Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Percayalah, dalam Kehidupan Kita Selalu Ada Alternatif

29 November 2019   16:31 Diperbarui: 29 November 2019   17:00 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehidupan itu sulit dan selalu menghadirkan pilihan-pilihan. Tergantung kita, ingin pilih yang mana. (Ilustrasi: pinterest.co.uk/Sinan Onsun)

Tulisan ini sebenarnya belum saatnya untuk penulis bagikan. Karena, secara rentang pengalaman hidup, penulis masih belum panjang jika dibandingkan orang lain. Namun, mendadak penulis menemukan teman yang sedang mengalami keterpurukan.

Semoga saja dengan membaca tulisan ini, para pembaca dapat membuktikan sendiri bahwa didalam kehidupan selalu ada yang namanya alternatif. Jika hal ini terjadi, maka tidak akan ada kesulitan bagi kita untuk bertahan hidup. Di akhir tulisan akan ada alasan pentingnya untuk bertahan hidup.

Jika boleh jujur, penulis juga seringkali merasa gusar ketika harus menjalani kehidupan yang terasa tak pernah mudah. Apalagi jika harus mengingat secara usia, penulis juga sudah tidak sepenuhnya muda dan juga belum dapat disebut tua. Namun, justru itulah yang menjadi kesulitan terbesar.

Bagaimana caranya agar tetap memiliki semangat berjuang ketika secara usia sudah "tidak layak" disebut masih belajar. Namun, di sisi lain masih belum mampu menularkan pengetahuan, alih-alih pengalaman yang masih sedikit.

Dilematis ini semakin diperparah dengan sudut pandang gender, yang mana laki-laki selalu diidentikkan sebagai pekerja keras, pencari nafkah, dan harus berstatus lebih tinggi dari perempuan. So complicated!

Hal-hal semacam itulah yang membuat penulis juga pernah jatuh dan sangat terpuruk hingga berpikir bahwa "dunia kok gelap sekali". Bahkan, jika kompasianer (termasuk admin Kompasiana) pernah membaca tulisan yang ditujukan untuk memperingati 11 tahun Kompasiana, maka Anda semua cukup tahu bahwa disitu terdapat cuplikan-cuplikan perjalanan penulis untuk bangkit dan itu bukanlah sebuah bualan agar menang event tersebut.

Sungguh benar, jika di masa-masa kelam tersebut, penulis tidak berani lagi berpikir hari esok. Karena, besok adalah kiamat. Cukup tragis, apalagi ketika tidak ada satu orang pun yang percaya dengan kisah kesakitan tersebut. Sehingga, langkah paling "bar-bar" adalah berupaya bangkit dan mencari teman-teman terdekat yang masih bersedia mendukung proses kebangkitan itu.

Kuncinya saat itu adalah mencari teman yang masih trust terhadap kita. Kebetulan penulis memperoleh itu dan di saat itulah proses kebangkitan secara bertahap mulai terwujud. Tidak mudah, namun harus dieksekusi. Karena, memang sudah tidak ada pilihan lain.

Langkah selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk menerima apa yang sudah terjadi dan memaklumi diri sendiri. Sebagai pribadi yang awalnya cukup perfeksionis (sebelum kuliah), melihat sesuatu yang dimaklumi (wajar) itu sulit. Karena, standarnya selalu berbeda dengan orang lain dan itu akan menjadi kesulitan tersendiri jika sulit mendapatkan dukungan apalagi kepercayaan.

Padahal kebanyakan orang di sekitar kita itu adalah followers. We always easy to say, "yes mam/sir" than to think "how can I do". Namun, pada kenyataannya followers yang sedemikian rupa seringkali melihat power. Ketika power dari orang yang diikuti melemah, pasti para pengikut akan mencari "tiang" yang lebih kokoh.

Nahasnya, power dari penulis saat itu sedang sangat melemah dan membuat kekacauan bagi orang dan lingkungan sekitar. Di masa itulah penulis memilih untuk mengubur diri terlebih dahulu dan langkah itu ternyata baik. Meskipun, bisa dikatakan mengecewakan bagi orang lain. Namun, saat itu penulis tetap berpikir bahwa "saya akan selalu kembali -entah kapan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun