Artinya, ketika tulisannya ternyata belum lengkap, maka ada kemungkinan ia sengaja membatasi tulisan tersebut. Atau, memang ia sebenarnya masih belum kenal dengan apa yang ditulis.
Begitu pula dalam hal teknik menulis. Kalau si penulis kenalnya dengan gaya tulisan ala media massa K, maka di tulisannya akan ada representasi sedemikian rupa.
Begitu juga kalau dia cenderung berpatokan pada eksplorasi pemberitaan ala media massa D, maka gaya menulisnya juga cenderung seperti itu.
Apakah, teknik menulis media massa online dengan media online sama?
Sebenarnya, tidak. Tetapi, bisa juga masih ada (sedikit) pengaruhnya. Apalagi, tidak sedikit pula modal dari konten-konten ngeblog berangkat dari media massa.
Namun, saya yakin setiap penulis memiliki pemahaman dan pewujudan yang beragam. Itu juga karena menyesuaikan dengan poin sebelumnya, yaitu kapabilitas.
Sebenarnya jika ditarik secara sederhana, sebelum menulis di media online, alangkah baiknya kita juga mengenali sistem yang berlaku di media online, selain berupaya membawa diri sendiri.
Saya maklum dengan keinginan seseorang untuk menunjukkan "ini aku, bukan kamu". Tetapi, akan lebih baik pula jika mengenali sisi eksternal selain ingin memperkenalkan sisi internal.
Faktor kelima, alias yang terakhir adalah belajar ngeblog itu seumur hidup. Kita bisa cepat mati atau masih mampu bertahan lama karena seberapa panjang kita belajar hidup.
Kalau kita cepat puas, otomatis akan cepat mati. Hal ini memang terasa kasar jika dikorelasikan dengan kehidupan secara utuh.
Tetapi, akan terasa wajar jika diberlakukan dalam proses menulis atau ngeblog. Artinya, dalam hal menulis, kita juga harus menemukan dan mempelajari poin utama yang krusial, yaitu bahasa.