Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perempuan dalam Teater yang Maskulin

13 April 2021   23:46 Diperbarui: 15 April 2021   02:28 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pemeran perempuan Teater Osteo. Sumber: Teater Osteo (Dewan Kesenian Malang)

Suatu terobosan yang hebat dan tentunya sangat berdampak untuk membuat teater tidak sepenuhnya kalah bersaing dengan cabang seni lain. Lewat yayasan ini pula sudah ada banyak pementasan yang sukses digelar. Dua pementasan populernya adalah "Perempuan-perempuan Chairil" dan "Bunga Penutup Abad".

Lewat yayasan ini, Happy Salma juga berperan sebagai produser dalam pementasan teater, salah satunya lewat pementasan "Citraresmi" (2017). Pementasan itu juga melibatkan aktor film terkenal, Maudy Koesnaedi.

Lewat contoh-contoh itu, sebenarnya teater masih bisa melibatkan dan bahkan digerakkan oleh perempuan. Satu keunggulan perempuan dalam menangani teater adalah kemampuannya menata isi teater seperti ketika menata isi rumah yang terkadang berantakan.

Keberadaan perempuan di teater menurut saya juga seperti itu. Selain mereka mampu merangkul banyak orang, mereka juga dapat mengelola dan membuat apa yang ditempati menjadi hidup dan berkembang.

Hanya saja, kalau kemudian teater masih identik dengan maskulinitas, mungkin sebaiknya maskulinitas itu tidak menutup kesempatan perempuan untuk turut berteater. Apalagi, kalau ternyata mereka lebih baik, maka kenapa tidak?

Memang, perempuan cenderung kurang mau bertahan pada pakem-pakem yang benar seperti lelaki yang cenderung berupaya mempertahankan teori, walau kadang teorinya juga tidak murni. Tetapi, dalam hal menciptakan kebaikan, perempuan menurut saya masih juaranya.

Termasuk dalam menciptakan kebaikan dalam teater, khususnya seperti yang terlihat di "Herstory". Secara teknik, mungkin Teater Osteo terlihat kurang memperhatikan detail-detail teknik berteater seperti memperhatikan tangga dinamika (alur topik yang dibahas dan pernyataan penting), dan bagaimana mengakhiri pementasan yang masih cenderung seperti orang selesai berpidato.

Namun, dengan kacamata kebaikan, "Herstory" sudah mampu mengambil perhatian penonton. Termasuk mengajak penonton sepenuhnya menikmati hidangan yang diberikan. Itu salah satu yang menarik!

Mungkin, kalau itu dilakukan oleh lelaki, mereka masih berupaya untuk menelaah, apakah yang dilakukan di atas panggung sudah benar secara dasar teori atau belum. Itulah kenapa, seringkali kita melihat lelaki di mana-mana. Karena, mereka lebih sering melakukan segalanya dengan pakem-pakem yang kuat, sekalipun tidak jarang pakem-pakem itu dibuat secara suka-suka.

Lalu, bagaimana dengan perempuan?

Mereka juga punya pakem sendiri, yaitu kebaikan dan kesuburan. Di mana ada perempuan di situ ada ladang kebaikan dan ladang kesuburan. Tidak percaya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun