Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perempuan dalam Teater yang Maskulin

13 April 2021   23:46 Diperbarui: 15 April 2021   02:28 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pemeran perempuan Teater Osteo. Sumber: Teater Osteo (Dewan Kesenian Malang)

Keterkejutan pertama adalah ketika mendengar bahwa pementasan terakhir akan ada masak-masak. Apakah masak-masak itu menjadi bagian dari pementasan atau bukan?

Keterkejutan kedua adalah ketika pementasan itu hanya menghadirkan dua tokoh. Saya sebut mereka sebagai 'si Pembicara' dan 'si Pemasak'.

Ada dua pemeran di atas panggung. Sumber: Dokumentasi Dewan Kesenian Malang
Ada dua pemeran di atas panggung. Sumber: Dokumentasi Dewan Kesenian Malang
Keterkejutan ketiga adalah tentang apa yang disampaikan oleh si Pembicara. Ia menceritakan tentang keresahannya sebagai perempuan dan pemilik tubuh gemuk.

Awalnya, saya pikir ini adalah basa-basi. Ternyata, itulah yang memang diungkap lewat pementasan tersebut.

Keterkejutan terakhir adalah tentang konsep interaksi langsung dengan penonton. Sebenarnya, ini sudah tidak terlalu mengejutkan, karena dengan pembawaan cerita sedemikian rupa, memang akan lebih pas jika diiringi dengan interaksi.

Selain itu, saya juga berkaca dengan konsep pementasan hari sebelumnya yang juga ada upaya dari para pemeran mengajak penonton berinteraksi. Artinya, apa yang terjadi di hari sebelumnya terulang, walau dengan sedikit perbedaan.

Perbedaannya, penonton diajak turut berbicara sekalimat-dua kalimat untuk memberi tanggapan terkait hal-hal yang disampaikan atau dipertanyakan si Pembicara. Ini yang kemudian juga menjadi daya tarik dan membuat saya sebagai penonton enggan beranjak dari kursi.

Lewat pementasan ini kemudian saya menemukan adanya bukti bahwa teater juga bisa diusung oleh perempuan dan dengan cara yang bisa dikatakan identik terhadap perempuan. Masak dan membentuk ruang diskusi yang menurut saya adalah perempuan banget.

Masak sekalipun menonjolkan koki-koki lelaki di restoran, hotel, dan acara kuliner di televisi, tetap saja secara kuantitas dan stereotip masih dialamatkan kepada perempuan. Maka, pementasan dengan menunjukkan langsung praktik memasak adalah cara yang tepat untuk menceritakan apa yang biasanya dilakukan perempuan.

Aktivitas berdiskusi yang kemudian juga dapat disebut merumpi adalah pembawaan yang pas untuk menunjukkan kelebihan perempuan. Lewat merumpi, mereka mampu menggiring siapa pun masuk ke dalam pemikirannya.

Biasanya perempuan mampu membicarakan hal-hal yang sedang dipikirkan, termasuk keresahan-keresahan. Itulah kenapa kemudian perempuan seringkali dianggap sebagai kaum baperan. Padahal, lelaki juga punya keresahan yang sayangnya sering ditahan, agar tidak dianggap lemah (fragile masculinity).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun