Mohon tunggu...
Deasy Maria
Deasy Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kosong\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melanggar Disiplin Kedokteran, dr. Boyke Tidak Bisa Praktek Selama 6 Bulan

19 November 2011   06:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 12385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Terhitung selama 6 bulan sejak tanggal 17 November 2011, Surat Tanda Registrasi (STR) dr. Boyke dicabut. Pihak Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) menyatakan, pencabutan STR tersebut disebabkan adanya pelanggaran disiplin kedokteran. Akibat dari pembekuan STR tadi, semestinya dr. Boyke tidak bisa praktek selama 6 bulan. (Sumber: DetikHealth)

Dr Boyke sendiri sudah menjelaskan kronologisnya.  Kejadiannya berawal di tahun 2008, seorang pasien datang ke kliniknya di daerah Tebet. Si pasien ini sudah kemana-mana mencari dr. Boyke dan akhirnya bertemu di Klinik Pasutri ini. Karena Klinik pasutri belum mengantungi izin praktek, maka dr. Boyke merujuk pasien tadi ke rumah sakit di kawasan Gandaria, Jakarta. Alasannya, di rumah sakit ini ada kerabat dr. Boyke, sehingga diharapkan dr. Boyke bisa mendampingi selama operasi berlangsung. Operasi yang dilakukan untuk pengangkatan kista, myom dan menangani perlengketan usus (karena sudah 2 kali operasi) dilakukan oleh tim dokter dari rumah sakit tersebut,  dan dr. Boyke ikut mendampingi .

Operasi berjalan dengan lancar dan tugas dr. Boyke sudah selesai mendampingi operasi tadi. Tidak diduga kondisi si pasien memburuk.  Sebagai yang merujuk rumah sakit, dr. Boyke menyarankan untuk pindah ke RSPI, usus pasien tadi harus diangkat. Hingga kini kondisinya sudah sembuh dan sehat. Setelah 1,5 tahun kemudian, ternyata anak dari pasien tadi melaporkan kasus ini ke MKDKI, katanya untuk memberi pelajaran pada dr. Boyke supaya lebih care dalam menangani pasien. Menurut dr. Boyke, itu karena mungkin dulu dia sering pergi-pergi. Menurutnya juga, dia hanya merujuk saja dan yang operasi ada tim yang lain.

Sebetulnya, menurut dr. Boyke,  kesalahan terberat itu karena surat izin praktik di klinik Pasutri miliknya belum keluar, tapi ia sudah praktik. Lamanya keluar izin tadi disebabkan  kebijakan Pemda DKI yang menyebut perumahan tidak boleh dijadikan tempat usaha/praktek. Akibat prosedur yang kepanjangan akhirnya dia lalai mengurus surat-surat tadi. Dan akhirnya setelah 3,5 tahun kasus ini bergulir, keluarlah keputusan dr Boyke direkomendasikan akan dibekukan STRnya.

[caption id="attachment_150083" align="aligncenter" width="640" caption="ilustrasi/admin/shutterstock"][/caption]

Pembekuan atau pencabutan surat izin dan atau surat registrasi memang tidak melulu disebabkan karena kasus malpraktek, seperti yang terjadi beberapa bulan lalu di Medan, seorang dokter berinisial BB (58) yang akan dicabut izin prakteknya oleh IDI Medan karena kasus penjualan bayi. Bisa juga pembekuan atau pencabutan izin tadi disebabkan karena pelanggaran kedisiplinan, seperti dr. Boyke tadi. Adapun beberapa pelanggaran kedisiplinan ini termasuk diantaranya:

  • bersikap dan berperilaku buruk
  • kurang berkomitmen terhadap kewajiban klinis
  • memiliki masalah dalam hal kompetensi
  • tidak jujur
  • berkaitan dengan masalah seksual
  • memiliki masalah komunikasi dengan sejawatnya

Apabila ada satu dari hal tadi dilakukan oleh dokter, atau dokter gigi, dapat dikenakan sanksi disiplin berupa peringatan tertulis, pencabutan izin registrasi dan SIP, atau kewajiban untuk mengikuti pendidikan kembali.

Sedikit bercerita, teman saya mempunyai seorang adik yang paru-parunya terkena infeksi. Selama setahun lebih dia batuk dan setelah didiagnosa, paru-parunya berisi cairan dan harus disedot. Penyedotan yang pertama berlangsung di sebuah rumah sakit di luar kota dan sudah dapat mengurangi penderitaan si pasien. Air di paru-paru sudah terbuang. Beberapa bulan kemudian, kembali paru-parunya terisi air, sampai-sampai si pasien susah berjalan dikarenakan kakinya ikut membengkak. Menilik pengalaman pertama, si kakak membawa pasien tadi ke rumah sakit di kotanya. Rumah sakit tadi menolak dengan alasan tidak ada rujukan dari dokter untuk melakukan tindakan penyedotan. Akhirnya, si adik ditinggal dipulangkan ke rumah, sementara kakaknya menuju ke dokter L (sebut saja begitu) yang dikenal ahli mengenai paru-paru. di tempat praktek dokter L, permintaan rujukan tadi ditolak karena si pasien tidak dihadirkan. Maka si kakak kembali ke rumah untuk membawa adiknya ke dokter L. Sesampainya di tempat praktek dokter L, pasien yang sudah susah jalan tadi diminta menunggu antrian. Karena antrian panjang, si kakak meminta ijin untuk didahulukan. Tanpa disangka, dokter L tadi keluar ruang praktek dan berbicara dengan keras, didepan semua pasien yang ada. Intinya, dia menyatakan kalau si pasien tadi sudah tidak tertolong, umurnya cuma sebentar lagi. Jadi dia tidak mau mendahulukan si adik dan malah menyuruhnya pulang.

Sangat disayangkan memang ucapan dokter tadi. Si kakak merasa tersinggung dan marah diperlakukan seperti itu.  Mungkin benar kalau si pasien tadi sudah tak tertolong. Mungkin benar kalau semua usaha mereka akan sia-sia. Dan memang pada akhirnya si adik pun meninggal dunia. Adalah etika yang kemudian menjadikan hal ini sebagai suatu hal yang amat disayangkan terjadi. Perilaku buruk dari dokter tadi bisa dijadikan dasar pencabutan izinnya.

Semoga kisah ini hanya segelintir kecil dari wajah kedokteran kita. Masih banyak prestasi dari kedokteran kita yang patut dibanggakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun