Contoh realistisnya tentu pada kehidupan Zheng yang hidup terhimpit ekonomi hingga harus menyerahkan apartemen milik keluarga kecilnya. Bukankah ini juga bisa terjadi di kehidupan nyata? Sedangkan untuk sesuatu yang tak bisa dinalar bisa ditemukan sendiri saat menonton film ini.
Kedua, film ini mengajarkan kita untuk selalu waspada dengan segala kemungkinan dengan menyiapkan plan B, C, D, dst. Contohnya dalam hal menjalin kerja sama.
Ini bukan hanya berbicara soal tanggung jawab, namun juga berbicara soal kemampuan. Kemampuan orang pasti berbeda-beda. Meski, si A bisa mengerjakan tugasnya, tapi belum tentu sebagus si C.
Di saat seperti ini terkadang butuh back up jika ternyata harus berhadapan dengan situasi eksternal. Mengapa? Karena, situasi di eksternal tidak pernah mau tahu dengan situasi dari internal.
Contoh sederhananya, si kepala organisasi menugaskan pengiriman surel kepada humas. Namun, ternyata ada kesalahan input terkait data yang harus dikirimkan. Pihak tujuan tentu memprotes kinerja humas. Padahal yang berkredibel dalam isi surel adalah (misalnya) sekretaris.
Melihat kejadian itu tentu akhirnya dalam hal surel-surelan, si kepala harus menugaskan adanya back up terkait isi surel baik itu dari sekretaris, bendahara, dan pihak terkait di isi surel tersebut. Bahkan, sang kepala boleh saja turun tangan, jika humasnya kurang mampu menjalankan mekanisme check dan re-check.
Percaya dengan kinerja sekretaris, humas, bendahara, dan lainnya boleh. Tetapi, sang kepala juga idealnya bisa melakukan back up. Minimal pengawasan, hingga menyiapkan plan cadangan jika itu berurusan dengan situasi yang genting.
Memang itulah konsekuensi sebagai orang yang di atas, bukan?
Ilustrasi semacam ini ternyata ada di film Animal World, jika ditonton saat Zheng sudah di kapal. Di situ terjadilah adegan-adegan yang sangat menyiratkan betapa Zheng butuh memikirkan rencana lain, selain apa yang sudah dia pikirkan dan dia sampaikan.
Alasan ketiga (terakhir), film ini cukup berbobot meski dikemas dengan lebih santai dan hampir out of the box. Penulis bahkan seringkali berharap pada beberapa kejadian, bahwa itu "nyata". Selain itu, penulis juga sesekali mempertanyakan suatu adegan dengan pertanyaan, "kok dia bisa, ya?"