Selama beberapa minggu terakhir, dilaporkan bahwa perang mungkin pecah antara Rusia dan Ukraina. Berita Rusia yang sudah memobilisasi lebih dari 100.000 tentara ke perbatasan Ukraina menjadi headline di berbagai portal berita.
Ini bukan ketegangan lintas batas antara dua negara. Ada ancaman literal kalau Rusia mungkin ingin menginvasi Ukraina. Artinya akan mengambil kembali kendali atas Ukraina. Ukraina mungkin tidak ada lagi di peta karena sudah berganti nama.Â
AS dan NATO telah memperingatkan Rusia, jika memilih untuk melakukannya, tindakan tegas akan diambil terhadap Rusia.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan kepada CNN, "Jika menyerang Ukraina, akan ada konsekuensi yang parah."
Sebaliknya China malah menunjukkan dukungan kepada Rusia dalam masalah ini. Kementerian Luar Negeri China menyatakan, Presiden Xi Jinping sudah menelpon Presiden Rusia Vladimir Putin, dan mengatakan bahwa Moskow dapat menekan pihak lain secara politik untuk berkoordinasi dalam penyelesaian krisis itu. "Presiden menyebut apa yang terjadi di Ukraina sebagai situasi yang sepertinya tiba-tiba, memiliki elemen yang tak terelakkan," bunyi siaran pers Kemenlu China, seperti dikutip Reuters, Selasa (4/3/2014).
Ini berarti bahwa semua negara besar, terbagi ke dalam dua blokade seperti masa perang dingin. Juga dikatakan bahwa kalau Rusia menyatakan perang, akan meningkatkan kemungkinan pecahnya Perang Dunia III.
NATO khawatir tentang pembangunan militer Rusia. Bagaimana tidak, sudah berminggu-minggu Rusia mengumpulkan pasukan dan tank di sepanjang perbatasan Ukraina. "NATO akan terus mendukung keutuhan teritorial dan kedaulatan Ukraina," tutur seorang juru bicara NATO kepada harian Jerman, Welt. "Kami tetap waspada dan memantau situasinya dengan seksama," imbuhnya.
Mendapat tekanan seperti itu, Pasukan Ukraina tidak tinggal diam dan sudah bersiaga untuk menghantam pasukan Rusia jika melintasi perbatasan.
Latar Belakang
Untuk memahami masalah ini dengan lebih baik, kita perlu mempelajari sejarah Rusia dan Ukraina. Kebanyakan orang memulainya pada tahun 1991. Tahun ketika Uni Soviet atau Uni Soviet pecah menjadi 15 negara. Negara terbesarnya adalah Rusia. Saat itu Ukraina masih menjadi bagian dari Uni Soviet, dan baru merdeka setelah 1991.
Mungkin ada yang berpikir kalau cerita ini mirip dengan Indonesia-Timor Leste. Karena sebelum tahun 1999, Indonesia dan Timor Leste masih merupakan satu negara. Karenanya, mungkin ada yang menyimpulkan kalau tidaklah salah jika Ukraina dan Rusia bergabung kembali. Tapi ini bukan perbandingan yang tepat.