Sesudah menguasai seluk-beluk penulisan esai dan makalah ilmiah, saya menerbitkan tiga esai dalam Basis, majalah kebudayaan terbitan Yogyakarta, dan beberapa majalah bulanan terbitan Jakarta.
Sementara mengerjakan skripsi, saya dan seorang teman kuliah, Johanes Lamarto, dikirim UKSW mengikuti suatu lokakarya penulisan cerpen untuk anak-anak selama enam hari di BPK Gunung Mulia, Jakarta, tahun 1977. Lokakarya itu diajari seorang profesor ahli komunikasi dari Universitas Kota New York, AS.Â
Cerita pendek saya, hasil lokakarya itu yang berjudul "Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani" diterbitkan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978
Cerita pendek saya, hasil lokakarya itu yang berjudul "Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani" diterbitkan BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978. Kemudian, hak cipta cerpen itu dipegang Departemen PDK Nasional di Jakarta, dicetak ulang sebanyak 500 ribu eksemplar---masuk dalam penerbitan suatu proyek INSTRUKSI PRESIDEN (INPRES)-dan disebarkan ke berbagai SD di Indonesia.
Salah satu tokoh idola saya masa sekolah di SMP dan SMA adalah Karl May, ia penulis kisah petualangan tenar asal Jerman. Pasca kuliah dan bekerja, salah seorang penulis favorit saya untuk buku-buku ilmiah bagi orang awam, adalah Dr Michio Kaku, seorang profesor ilmu fisika teoritis dari AS keturunan Jepang.
Dia mempopulerkan kepada pembaca internasional sebuah konsep ilmu fisika teoritis abad ke-20 dan abad ke-21 tentang ruang hiper, ruang dengan dimensi tambahan di luar dunia tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi atau dalam) yang kita alami sehari-hari.
**
Ditawan Naga diterbitkan oleh penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta. Penerbit ini salah satu yang tertua di Indonesia, menerbitkan buku-buku tentang agama Kristen dan agama-agama lainnya juga buku-buku non-religius, seperti buku pelajaran, ilmu pengetahuan, kebudayaan, seni, dan sastra. Untuk penerbitan umum, BPK punya desk khusus. Ditawan Naga diterbitkan BPK desk khusus ini.
Sekitar 1989, saya diminta secara tertulis oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, menyumbang cerita rakyat dari Irian Jaya untuk diterbitkan. Saya memilih lima cerita rakyat dari beberapa daerah di Irian Jaya bagian Utara, menceritakannya kembali, dan mengirimkannya setahun kemudian kepada BPK desk umum, waktu itu dikepalai Pak Hengkie Kote. BPK lalu menambah ilustrasi dan memberi buku itu judul Ditawan Naga, diterbitkan 1991.
Mempersiapkan koleksi pribadi itu--buku, fotokopi buku pinjaman, catatan dari buku/majalah kepustakaan umum--memakan waktu berbulan-bulan. Proses menulis kembali kelima cerita rakyat dalam Ditawan Naga pun berbulan-bulan.
Dari kelima cerita rakyat itu, saya dengar sebagian cerita tentang Kweku Tsin dan Roponggai diceritakan padaku pada masa kanak-kanak. Tiga cerita rakyat lainnya dan cerita lengkap Kweku Tsin dan Roponggai diperoleh masing-masing dari dua buku berbeda. Satu buku lagi tentang antrpologi-budaya memuat Roponggai ditambah penjelasan antropologis.