Mohon tunggu...
Senja Nila
Senja Nila Mohon Tunggu... -

aku berwarna, dan kaupun begitu..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Drama~

1 April 2011   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:14 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Mulan..?", Tanya Mimi

"Iya, cerita seorang pejuang wanita dari China itu..., tapi diplesetin jadi Wulan....gimana? Setuju?", Tanya Amir.

"Boleh juga..lalu yang buat cerita siapa?", tanya Mimi lagi

"Ah itu gampang kita punya cerpenis ternama...Tiwi."

"Hah, aku?", kata Tiwi.

"Iya gak masalah kan?"


"Ehmm..ceritanya lucu atau serius ni?", tanya Tiwi

"Ya, campur-campurlah, biar gak bosen. Gimana semuanya? Setuju gak?"

"Setuju!"

Mulan, wah seru tuh buat dijadikan drama. Aku teringat lagi dramaku tahun lalu, aku jadi pangerannya Cinderella. Hah, pengalaman yang tak terlupakan, harus pura-pura jadi pacar si Cinderella, Chika. Beruntung sekarang aku tak sekelas lagi dengan dia.

Siang itu matahari bersinar lumayan terik. Aku belum pulang, aku masih ada intensif tambahan di sekolah. Sebelum intensif, aku dan teman-teman main bola dulu di lapangan.

"Ayo tendang yang keras...semangat!"

Beberapa anak perempuan  duduk-duduk di depan kelas sambil menyemangati kami. Aku mulai menggiring bola, kekanan..kekiri...hampir dekat gawang...kutendang keras-keras bola itu.

"Paak!!.."

Bolanya menyamping dan mengenai tiang. Menggelinding sejenak ke luar lapangan. Eh, disana ada Sesyl. Sesyl dengan tenangnya menggiring bola ke tengah lapangan.

"Wah..ayo maen bareng syl!", tantang Deka.

OMG...dan akhirnya permainan bola kami jadi sedikit gak karuan gara-gara ada Sesyl. Perempuan sama saja, mereka selalu mengganggu! Eh, dia malah ngajak teman ceweknya yang lain buat main bola bareng kami. Wah, tambah kacau.

"Hei, Bu Lupi datang..", kata Mimi.

Kamipun berlarian masuk kelas, dengan wajah dan badan penuh peluh. Hmm lengket semua rasanya. Keasyikan main sampe lupa waktu nih.

Langit mendung, warnanya abu-abu..penuh tak menyisakan warna biru seperti biasanya. Kulihat jam tangan digitalku, 15.36. Les sudah selesai. Aku dan teman-teman lainnya melanjutkan main bola. Kali ini only for boy...eh man! Aku merasa aku sudah dewasa, hehe. Permainan bola baru kami hentikan sampai hujan rintik-rintik datang. Kami langsung berhamburan dan pulang kerumah dengan berbasah-basah dengan air hujan.

Keesokan harinya..

Aku duduk di bangku paling depan, kulihat timeline di twitterku, teman-teman pada ngegosipin guru di twitter..ah gak ikutan, kualat ntar!. Masih istirahat, hujan mengguyur dengan deras, kami tak bisa bermain di luar, ya, sekolah tempat belajar dan bermain, jaga keseimbangannya hehe..

Mimi, menulis nama-nama pemain drama "Wulan" di papan tulis.

Kubaca satu persatu, Wulan..Sesylia, Panglima Kerajaan...Deka...bleh...mana namaku...kutunggu sampai Mimi menyelesaikan pekerjaannya, sampai papan penuh dengan tulisan bulat-bulatnya yang sedikit menggangguku dalam membacanya. Tapi setidaknya tulisannya lebiih baik dari tulisan cakar ayamku. Kubaca lagi dari atas, eh sampailah pada sebuah baris yang berisi nama kerenku.. Panglima pemberontak = Reihan Ali Zidan. Hah...??apa tuh panglima pemberontak?. Antagonis ? Aku yang dulu jadi pangeran sekarang jadi panglima pemberontak?? Hmm sedikit kecewa aku melihatnya. Huh...ya terseralah mau jadi kuda juga gak masalah.

"Ok, sudah dibacakan? Apa ada yang protes?? Atau ada yang ditanyakan?, Tanya Amir sang ketua kelas.

"Kapan naskahnya selesai?terus kapan nih latihannya?", Tanya Deka dengan semangat. Huu...semangat dia, ya dia enak jadi pemeran utama pria. Apa dia lebih ganteng ya dari aku sampai kepilih.

"Besok sudah jadi dan langsung dibagikan kok. Latihannya mulai minggu depan saja minggu ini banyak ulangan.", kata Amir.

Dan akhirnya latihanpun dimulai,...latihan yang melelahkan. Kami melakukannya rutin setiap hari Rabu-Sabtu, sore hari setelah pulang sekolah. Hmm..waktu bermain bola pun jadi hilang.

Aku habis sholat Ashar di musholah bareng Deka. Dia dari tadi ngomongin masalah drama mulu, seneng banget kayaknya dia jadi Panglima kerajaan. Hmm..

Di depan kelas ada Sesyl dan Amir, sepertinya mereka latihan beladiri atau semacamnya. Mungkin untuk keperluan drama. Amir memang jagoan pencak silat. Gak perlu tampang ganteng buat jadi ketua kelas dan dikagumi cewek-cewek sekelas. Itulah Amir, dia punya wibawa dan kharisma. Benernya aku lebih ganteng dari dia tapi napa mereka lebih suka dengan dengan Amir. Ya, aku tak sepintar dia, tak sebaik dia, tak sealim dia..

Setelah latihan beberapa adegan kami istirahat. Kusandarkan kepalaku di kursi kayu, keras. Mataku sudah mengantuk, aku menguap beberapa kali. Kulihat Sesyl lagi ngobrol dengan Deka. Ganjen juga ni temenku satu, Deka. Kayaknya dia suka ni ma Sesyl. Sesyl, aku pernah dekat dengan dia waktu kelas satu, tapi akhirnya jadi kacau saat Chika, mantanku itu mulai mengganggu hidupku. Sejak putus dari Chika aku gak mau pacaran lagi, sepertinya itu bukan hal yang penting untuk dilakukan saat ini. Untuk apa cewek??gak butuh, setidaknya saat ini.

Kukayuh sepedaku, pulang. Langit senja mulai menampakkan indahnya. Ada warna oranye samar-samar di awan-awan. Tuhan tidak pernah lupa memberikan keindahan buat kami hambaNya. Rumahku tak begitu jauh dari sekolah. Akhirnya sampai juga di rumah sederhanaku. Seorang gadis tersenyum padaku. Tetanggaku, temanku sekolahku, Sesyl. Dia baru turun dari becaknya. Rumahnya tepat persis di depan rumahku.

Latihan drama sudah sekitar enam kali. Aku berdiri berhadapan dengan Sesyl. Ini adegan Panglima pemberontak bertarung dengan Mulan..eh Wulan. Aku memegang sebuah pedang kayu, dia memegang sebuah tongkat. Sejenak kami bengong tak tahu apa yang harus dilakukan.

"Eh iya kalian latihan dulu sana...kalian belum latihan adegan ini kan?", kata Amir.

"Terserah deh gimana bertarungnya, yang penting nanti si Wulannya terluka, terus baru deh si Deka masuk buat bantu Mulan.", lanjut Amir.

"Oke..", kataku.

Aku, Sesyl, dan Deka latihan di sudut aula. Kami tak banyak bicara, kusuruh saja Sesyl langsung menyerangku. Aku tangkis, dia serang lagi aku tangkis, sampai 3 kali dia menyerangku dengan tongkatnya, baru aku membalasnya dengan mengarahkan pedangku ke perutnya. Ehmm..

"Aw..", dia berteriak karena pedang kayuku benar-benar menyentuh perutnya.

"Eh, gak sengaja kataku..", dalam hati aku tertawa terbahak-bahak.

"Kamu yang bener dong, jangan nyakiti Sesyl", kata Deka sok membela.

Angin mengitari pelataran sekolah, menari-nari tak karuan. Debu-debu berterbangan, huft...gak bisa main bola lagi kalau begini.

Ke perpus aja, kali ini tetap dengan Deka. Ya, dia temanku, walau kadang bikin sebel karena ke-pede-annya.

"Di perpus gak ada komik Naruto ya?", kata Deka sambil memeriksa rak-rak buku yang berisi buku novel tebal-tebal karya  novelis-novelis lama.

"Ah kamu ada-ada aja...", aku melihat ke majalah-majalah komputer. Aku suka sekali dengan komputer, aku ingin melanjutkan ke teknik informatika atau semacamnya kalau kuliah nanti. Aku mendengar suara seseorang yang kukenal. Aku menoleh ke arah suara itu. Sesyl dan mimi sedang ngobrol di bangku perpus. Sesyl membelakangiku.

Aku mendekati mereka. Sifat usilku muncul lagi.

"Hoi!!! Jangan rame di perpus!!", aku berteriak di dekat telinga Sesyl. Husky voiceku yang katanya mirip T.O.P Bigbang keluar.

"Astaghfirullah...", Sesyl kaget sambil memegangi dadanya. Aku melihatnya sambil tersenyum.

"hahaa...", Mimi menertawakan Sesyl. Dan akupun segera ngacir pergi sebelum dia meluapkan kemarahannya.

Waktu pementasan drama tinggal seminggu lagi. Kami sudah merekam suara kami, nanti pas pentas tinggal acting aja. Siang itu kami mulai menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk pementasan drama. Aku duduk di lantai teras belakang aula. Memegang tongkat yang akan digunakan Sesyl. Aku mau mengecatnya dengan warna coklat muda. Kuoleskan catnya dengan perlahan.

"Eh Reihan, kok cokelat c...", kata Sesyl yang tiba-tiba saja ada di belakangku.

"Emang mau warna apa?pink ya?", kataku.

"Pink?iya boleh..itu lebih bagus dari cokelat.."

"Jangan aneh-aneh kamu..". kataku sambil terus mengecat. Dia tertawa. Ya, pasti dia bercanda ingin tongkat warna pink. Aneh banget Wulan yang tomboy pake tongkat warna pink. Gara-gara drama ini aku bisa sedikit lebih dekat dengan dia. Tetanggaku, temanku sekolahku, teman masa kecilku.

Cepat sekali seminggu berlalu, hari ini hari pementasan drama yang akan diikuti oleh semua anak kelas 2 di SMA kami. Ada 5 kelas, jadi ada 5 pementasan nih. Kebetulan kelas kami kebagian tampil untuk yang pertama kali. Kami mulai meyiapkan diri sejak habis subuh. Aku sudah memakai perlengkapan drama. Baju perang, make up yang membuat wajah gantengku jadi agak jelek dan sangar, huhhu...dan satu lagi yang bikin geli, rambut, kumis dan jenggot palsu. Sumpah, gak tahan nih...

Tirai pentas dibuka. Satu persatu kami maju ke tengah pentas sebagai pembukaan. Mimi sebagai narrator memperkenalkan kami satu-persatu. Setelah babak perkenalan selesai, dramapun dimulai. Rasa deg-deganku pun berlalu begitu saja. Kami focus pada acting kami, kami berusaha melakukan yang terbaik, bismillah. Akhirnya sampai juga pada sesi pertarungan antara Panglima Pemberontak dan Wulan.

Aku berusaha melakukannya sesuai dengan latihan. Dia menyerangku beberapa kali. Sampai pada serangan kesekian tongkatnya tak sengaja menyenggol kumis palsuku. Upps... lemnya sudah tak begitu lengket terkena keringat. Jadilah tu kumis menggantung tak sempurna di wajahku. Sesyl melotot ke arahku dan menahan tawa. Wajahku mulai pucat, kalo sampai ni kumis copot sebelah bakal  diketawain anak seaula!.

Aku buru-buru menyerang Sesyl. Dan pedangku hampir menempel di perutnya. Deka masuk dan menyerangku sampai aku terjatuh.  Ahh...akhirnya kumisku selamat juga sampai adegan itu.

"Plok-plok...", seisi aula memberi tepuk tangan pada kami, eh pada Deka.

"Akhirnya Panglima Kerajaan yang juga putra mahkota menikah dengan Wulan. Mereka hidup bahagia selamanya.", suara sang narrator menutup pentas drama kami.

Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Kami menyempatkan untuk berfoto-foto terlebih dahulu di belakang pentas. Setelah membersihkan make up dan berganti kostum kami ke bangku penonton untuk melihat drama dari kelas lain.

Aku duduk agak belakang, dan seperti biasa disampingku ada Deka, sahabatku gak ada lagi selain dia.

"Geser dong..", Sesyl ingin duduk di sebelahku, ehhhh...

Aku geser satu bangku, Deka juga geser,  hampir ada 5 orang disebelahku yang geser gara-gara Sesyl. Hehee...~

Drama yang sedang ditampilkan sekarang adalah drama kelasnya Chika judulnya "Putri Salju". Seperti biasa dia jadi pemeran utama, cantik c, tapi biasa aja sekarang. Bosen..haha, aku tertawa dalam hati. Masih ada Sesyl kok.

Terlihat Putri Salju memakan buah apel dari nenek sihir. Dia pingsan lalu tertidur sekian lama. Singkat cerita Pengeranpun datang.

"Wah bentar lagi adegan ciuman!", seru Sesyl.

"Ah, pasti gak akan terjadi...paling gak dilihatkan ciumannya.", kataku.

"Ye...kamu cemburu ya???", tanya Sesyl.

"Gak!sapa juga cemburu...", aku paling sebel kalau digodain masalah Chika.

Pangeran mulai mendekati sang putri yang sedang tertidur disekitar bunga-bunga cantik. Aku memegang pundak Sesyl. Sesyl menoleh_______________________________

(apa yang terjadi, penulis juga tidak tahu :P)

"Cup..", aku mengecup keningnya. Dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Dia melihat foto di layar komputer. Foto kenang-kenangan.

"Rasanya ingin kembali ke masa SMA...", katanya.

"Ya, kukira dulu kita cuma cinta monyet..", kataku.

"Eh emang dulu kita monyet...?"

"Haha...ya kan sekarang berevolusi jadi manusia..", aku tertawa.

"Papa..."

"Ya.."

"Semoga cerita kita seperti cerita drama, yang happy ending. Bahagia selamanya...."

"Amien..", kataku

Malam semakin larut, ada bulan purnama yang menggantung. Ada bintang-bintang yang berkedip. Aku bersyukur dan akan selalu bersyukur atas semua keindahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun