Saya ingin memperjelas makna "naga" dalam mitologi khususnya penduduk Roon-Wondama-Windesi, Biak-Numfor, dan Yapen-Waropen di Teluk Cendrawasih. Naga dalam cerita rakyat itu bisa juga berarti ular raksasa. Cerita rakyat mereka tentang Roponggai berkaitan; mereka percaya ular naga penyebab gempa bumi.
Di masa purba, ular naga yang sangat besar dan buas menimbulkan kehancuran dahsyat. Bencana itu begitu dahsyat sehingga ia membentuk Teluk Cendrawasih. Dalam bahasa modern, ular naga atau ular sangat besar itu adalah gempa bumi sangat dahsyat yang menewaskan banyak orang.
Mereka yang menyintas kemudian mengikat naga itu dengan rantai raksasa jauh di dalam perut bumi. Selama dikekang, manusia bebas dari kehancuran karena gempa bumi. Tapi sewaktu-waktu, naga yang dikekang itu bergerak, timbullah gempa bumi.
Gempa bumi sangat besar timbul kalau naga itu memutuskan rantai pengekangnya dan menggerakkan punggung dan bagian lain tubuhnya. Penduduk di permukaan bumi menderita sekali karena kehancuran hebat yang ditimbulkannya.
Dari segi pemaknaan, naga atau ular raksasa dalam mitologi Papua melambangkan hidup, seperti kemudaan, gairah, kelicikan, dan maut karena kehancuran dan kesementaraan hidup manusia.
Supaya ceritanya realistis, penelitian kepustakaan tentang lokasi, perilaku budaya, kebudayaan material, kepercayaan tradisional, pandangan dunia, dan watak penduduk tradisional dilakukan untuk memahami aspek-aspek budaya tadi.
Diksi dalam kisah -- kisah yang saya tulis dalam buku Ditawan Naga, semisal kisah Tant Mesinc, dibentuk di antaranya oleh kata-kata dekriptif yang konkrit begitu rupa sehingga kisahnya membentuk gambaran mental yang bisa ditanggapi pancaindera.
Diksi seperti ini berisi kata-kata yang artinya tepat bagi pembaca. Ini misalnya untuk menulis kedatangan keluarga Tant Mesinc saya mengambarkannya dalam tulisan ....."Suatu upacara sambutan tampak ketika mereka memasuki rumah. Wanita -- wanita dan kaum lelaki, tua dan muda, duduk belunjur, mendeprok, bertinggung, berceratuk dan bersila dalam dua deretan yang saling berhadapan dan memanjang ke arah dapur -- hal 28".
Atau untuk menggambarkan suasana ketika pepohonan kelapa diterpa angin.."dedaunan pohon -- pohon kelapa di pantai dan pepohonan tinggi lain melampai -- lampai, melayah, berdenyit, berkerisik, berciut -- ciut, dan berkerisut...Rumah -- rumah yang diterpa langsung oleh desut angin kencang berguncang, berderik --derik, berdegar- degar -- hal 39"
**
Buku berisi cerita-cerita rakyat Irian Jaya dalam bahasa Indonesia terakhir yang saya ikuti ialah terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980-an. Facebook grup Literasi Papua memuat contoh-contoh cerita rakyat Papua terbitan masa kini tapi saya belum membacanya.Buku cerita rakyat Irian Jaya dalam bahasa Belanda dan Inggris terakhir saya baca awal tahun 2000-an. Selanjutnya, saya masih membaca cerita-cerita rakyat Papua online.