Rasa terisolasi dan sendirian dalam kurun waktu lama bisa menjadi tekanan bagi diri sendiri, dalam hal memiliki rasa kesepian. Meski dalam kondisi yang tidak sibuk, pengurangan aktivitas dan interaksi dengan dunia luar, dapat menyebabkan stres. Dengan adanya media sosial atau teknologi digital, sebagai wadah interaksi virtual untuk kabar kabari, hanya memberikan efek refreshing sementara dan bersifat semu. Maka rasa kesepian cenderung menghinggapi bagi sebagian orang.
Dengan adanya libur yang cukup panjang, orang seakan mendapat 'obat' dari kesepian dan hambarnya interaksi virtual. Liburan dianggap seperti gerbang yang terbuka lebar, yang memberikan kebebasan orang untuk keluar dari gerbang tersebut. Sebagian orang yang melakukan liburan malah ada yang menambah dengan mengajukan cuti tambahan, sehingga semakin panjanglah waktu liburannya.
Rasa takut orang untuk bepergian dikalahkan dengan magnet liburan panjang. Dengan banyaknya orang berwisata baik menggunakan kendaraan pribadi maupun dengan transportasi umum seperti pesawat terbang. Ini menunjukkan bahwa orang ingin keluar dari rasa kesepian. Hindari kesepian dan juga untuk menghindari efek depresi, dilakukan dengan melakukan pergerakan transport, baik hanya sekedar bertemu keluarga, bebepergian dengan teman bahkan juga tamasya.Â
Dengan tingginya lalu lintas kendaraan yang menggunakan tol, juga dengan ramainya lalu lalang orang di bandara Soekarno Hatta dan Ngurah Rai, menunjukkan, bahwa refreshing dan liburan sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok. Pangan, sandang, papan dan aktualisasi diri. Dan  sejenak, mereka sebagai manusia kembali ke khithoh sebagai makhluk sosial yang jauh dari kesepian.
Jakarta, Adaptasi, 5 November 2020