Mohon tunggu...
debora chamela
debora chamela Mohon Tunggu... mahasiswa

saya suka sekali membaca suatu buku novel ataupun berita, saya juga suka mendengarkan musik dan bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan Ekonomi yang Katanya Pro-Rakyat, Tapi Siapa Rakyatnya?

14 Oktober 2025   18:28 Diperbarui: 14 Oktober 2025   19:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan ekonomi yang disebut pro-rakyat sering menjadi andalan pemerintah dalam menunjukkan keberpihakan pada masyarakat kecil. Namun, dalam praktiknya, istilah tersebut tidak selalu sejalan dengan kenyataan di lapangan. Banyak kebijakan yang justru lebih menguntungkan kelompok berpenghasilan menengah ke atas, sementara masyarakat kecil tetap berjuang menghadapi tekanan ekonomi yang sama.

Contohnya dapat dilihat pada kebijakan insentif pajak kendaraan bermotor yang pernah diterapkan pemerintah. Tujuannya adalah meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan industri otomotif. Namun, seperti dikutip dari RMOL.id, kebijakan ini lebih dirasakan oleh kalangan mampu yang bisa membeli mobil baru, bukan oleh rakyat kecil yang membutuhkan bantuan langsung untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Kebijakan impor beras dan daging beku juga sering diklaim sebagai langkah menjaga stabilitas harga. Akan tetapi, menurut laporan Posbali.net, kebijakan ini menekan harga hasil panen petani dan merugikan peternak lokal. Ironisnya, mereka inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam kebijakan pro-rakyat.

Masalah utamanya terletak pada perumusan kebijakan yang masih bersifat top-down. Seperti dijelaskan dalam Jurnal Pandecta Unnes, banyak kebijakan dibuat tanpa partisipasi masyarakat akar rumput. 

Akibatnya, keputusan ekonomi lebih mencerminkan kepentingan birokrasi dan pelaku industri besar dibanding kebutuhan nyata rakyat kecil.

Selain itu, ketimpangan geografis juga menjadi faktor penting. Program bantuan dan subsidi sering kali lebih mudah diakses oleh masyarakat di kota besar, sementara daerah terpencil tertinggal. Hal ini menimbulkan kesan bahwa kebijakan pro-rakyat hanya berlaku bagi "rakyat tertentu" --- mereka yang memiliki akses terhadap informasi dan kekuasaan.

Oleh karena itu, istilah pro-rakyat seharusnya tidak berhenti pada slogan politik. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan benar-benar menyentuh mereka yang paling membutuhkan, dengan melibatkan partisipasi publik, transparansi data, dan pengawasan ketat di lapangan. Tanpa langkah-langkah tersebut, kebijakan yang katanya untuk rakyat hanya akan menjadi retorika kosong di atas kertas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun