Apa yang terlintas di pikiran Saudara ketika melihat gambar tersebut?Â
Alamnya? Wisatanya? Biotanya? atau apanya?Â
Gambar tersebut mencerminkan salah satu potensi alam di Indonesia. Sejak kecil kita selalu didongengkan betapa kayanya alam di Indonesia. Indonesia, dengan 17.508 pulau yang bertebaran dari Kota Sabang sampai Kabupaten Merauke, dari Pulau Rondo sampai Pulau Ndana. Indonesia terkenal akan kekayaan biodiversitasnya, wisata baharinya, sumber daya alamnya, serta budayanya.Â
Tetapi semua dongeng itu diusik dalam selustrum terakhir. Jutaan manusia yang memilih hidup di Indonesia sangat marah bila melihat atau membaca berita bahwa sebagian alam dirusak.Â
Pada era kolonial, silam dengan polosnya rakyat kita, pasrah dengan komoditas yang dieksploitasi oleh para penjajah. Kemudian pada era awal Indonesia didirikan (belum pantas kita sebut merdeka) sempat muncul konflik tatkala P.T. Freeport hendak mengeruk tambang di Tembagapura. Apalagi di era reformasi seperti sekarang, isu kerusakan alam dengan santernya digaungkan (tidak lebih buruk daripada konfrontasi politik). Banjir bandang yang terjadi musiman, penambangan timah di Bangka Belitung, pembebasan lahan untuk sejumlah tol, perumahan, ataupun industri; penolakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Rempang; pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Nusantara; penerokaan lahan untuk food estate (kini masih gagal), serta yang teranyar penambangan nikel di kepulauan Rajaampat.Â
Persoalan dari semua itu adalah:Â
RAKYAT KITA MENOLAK KERAS EKSPLOITASI ALAM!Â
Alam di Indonesia yang begitu indah dirusak oleh oknum-oknum yang begitu kapitalistis. Mereka bermaksud untuk tidak membiarkan potensi alam disia-siakan melainkan perlu dijadikan bisnis. Mereka terkesan abai dengan hak-hak masyarakat lokal serta tidak mematuhi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Bahkan mereka pun kurang mengobservasi daerah yang diproyeksikan akan dialihfungsikan menjadi motor bisnis.Â
Konservasi Alam, Kelestarian Alam, dan Filsafat BudayaÂ
Manusia secara hakikat diembankan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa menjadi khalifah (pemimpin, pengelola) di bumi. Khalifah secara maknawi bahwa manusia diberi tanggung jawab untuk mengelola, mengolah, dan menjaga bumi dan seisinya. Hal tersebut yang melandasi pemikiran sejak nenek moyang bahwa alam sudah memberikan segala hal untuk mereka. Tetapi ketersediaan alam bukan berarti selalu ada, suatu saat akan habis. Maka salah satu cara agar alam tetap lestari dan menyediakan kebutuhan mereka adalah dengan cara menjaganyaÂ
Sikap Konservatif Demi Lingkungan Hayati
Bukankah nenek moyang manusia sudah berusaha untuk bersikap konservatif terhadap alam?Â