Bagi sebagian besar orang, bekerja adalah sumber kehidupan. Bagaimana tidak, kita butuh makan, minum, membiayai kebutuhan rumah (listrik dan sejenisnya) hingga kebutuhan anak.
Namun, di balik itu semua, kita juga butuh keluarga. Itulah yang bisa saja sedang ingin ditunjukkan oleh John Obi Mikel.
Namanya mungkin tak lagi tenar seperti saat 2000-an akhir atau awal 2010-an, namun bagi penikmat bola apalagi penggemar klub asal Inggris, Chelsea, namanya pasti familiar. Bukan berlebihan jika figur asal Nigeria itu dulu diharapkan menjadi The Next Makelele atau suksesor Michael Essien.
Selain karena sama-sama merupakan gelandang bertahan, performanya cukup menjanjikan sebagai peredam kreativitas serangan lawan. Sebelum kita mengenal gelandang yang tak kenal lelah seperti N’Golo Kante, tentu kita harus mengakui performa Mikel cukup baik saat itu.
Itulah mengapa nama seperti Ivan Rakitic, Kante, Jorginho, dan Granit Xhaka lebih populer dibandingkan gelandang bertahan seperti Obi Mikel. Bahkan, kini sulit menemukan gelandang bertahan seperti Mikel, Essien, Lassana Diarra, Dejan Stankovic, apalagi Patrick Vieira.
Pemain gelandang bertahan masa kini lebih dikenal karena mirip Andrea Pirlo, yaitu dapat mengontrol lini tengah tim sendiri dan lawan. Bahkan mereka juga dapat bergeser ke depan untuk berperan seperti playmaker.
Itulah mengapa, Liverpool ingin bermain tanpa playmaker walau mereka seharusnya memiliki gelandang bertahan yang visioner seperti Pirlo ataupun Xavi.
Orientasinya pun tetap bertahan, karena menyerang sudah menjadi tugas rekan di depannya. Inilah yang biasanya dapat dijalankan dengan baik oleh generasi gelandang 2000-an akhir dan 2010-an awal.
Gelandang bertahan yang sedemikian rupa yang terakhir kali eksis adalah Alex Song. Eks pemain Arsenal dan Barcelona itu fokus bekerja di tengah dan belakang, tidak seperti Toni Kroos, apalagi Paulinho (saat di Barcelona).
Casemiro cukup mendekati. Bisa saja dikarenakan ada Luka Modric dan Kroos yang membuat perannya lebih spesifik untuk membantu Raphael Varane dan Sergio Ramos yang mulai tergerus usia.
Namun, yang menjadi tantangan tentu adalah popularitas. Pemain yang hanya fokus bertahan, tetap di tengah, dan tidak mampu menciptakan peluang apalagi mencetak gol, akan sedikit terlupakan ataupun tenggelam dibandingkan rekan-rekannya.
Posisi gelandang bertahan memang krusial, namun seringkali terlihat tak spesifik. Tidak seperti saat kita harus mengenal kiper atau pun penyerang yang mana perannya sudah sangat jelas, menahan gawang dari kebobolan atau mencetak gol sebanyak-banyaknya.
Itulah yang membuat pemain-pemain yang berposisi sebagai gelandang bertahan mulai sering didorong ke depan--ketika sedang menyerang--sesering mungkin dibandingkan di era sebelumnya. Catatan gol pun dianggap mentereng, padahal peran mereka sebenarnya untuk membuat clearances, intercepts, dan tackles.
Jadi, jika melihat Marc Klok tidak lebih baik dibandingkan Wiliam Jan Pluim secara ofensif, patut dimaklumi. Karena perannya memang untuk membantu pertahanan dan menjembatani lini belakang ke tengah saat menyerang, bukan mencetak asis maupun gol. Itu bonus.
Lalu, mengapa harus menyebut Obi Mikel di saat masih ada banyak gelandang bertahan yang populer dewasa ini?
Alasannya adalah tentang kabar pemutusan kontrak antara dirinya dengan klubnya asal Turki, Trabzonspor.
Diketahui eks kapten timnas Nigeria itu melanjutkan kariernya di Super Lig, liga utamanya Turki dan membela Trabzonspor yang saat ini sedang berada dalam daftar pemburu gelar liga musim 2019/20. (Goal.com)
Meski semua pertandingan sepak bola sudah tanpa penonton--termasuk Super Lig, tetap saja tidak ada yang tahu-menahu tentang siapa yang sedang terindikasi virus tersebut--meski sudah ada peraturan cek suhu badan. Itulah yang membuat Mikel ingin liga dihentikan seperti Premier League dan kompetisi lainnya. Bahkan, Euro 2020 juga diundur ke 2021 (Goal.com).
Secara global, semua sudah memasang alarm kewaspadaan terhadap corona. Bahkan Liga 1 juga dihentikan, termasuk Liga Primer Malaysia yang lebih dahulu berhenti karena (pemerintah) Malaysia juga melakukan lock down.
Namun, secara kemanusiaan, keputusan Obi Mikel patut diacungi jempol hingga kita perlu angkat topi pula kepadanya.
Dewasa ini mengorbankan profesionalisme untuk keluarga itu sangat sulit. Ditambah dengan status sebagai pesepakbola profesional dan masih di Eropa. Maka, apa yang dilakukan Mikel tentu sangat berat untuk ditiru oleh pesepakbola lain, bahkan profesi lain.
Hanya, yang disayangkan adalah keputusan Obi Mikel untuk tidak lagi bermain baru ditanggapi oleh pihak liga beberapa hari selanjutnya. Super Lig memang pada akhirnya resmi ditunda dengan tenggat waktu yang belum dipastikan (En.as.com).
Artinya, apa yang dilakukan Obi Mikel sudah tepat walau harus mengorbankan karirnya (sudah tidak terikat kontrak). Sedangkan keputusan Super Lig untuk menghentikan kompetisi perlu dikritisi, karena sangat terlambat untuk membuat langkah pencegahan terhadap corona.
Tinggal, kita menantikan kabar dari negara tetangga, Australia yang dikabarkan masih menggelar pertandingan A-League meski tanpa penonton (kompas.com). Apakah nasib mereka aman demi menjalankan profesionalismenya?
Lalu, bagaimana jika Anda adalah pesepakbola seperti Obi Mikel? Apakah akan melakukan hal yang sama, atau memilih untuk tetap bekerja seperti para guru atau PNS yang masih harus ke kantor demi akreditasi dan lainnya?
Malang, 21 Maret 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Goal.com 1, Goal.com 2, Liputan6.com, Indosport.com, En.as.com, Kompas.com.