"Tepat sekali!" seru Ustadz Harun. "Shalat lima waktu, itu perintah. Terkadang badan malas, tapi kita bersabar untuk tetap mendirikannya. Berbakti pada orang tua, itu perintah. Terkadang hati ingin membantah, tapi kita bersabar untuk menahan lidah dan tetap berkata lemah lembut. Menuntut ilmu, seperti yang kau lakukan, juga perintah. Kegagalan dalam ujian adalah 'batu keras' yang harus kau pecahkan dengan kesabaran. Jangan berhenti menggali, Nak."
Beberapa tahun kemudian, Farid yang kini telah sukses menjadi seorang guru, kembali mengunjungi bukit itu. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukit batu yang dulu gersang, kini hijau oleh rindangnya puluhan pohon kurma muda. Buahnya kecil-kecil belum banyak, tetapi kehadirannya adalah bukti yang nyata.
Ustadz Harun yang kini rambutnya telah memutih seluruhnya, menyambutnya dengan hangat.
"Lihatlah, Ustadz! Pohon-pohonnya tumbuh!" kata Farid dengan mata berkaca-kaca.
Ustadz Harun mengangguk, senyumnya penuh ketenangan. "Alhamdulillah. Ini adalah buah dari kesabaran. Allah tidak pernah menyia-nyiakan kesabaran seorang hamba. Lihat, kurma-kurma ini mungkin kecil, tapi rasanya sangat manis, karena ia disirami dengan keringat dan kesabaran."
Dia memandang Farid. "Kegagalanmu dulu, Nak, adalah 'lubang galian' pertama yang penuh batu. Kau bersabar, terus 'menggali' dengan belajar, dan kini Allah tunjukkan hasilnya. Kau menjadi guru yang membagikan ilmu. Itulah kurmamu."
Farid akhirnya paham. Sabar dalam menjalankan perintah Allah bukanlah pasif menunggu. Tapi aktif berusaha dengan hati yang tawakal, percaya bahwa setiap kesulitan yang dihadapi dengan sabar di jalan-Nya, akan berubah menjadi ke manisan pahala dan keberkahan yang tak terduga, bagaikan kebun kurma yang tumbuh subur di atas bukit batu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI