Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026 usai kalah 0-1 dari Irak di laga terakhir Kualifikasi Putaran Keempat.
Laga Irak vs Indonesia pada Minggu (12/10) dini hari WIB di King Abdullah Sports City Stadium, Jeddah itu tampak menjadi mimpi buruk bagi penggemar sepak bola nasional terutama saya.
Memang, saya masih tidak menyangka bahwa Indonesia bisa berada di momen yang cukup dekat dengan pintu masuk ke Piala Dunia seperti saat ini.
Tetapi, ketika memang Indonesia berada sedekat ini, maka saya pun berharap Garuda benar-benar bisa terbang ke Piala Dunia 2026.
Tetapi, ketika itu gagal terwujud, saya pun cukup sedih. Karena terasa seperti melihat Timnas Indonesia pada Piala AFF 2010.
Kala itu, peluang juara pertama kali di Piala AFF tampak sangat mungkin. Namun, di atas lapangan ternyata tidak demikian. Indonesia harus kembali menjadi peringkat kedua alias runner up.
Jika melihat di antara deretan edisi Piala AFF yang pernah saya tonton, 2010 adalah yang paling disayangkan jika dibanding dengan 2016 dan 2020--digelar 2021 karena pandemi Covid-19.
Sebab, pada edisi itulah, Indonesia diperkuat paduan yang ideal antara pemain senior, pemain muda, dan tambahan pemain naturalisasi serta keturunan yang sesuai kebutuhan.
Komposisi tersebut bahkan masih kurang terlihat saat ini dengan diperkuat deretan nama yang berkarier di Eropa. Mengapa saya sebut demikian?
Karena, pemain seperti Thom Haye (30 tahun), Jordi Amat (33 tahun), Marc Klok (32 tahun), Sandy Walsh (30 tahun), dan Joey Pelupessy (32 tahun) adalah pemain senior berdasarkan usia, namun secara jam terbang dengan Garuda di dada tidak sebanyak pemain seusia mereka di timnas lain.