Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Fasilitator, penulis dan penggerak literasi. Mengelola inisiatif literasi, pengembangan kapasitas diri dan perpustakaan anak. Surel dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kenangan Malam Sakura di Jayapura

24 November 2021   05:09 Diperbarui: 14 Desember 2021   08:39 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sakura. (pixabay.com/meguraw645)

Ada banyak kelucuan dan kecerdasan untuk menyiasati kesulitan hidup saat bersekolah dan ia harus membantu di dapur asrama, seperti yang dikisahkan sang penulis dalam cerita tentang kaleng susu "sebelum susu dalam kaleng habis tuntas tertuang ke dalam belanga, kau harus pintar berpura -- pura menggoyang kaleng itu, pertanda sudah kosong. 

Walau masih banyak susunya yang lengket dan menempel di tepian kaleng. Kau harus melatih diri untuk memiliki keterampilan ini. Berpura -- pura di depan puluhan pasang mata yang sedang menatap kaleng yang sama. Kau harus membiasakan diri tentang dalam suasana tegang ini. Melatih saraf baja." Dengan begitu, kaleng yang masih ada isinya itu, ia akan bikin seolah sudah kosong, dan itulah cara ia bisa menikmati susu yang lebih agar menyehatkan tubuhnya.

Pada banyak bagian, tulisan ini semacam memotivasi para pembaca untuk selalu mencoba, di salah satu tulisan itu, penulis mengangkat kisahnya ketika ia mengikuti sebuah kelompok band, dan ia pun memilih memainkan drum, di mana ia merasa "aku kadang melakukan kesalahan mengikuti irama secara tepat. 

"Belum pas ketukannya." Apapun kemahiran atau hobi yang kau miliki, jangan segan untuk mencobanya. Meskipun awalnya salah, lama -- kelamaan kau juga bisa."

Atau juga pesannya tentang perjuangan untuk menyelesaikan skripsi yang rasanya begitu sulit dan rumit. Bukan karena proses atau penguasaan materi mata kuliah, melainkan disiplin diri. 

Dalam lingkungan yang tak membangun disiplin, kita harus berjuang sendiri untuk bertahan dan keluar sebagai pemenang. Dan itu artinya, demi masa depan, jangan sampai kita putus kuliah. 

Hidup ini seperti permainan kartu, kita harus punya kartu yang kuat untuk dimainkan. Karena semangat dan doa saja tidaklah cukup. Kita harus melengkapi diri dengan pengetahuan yang luas. Dan tentu, disiplin yang tinggi sebagai dasarnya.

Tak kalah menggugah adalah sebuah kesadaran pada penulis, ketika ia menceritakan pengalamannya tes beasiswa ke Filipina, di mana pada kali pertama mencoba, tidak ada satupun peserta yang dari Papua, lulus. 

Dari sini, kita juga bisa punya gambaran, mahasiswa -- mahasiswa Papua di pertengahan tahun 1970an yang mencoba beasiswa ke luar negeri, apa saja syarat yang harus mereka tempuh, kendala apa yang akan mereka hadapi dan apakah mereka mendapat keringanan syarat yang jauh lebih mudah,hanya karena mereka dari Papua (seperti yang sekarang ini)?

Dua tahun berikutnya, mereka diberikan kesempatan mengikuti ujian masuk sekali lagi. 

Dari lima kandidat, yang berangkat ke Jakarta untuk tes dengan puluhan atau mungkin ratusan peserta lainnya dari seluruh Indonesia, hanya dua di antara mereka yang dari Papua yang lulus, sehingga bersama Louis Kambuaya, enam orang dari Indonesia akhirnya bersekolah di Asian Institute of Management-Manila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun