"Setiap kue punya resep. Tapi jika adonannya tak pernah sampai ke dapur orang yang lapar, kita harus menanyakan ulang siapa yang membuat kue itu dan untuk siapa dipanggang."
Sejak era reformasi, dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua telah mengucur triliunan rupiah ke Tanah Papua. Di atas kertas, ini merupakan afirmasi politik dan ekonomi dari negara kepada wilayah yang telah lama terpinggirkan. Tapi di balik aliran dana jumbo itu, suara-suara dari akar rumput kerap bertanya: "Kenapa kami masih miskin?" atau "Kue itu dibagi untuk siapa sebenarnya?"
Pertanyaan serupa pernah ditanyakan oleh Helmi Yahya kepada Politikus Papua Yoris Raweyai di kanal YouTube Helmi Yahya Bicara.
Di sinilah ide Universal Basic Income (UBI) layak dipertimbangkan sebagai komposisi baru dalam adonan "kue otsus". Dalam konteks Papua, UBI bukan hanya skema ekonomi, tapi bentuk rekognisi politik terhadap martabat Orang Asli Papua (OAP) yang kerap menjadi penonton dalam pembangunan di atas tanahnya sendiri.Â
Bahkan Helmi Yahya juga sempat mengajukan ide UBI kepada Yoris dalam perbincangan di kanal YouTube- nya tersebut.
Kue Otsus: Mengembang Tapi Tidak Merata
Menurut data Kementerian Keuangan, dana Otsus Papua sejak 2002 hingga 2024 telah mencapai lebih dari Rp 138 triliun. Sayangnya, berbagai laporan BPK dan studi independen menunjukkan bahwa dana ini seringkali "mengendap" di kas daerah, tidak terserap maksimal, atau bahkan tersesat dalam labirin korupsi dan birokrasi.
Sementara itu, indeks kemiskinan Papua dan Papua Barat tetap berada di atas rata-rata nasional. Masalah-masalah struktural seperti minimnya layanan kesehatan, pendidikan yang timpang, dan pengangguran pemuda Papua masih menjadi pemandangan sehari-hari. Ada yang menyebut ini sebagai kegagalan desain kebijakan. Tapi bisa jadi, ini juga soal distribusi yang tidak inklusif.
UBI Bisa Jadi Alternatif dari Distribusi Bertingkat ke Distribusi Langsung
Universal Basic Income adalah skema distribusi pendapatan yang memberikan sejumlah uang tunai secara berkala kepada seluruh warga negara---atau dalam konteks Otsus, kepada seluruh Orang Asli Papua---tanpa syarat. Tujuannya bukan sekadar mengurangi kemiskinan, tapi juga memberi daya tawar, otonomi individu, dan mengurangi ketergantungan pada birokrasi yang seringkali tidak efisien.
UBI telah diuji coba di banyak negara, dari Finlandia hingga Kenya. Hasilnya, penerima UBI bukan menjadi malas seperti yang dikhawatirkan banyak pihak, tapi justru menunjukkan peningkatan kesehatan mental, kestabilan sosial, dan inisiatif wirausaha.
Jika dana Otsus selama ini lebih banyak disalurkan dalam bentuk proyek, pembangunan fisik, atau bantuan berjenjang yang rawan bocor, maka UBI adalah bentuk distribusi langsung, transparan, dan sulit dimanipulasi.