Mohon tunggu...
Reza Maulana Jibran Subakti
Reza Maulana Jibran Subakti Mohon Tunggu... Pelajar

Hai, hobi saya belajar dan bermain, belajarnya kadang kadang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebun Kurma di Atas Bukit Batu

25 September 2025   20:18 Diperbarui: 25 September 2025   20:18 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa yang kering dan tandus, hiduplah seorang petani tua bernama Ustadz Harun. Tanahnya tidak seperti tanah subur di lembah; tanahnya adalah sebidang bukit berbatu yang keras. Namun, Ustadz Harun memiliki impian yang bagi orang lain terlihat mustahil: menanam kebun kurma.

Suatu sore, seorang pemuda bernama Farid yang sedang dilanda kegalauan datang mengunjunginya. Farid baru saja gagal dalam ujian yang ia persiapkan bertahun-tahun. Hatinya penuh dengan kekecewaan dan rasa putus asa.

Dia mendapati Ustadz Harun sedang bersusah payah menggali lubang di antara bebatuan dengan cangkulnya yang sudah tua. Keringatnya bercucuran membasahi tanah.

"Assalamu'alaikum, Ustadz," sapa Farid.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah, Nak Farid. Silakan duduk," jawab Ustadz Harun dengan senyum lapang, meski napasnya terengah.

Farid duduk di sebuah batu besar. "Ustadz, boleh saya tahu, untuk apa Anda bersusah payah seperti ini? Bukankah menanam kurma di bukit batu ini seperti hendak menggarap lahan yang tak mungkin berbuah?"

Ustadz Harun berhenti sejenak, menyandarkan cangkulnya. Matanya yang bijak memandang Farid. "Allah SWT memerintahkan kita untuk beramal saleh, Nak. Dan menanam pohon adalah salah satu amal yang pahalanya terus mengalir. Ini perintah-Nya, dan kewajiban hamba-Nya adalah menjalankannya dengan ikhlas dan sabar."

"Tapi, Ustadz, lihatlah tanah ini! Keras dan berbatu. Butuh berapa lama untuk satu pohon saja bisa tumbuh? Apakah Ustadz tidak merasa lelah dan hampir menyerah?"

Ustadz Harun duduk di samping Farid. "Setiap kali aku menggali dan cangkulku membentur batu, aku ingat firman Allah: *'Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.'* (QS. Al-Baqarah: 153). Kesabaran itu bukan berarti tidak merasakan lelah, Nak. Tapi tentang tetap melanjutkan meski lelah itu ada."

Dia mengambil segenggam tanah kering. "Lihat tanah ini. Ia terlihat tak bernyawa. Tapi aku yakin, di dalamnya ada berkah yang Allah simpan untuk orang yang bersungguh-sungguh dan sabar. Aku hanya bertugas untuk *bersabar dalam menjalankan perintah-Nya*, yaitu berusaha. Soal hasil, itu sepenuhnya kuasa-Nya. Mungkin kurmaku tidak akan sebesar kurma di lembah yang subur, tapi di mata Allah, nilai kesabaranku mungkin lebih berharga."

Farid terdiam, merenungkan kata-kata itu. "Jadi, sabar dalam menjalankan perintah Allah itu seperti Ustadz menggali ini? Tetap memegang cangkul, meski tangan kapalan dan batu menghadang?"

"Tepat sekali!" seru Ustadz Harun. "Shalat lima waktu, itu perintah. Terkadang badan malas, tapi kita bersabar untuk tetap mendirikannya. Berbakti pada orang tua, itu perintah. Terkadang hati ingin membantah, tapi kita bersabar untuk menahan lidah dan tetap berkata lemah lembut. Menuntut ilmu, seperti yang kau lakukan, juga perintah. Kegagalan dalam ujian adalah 'batu keras' yang harus kau pecahkan dengan kesabaran. Jangan berhenti menggali, Nak."

Beberapa tahun kemudian, Farid yang kini telah sukses menjadi seorang guru, kembali mengunjungi bukit itu. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukit batu yang dulu gersang, kini hijau oleh rindangnya puluhan pohon kurma muda. Buahnya kecil-kecil belum banyak, tetapi kehadirannya adalah bukti yang nyata.

Ustadz Harun yang kini rambutnya telah memutih seluruhnya, menyambutnya dengan hangat.

"Lihatlah, Ustadz! Pohon-pohonnya tumbuh!" kata Farid dengan mata berkaca-kaca.

Ustadz Harun mengangguk, senyumnya penuh ketenangan. "Alhamdulillah. Ini adalah buah dari kesabaran. Allah tidak pernah menyia-nyiakan kesabaran seorang hamba. Lihat, kurma-kurma ini mungkin kecil, tapi rasanya sangat manis, karena ia disirami dengan keringat dan kesabaran."

Dia memandang Farid. "Kegagalanmu dulu, Nak, adalah 'lubang galian' pertama yang penuh batu. Kau bersabar, terus 'menggali' dengan belajar, dan kini Allah tunjukkan hasilnya. Kau menjadi guru yang membagikan ilmu. Itulah kurmamu."

Farid akhirnya paham. Sabar dalam menjalankan perintah Allah bukanlah pasif menunggu. Tapi aktif berusaha dengan hati yang tawakal, percaya bahwa setiap kesulitan yang dihadapi dengan sabar di jalan-Nya, akan berubah menjadi ke manisan pahala dan keberkahan yang tak terduga, bagaikan kebun kurma yang tumbuh subur di atas bukit batu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun