingkat kecamatan di Jawa Barat, proyek ini mengeluarkan biaya yang sangat besar. Hal ini menarik perhatian penulis terhadap kota Depok, yang beberapa waktu lalu telah memilih walikotanya melalui fenomena pemilukada dengan pertisipasi warga yang rendah.

Beberapa kali issue korupsi pun banyak menghampiri kota Depok yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,issue tersebut tertuju secara personal maupun institusional kepada penyelenggara pemerintahan. Kondisi ini jika dibiarkan akan menggerus kepercayaan masyarakat Depok terhadap kelanjutan pemerintahan sekarang, terutama pada inisiatif komitmenpemberantasan KKN.Realisasi komitmen harus ditunjukan secara inisiatif dan proaktif oleh pemimpin terpilih bersama seluruh jajarannya, program PIAK KPK merupakan momentum yang seharusnya dapat dijadikan ajang pembuktian dan pemberian dukungan terhadap kegiatan anti korupsi kepada seluruh elemen masyarakat, terutama warga depok.

Namun kesempatan mulia untuk membuktikan Depok sebagai kota yang bersih dan mendukung anti korupsi lewat sudah.Kini ditengah masifnya beberapa kasus korupsi, seperti Bansos, UPS, RSBI&SBI, CPNS, memaksa masyarakat depok dengan keterbatasannya ikut mengawasi dan menekan penyebaran praktik korupsi dalam pembangunan kota depok. Hal ini punselayaknya didukung pemerintah Depok dengan melakukan tiga hal, yang pertama transparansi anggaran dari seluruh jajarn pemerintahan yang disosialisasikan secara berkala kepada warga melalui berbagai media, kedua, melakukanreformasi birokrasi terhadap kinerja seluruh jajaran dengan membangun teknis dan non teknis prosedur kerja yang efektif dan effisien, ketiga,menegakan hukum tanpa pandang bulu secara tegas kepada siapapun yang terlibat atau terindikasi melakukan praktik KKN. Jikalau ketiga hal tersebut dilakukan pemerintah depok, niscaya dukungan kedepan akan terlihat dengan tingkat persentasi partisipasi warga depok yang tinggi dalam segala bentuk pembangunan. Mari bangun kota Depok sebagai kota pendidikan dengan masyarakat yang religius.


Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun