Adzan berkumandang, dan saya segera berdoa sambil tangan mengarahkan gelas ke mulut. Kebiasaan saya memang demikian ketika berdoa kala akan makan-minum. Tak pernah ada ritual menengadahkan tangan selayaknya anak alim.
Itulah yang membuat banyak orang menganggap saya tak pernah berdoa ketika makan/minum. Tak masalah, saya tak peduli, yang saya pedulikan saat itu adalah mengapa dia memanggil saya Bambang?
Ketika, lidah saya bertemu dengan seruputan-seruputan air susu bukan ibu itu, muncul sekelebatan masa kemarin, yaitu ketika saya duduk mendengarkan kultum yang terkadang bikin mata saya seperti bertemu bantal.
Tiba-tiba ada tepukan di bahu. Saya nyaris tak terima, namun karena lantai masjid selalu dingin, jadi pikiran saya bisa menjadi sejuk.
"Hai, kok diam aja?"
Aku hanya tersenyum.
"Namamu siapa?" kebiasaan orang Indonesia, menanyakan nama orang lain bukan memberitahukan namanya sendiri. Saya pun terkadang melakukannya jika lupa terkait adab internasional.
Saya mendadak hening, ketika ditanya nama. Sampai akhirnya dia memperkenalkan diri, walau saya beberapa menit kemudian sudah pasti melupakan namanya.
Akhirnya saya memperkenalkan diri, "Bambang."
"Plok!"
"Mau iqomah tuh, Mbang! Cepat diabisin susunya."