Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menulis Seumur Hidup: Kisah Bapak C. Akwan

17 April 2021   11:06 Diperbarui: 26 Oktober 2024   07:50 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani" karya saya diterbitkan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978. Dan oleh Departemen PDK Nasional di Jakarta, dicetak ulang sebanyak 500 ribu eksemplar---masuk dalam penerbitan suatu proyek INPRES--dan disebarkan ke berbagai SD di Indonesia"

Saya belajar menulis pertama kali di Sekolah Sambungan Putra berasrama di Miei, Wondama, tahun 1958. Sekolah ini sambungan Sekolah Rakyat Kampung Tiga Tahun dan menerima murid-murid berusia paling kurang dua belas tahun dari berbagai daerah yang lulus ujian masuk. Kecuali seorang guru Papua yang mengajar bahasa Melayu, ketiga guru lainnya dari sekolah itu adalah tiga laki-laki Belanda, ada yang lajang ada yang berkeluarga.

Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar di sekolah itu. Tuan L. van de Graaf, salah seorang guru Belanda itu, mengajar kami, murid kelas empat, menulis dalam bahasa Belanda elementer.

Dia menunjukkan suatu gambar berwarna tentang sepasang suami-isteri petani bunga di Belanda yang bunga-bunganya dimakan seekor kambing. Kami diminta menulis sebuah cerita memakai imajinasi kami tentang gambar itu.

Pelajaran menulis ini diteruskan ke tingkat SMP di Manokwari pada zaman Belanda, diteruskan zaman Indonesia ke SMA Gabungan di Jayapura.

Pengajar menulis zaman itu adalah guru-guru Belanda dan Indonesia. Setamat SMA, saya sering menyumbang artikel ke Harian Tjendrawasih dan Mingguan Teropong tahun 1967-1970, kedua-duanya terbit di Sukarnapura, Jayapura masa kini.

Setamat SMA, saya sering menyumbang artikel ke Harian Tjendrawasih dan Mingguan Teropong tahun 1967-1970, kedua-duanya terbit di Sukarnapura, Jayapura masa kini.

Pelajaran menulis ditingkatkan ketika saya kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Satya Wacana (UKSW) di Salatiga, Jawa Tengah, tahun 1970-an, diajari terutama oleh dosen-dosen native speaker dari Amerika.

Berfoto bersama 10 peserta Lokarya Teater Kontemporer di Quezon City, Manila, April-Mei 1980. (Sumber C. Akwan)
Berfoto bersama 10 peserta Lokarya Teater Kontemporer di Quezon City, Manila, April-Mei 1980. (Sumber C. Akwan)

Pelajaran menulis dalam bahasa Inggris mencakup penulisan komposisi, esai, makalah ilmiah, dan skripsi. Majalah Morning Star terbitan mahasiswa bahasa dan sastra Inggris UKSW menjadi salah satu sarana menulis bagi saya. Sarana lain adalah Topchords, majalah musik pop terbitan Salatiga dari pertengahan tahun 1970-an hingga awal 1980-an. Sejumlah mahasiswa, termasuk saya, dan alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UKSW berperan sebagai pimpinan dan anggota redaksi majalah ini.

Sesudah menguasai seluk-beluk penulisan esai dan makalah ilmiah, saya menerbitkan tiga esai dalam Basis, majalah kebudayaan terbitan Yogyakarta, dan beberapa majalah bulanan terbitan Jakarta.

Sementara mengerjakan skripsi, saya dan seorang teman kuliah, Johanes Lamarto, dikirim UKSW mengikuti suatu lokakarya penulisan cerpen untuk anak-anak selama enam hari di BPK Gunung Mulia, Jakarta, tahun 1977. Lokakarya itu diajari seorang profesor ahli komunikasi dari Universitas Kota New York, AS. 

Cerita pendek saya, hasil lokakarya itu yang berjudul "Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani" diterbitkan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978

Cerita pendek saya, hasil lokakarya itu yang berjudul "Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani" diterbitkan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978. Kemudian, hak cipta cerpen itu dipegang Departemen PDK Nasional di Jakarta, dicetak ulang sebanyak 500 ribu eksemplar---masuk dalam penerbitan suatu proyek INSTRUKSI PRESIDEN (INPRES)-dan disebarkan ke berbagai SD di Indonesia.

Buku Yanes, sumber koleksi D. Rifanto
Buku Yanes, sumber koleksi D. Rifanto

Salah satu tokoh idola saya masa sekolah di SMP dan SMA adalah Karl May, ia penulis kisah petualangan tenar asal Jerman. Pasca kuliah dan bekerja, salah seorang penulis favorit saya untuk buku-buku ilmiah bagi orang awam, adalah Dr Michio Kaku, seorang profesor ilmu fisika teoritis dari AS keturunan Jepang.

Dia mempopulerkan kepada pembaca internasional sebuah konsep ilmu fisika teoritis abad ke-20 dan abad ke-21 tentang ruang hiper, ruang dengan dimensi tambahan di luar dunia tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi atau dalam) yang kita alami sehari-hari.

**

Ditawan Naga diterbitkan oleh penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta. Penerbit ini salah satu yang tertua di Indonesia, menerbitkan buku-buku tentang agama Kristen dan agama-agama lainnya juga buku-buku non-religius, seperti buku pelajaran, ilmu pengetahuan, kebudayaan, seni, dan sastra. Untuk penerbitan umum, BPK punya desk khusus. Ditawan Naga diterbitkan BPK desk khusus ini.

Sekitar 1989, saya diminta secara tertulis oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, menyumbang cerita rakyat dari Irian Jaya untuk diterbitkan. Saya memilih lima cerita rakyat dari beberapa daerah di Irian Jaya bagian Utara, menceritakannya kembali, dan mengirimkannya setahun kemudian kepada BPK desk umum, waktu itu dikepalai Pak Hengkie Kote. BPK lalu menambah ilustrasi dan memberi buku itu judul Ditawan Naga, diterbitkan 1991.

Mempersiapkan koleksi pribadi itu--buku, fotokopi buku pinjaman, catatan dari buku/majalah kepustakaan umum--memakan waktu berbulan-bulan. Proses menulis kembali kelima cerita rakyat dalam Ditawan Naga pun berbulan-bulan.

Dari kelima cerita rakyat itu, saya dengar sebagian cerita tentang Kweku Tsin dan Roponggai diceritakan padaku pada masa kanak-kanak. Tiga cerita rakyat lainnya dan cerita lengkap Kweku Tsin dan Roponggai diperoleh masing-masing dari dua buku berbeda. Satu buku lagi tentang antrpologi-budaya memuat Roponggai ditambah penjelasan antropologis.

Saya ingin memperjelas makna "naga" dalam mitologi khususnya penduduk Roon-Wondama-Windesi, Biak-Numfor, dan Yapen-Waropen di Teluk Cendrawasih. Naga dalam cerita rakyat itu bisa juga berarti ular raksasa. Cerita rakyat mereka tentang Roponggai berkaitan; mereka percaya ular naga penyebab gempa bumi.

Di masa purba, ular naga yang sangat besar dan buas menimbulkan kehancuran dahsyat. Bencana itu begitu dahsyat sehingga ia membentuk Teluk Cendrawasih. Dalam bahasa modern, ular naga atau ular sangat besar itu adalah gempa bumi sangat dahsyat yang menewaskan banyak orang.

Mereka yang menyintas kemudian mengikat naga itu dengan rantai raksasa jauh di dalam perut bumi. Selama dikekang, manusia bebas dari kehancuran karena gempa bumi. Tapi sewaktu-waktu, naga yang dikekang itu bergerak, timbullah gempa bumi.

Gempa bumi sangat besar timbul kalau naga itu memutuskan rantai pengekangnya dan menggerakkan punggung dan bagian lain tubuhnya. Penduduk di permukaan bumi menderita sekali karena kehancuran hebat yang ditimbulkannya.

Dari segi pemaknaan, naga atau ular raksasa dalam mitologi Papua melambangkan hidup, seperti kemudaan, gairah, kelicikan, dan maut karena kehancuran dan kesementaraan hidup manusia.

Supaya ceritanya realistis, penelitian kepustakaan tentang lokasi, perilaku budaya, kebudayaan material, kepercayaan tradisional, pandangan dunia, dan watak penduduk tradisional dilakukan untuk memahami aspek-aspek budaya tadi.

Diksi dalam kisah -- kisah yang saya tulis dalam buku Ditawan Naga, semisal kisah Tant Mesinc, dibentuk di antaranya oleh kata-kata dekriptif yang konkrit begitu rupa sehingga kisahnya membentuk gambaran mental yang bisa ditanggapi pancaindera.

Diksi seperti ini berisi kata-kata yang artinya tepat bagi pembaca. Ini misalnya untuk menulis kedatangan keluarga Tant Mesinc saya mengambarkannya dalam tulisan ....."Suatu upacara sambutan tampak ketika mereka memasuki rumah. Wanita -- wanita dan kaum lelaki, tua dan muda, duduk belunjur, mendeprok, bertinggung, berceratuk dan bersila dalam dua deretan yang saling berhadapan dan memanjang ke arah dapur -- hal 28".

Atau untuk menggambarkan suasana ketika pepohonan kelapa diterpa angin.."dedaunan pohon -- pohon kelapa di pantai dan pepohonan tinggi lain melampai -- lampai, melayah, berdenyit, berkerisik, berciut -- ciut, dan berkerisut...Rumah -- rumah yang diterpa langsung oleh desut angin kencang berguncang, berderik --derik, berdegar- degar -- hal 39"

**

Buku berisi cerita-cerita rakyat Irian Jaya dalam bahasa Indonesia terakhir yang saya ikuti ialah terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980-an. Facebook grup Literasi Papua memuat contoh-contoh cerita rakyat Papua terbitan masa kini tapi saya belum membacanya.Buku cerita rakyat Irian Jaya dalam bahasa Belanda dan Inggris terakhir saya baca awal tahun 2000-an. Selanjutnya, saya masih membaca cerita-cerita rakyat Papua online.

Jadwal khusus meminjam dan membaca buku pinjaman dari perpustakaan umum, seperti perpustakaan Erasmus Huis dari Kedubes Belanda di Jakarta, memang ada. Buku perpustakaan tersebut boleh dipinjam selama beberapa hari, hal ini mengakibatkan saya sebagai peminjam buku harus menjadwalkan waktu membaca dan mengembalikan buku itu di akhir hari pinjaman. Tapi membaca perpustakaan pribadi, termasuk bacaan dari internet, bagiku sangat sering tidak diatur oleh jadwal tertentu tapi didorong oleh kebiasaan atau kegemaran membaca. Saya membaca kapan pun ada waktu lowong, waktu di luar urusan rumah tangga dan kesibukan pribadi lainnya dan waktu untuk istirahat/tidur, makan-minum, dan olahraga.

Ada rencana menerbitkan beberapa buku dan menawarkan naskahnya pada penerbit yang baik. Sejauh ini, sudah ada satu penerbit yang bersedia. Naskah-naskah buku itu mencakup sebuah novel fiktif berbentuk catatan harian berjudul "Gadis Jepang Impianku", kompilasi cerita-cerita rakyat Tanah Papua dengan judul seperti "Great Folktales from West Papua", suatu pedoman menulis lirik lagu yang lebih baik berjudul "Menulis Lirik yang Lebih Baik", juga kisah penyintasan tiga anggota tentara AS selama 47 hari di Lembah Baliem tahun 1944 semasa PD II di Nugini Belanda berjudul sementara "Menyintas Selama 47 Hari di Lembah Baliem 1944", dan lain-lain.

**

Menulis dilakukan orang yang gemar menulis. Mereka didorong untuk menulis karena mereka ingin berbagi pengetahuan dan keahlian yang menurutnya bermakna bagj pembacanya. Mereka bahagia kalau tulisannya membuka pikiran, memberi wawasan, ilham, pencerahan, manfaat praktis, perubahan hidup, dan hal-hal positif lainnya bagi pembaca karyanya. Saya tergolong kepada penulis-penulis ini.

Kalau mau menjadi penulis, terutama penulis yang terkenal, jadilah penggemar seni menulis, kuasailah seluk-beluk menulis yang baik dan benar. Rajinlah membaca tentang dan mendengarkan serta mengamati lingkungan hidup di sekitarmu yang memberi bahan dan ilham tulisanmu dan membentuk lingkungan pergaulanmu. Kuasailah bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya satu bahasa asing dengan baik dan benar.

Tunjukkanlah gairah atau passion seumur hidup pada seni menulis. Pertajamlah pancainderamu demi mempersepsi lingkungan hidupmu lebih baik dari orang lain. Persepsi yang akan membuat ceritamu menarik secara khusus bagi pembacamu yang sebelumnya tidak menyadari realitas itu.

Untuk mendapat tuntunan rohani atau "gaib (mistikal)", alihkanlah akal budimu ke dalam alam bawah sadarmu dan lihatlah tuntunan alam bawah sadarmu dengan mata ketiga, dan dengarkanlah tuntunan itu dengan telinga ketiga. Menerapkan semua saran ini akan membuat Anda penulis yang digemari, populer, dihormati banyak pembaca.

Ada sangat banyak bahan cerita yang menunggu untuk diubah menjadi mutiara cerita yang indah di Tanah Papua. Itu mencakup cerita rakyat, legenda, bahan penelitian ilmiah, bahan tulisan sastra, bahan laporan atau tulisan berita, kejadian-kejadian menarik atau dramatis yang bisa menghasilkan laporan berita atau karya sastra yang bisa menarik jutaan pembaca.

Daya tarik Tanah Papua lewat bahan ceritanya yang secara khusus dibentuk oleh sejarah konflik selama lebih dari lima puluh tahun dan kerumitan yang berkembang dari konflik itu akan menghasilkan tulisan-tulisan sangat menarik. Generasi penulis muda Papua masa kini bisa menghasilkan karya-karya hebat dari bahan-bahan cerita tadi. 

**

Catatan : C. Akwan lahir di Sentani, 9 Januari 1946.

Memperoleh gelar sarjana Bahasa Inggris pada tahun 1979 dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Antara Oktober 1980 -- Januari 1981, mengajar pada Intensive English Course (IEC) dan sejak Januari 1982, mengajar pada INCO English Course di Jakarta. Ia mengikuti berbagai kegiatan kepemudaan dan kemahasiswaan antara lain :

Memimpin paduan suara pemuda gerejawi di Jayapura (1964) dan Salatiga (1971-1980) ; menjadi anggota redaksi majalah music Topchords terbitan Salatiga (1977-1980)

Menjadi anggota dari Pusat Komunikasi Antar Budaya (PKAB) Satya Wacana (1975 -- 1978) dan anggota redaksi majalah bulanan Warta Satya Wacana (1978 -- 1980)

Menjadi salah seorang wakil dari perguruan dalam program East Asia Student Encounter (EASE) yang diselenggarakan oleh Universitas Kwansei Gakuin di Nishinomiya, Osaka (Juli -- Agustus 1978)

Antara April -- Mei 1980, mengikuti lokakarya teater di Quezon City, Manila, yang diselenggarakan oleh Philliphines Educational Theater Association (PETA).

**

Catatan penulis:
Tulisan ini adalah hasil wawancara dengan Bapak C. Akwan melalui surat elektronik pada tahun 2017-2018, yang kemudian saya tulis ulang. Terima kasih telah membaca.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun