Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan featured

Menghadapi Pandangan Negatif Anak Perempuan Bermain Teater

27 April 2021   18:37 Diperbarui: 27 Maret 2022   06:43 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan bermain teater. Sumber: Pexels/Cottonbro

Secara pribadi, saya bisa mengatakan itu, karena saya juga pernah bermain teater. Dan, sampai detik ini tidak perlu mabuk untuk dapat berpartisipasi di acara-acaranya dan di pentas-pentasnya.

Tetapi, memang, ketika ada kegiatan, terkadang harus sampai malam. Misalnya, ketika H-1 pementasan, ternyata perlu ada gladi bersih, menyiapkan keperluan pementasan, hingga perlu juga membangun panggung yang istilah familiernya adalah 'nyeting panggung'.

Ilustrasi persiapan pementasan. Sumber: Pexels/Cottonbro
Ilustrasi persiapan pementasan. Sumber: Pexels/Cottonbro
Kalau sudah begini, memang, perlu sampai malam. Bahkan, kalau sangat perlu, harus menginap di lokasi pementasan. Kenapa begitu?

Karena, dengan kita ada di lokasi sejak H-1, aktivitas kita sebelum acara dimulai tetap dapat terkontrol. Bangun tidak bisa terlambat, dan tidak ada alasan lain untuk mengganggu jadwal persiapan; seperti terjebak macet atau lainnya.

Kalau sampai orang tua masih khawatir, maka tidak masalah orang tuanya izin untuk hadir di persiapan acara itu. Namun, dengan syarat, mereka hanya duduk dan diam saja. Tidak perlu ikut campur terhadap aktivitas di situ.

Ilustrasi menyaksikan uji coba panggung. Sumber: Pexels/Cottonbro
Ilustrasi menyaksikan uji coba panggung. Sumber: Pexels/Cottonbro
Biarkan anaknya beraktivitas sesuai semestinya. Ibaratnya, berteater juga seperti bekerja. Mereka punya tugas yang harus dijalankan untuk dapat menghasilkan pementasan yang nantinya juga dapat ditonton oleh penonton dan juga oleh orang tua.

Kalau berteater yang mana masih ada unsur suka-sukanya saja sudah diwaspadai hingga dilarang oleh orang tua, bagaimana dengan melepas anak untuk bekerja? Bukankah itu seperti melepas singa penangkaran ke hutan tanpa disiapkan untuk beradaptasi?

Dunia pekerjaan jauh lebih kejam daripada dunia kesenian. Faktornya ada dua.

Pertama, dunia kerja ada uang yang mengikat manusia untuk tetap tunduk terhadap sistem. Kedua, dunia kerja tidak mengenal  kata suka, yang ada adalah harus. Karena, saat melakukan sesuatu pasti akan dibayar.

Inilah yang membedakan dengan dunia kesenian, apalagi yang masih belum profesional, alias masih berupa kegiatan tambahan saat di sekolah atau di kampus. Maka, seberat-beratnya tanggung jawab di sana masih belum sebanding dengan tanggung jawab yang harus diemban di dunia pekerjaan.

Ditambah dengan faktor gairah (passion). Di dunia kesenian, gairah masih dipupuk dan dikembang-biakkan. Itulah kenapa, masih banyak orang yang dapat menemukan kesenangannya atau media yang tepat untuk mengekspresikan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun