Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

[Membedah] Apa Pentingnya Kendaraan Listrik? (Part-1/2)

5 Juni 2020   06:01 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:38 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Gustavo Fring from Pexels 

Pada Agustus 2019 telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) kendaraan listrik itu bernama Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Sejak terbitnya regulasi tersebut, penjualan kendaraan listrik semakin menggeliat. 

Namun demikian, saat penyusunan aturan teknis dalam bentuk Peraturan Menteri yang terkait sedang dikebut, datanglah wabah Covid-19. 

Tertunda pula lah pembahasannya. Semoga dalam fase new normal yang segera dimulai ini, aturan main tersebut juga segera diterbitkan oleh Pemerintah.

Ini penting, agar semua pelaku usaha mempunyai kepastian regulasi, sehingga ekosistem kendaraan listrik semakin cepat terbentuk. 

Apa pentingnya bagi Indonesia beralih pada kendaraan listrik? 

Dalam konteks sudut pandang yang lebih luas, rasanya program transisi kendaraan bermotor listrik ini bukan sekedar gaya-gayaan mengikuti tren.

Yuk kita cermati hal-hal berikut:

a. Perubahan iklim global dan komitmen dalam Paris Agreement

Indonesia perlu menunjukkan keseriusan dalam memenuhi komitmen dalam Paris Agreement 2015 lalu. Indonesia menjanjikan berkontribusi dalam menjaga agar perubahan iklim global tidak memburuk. Janjinya bahwa akan tercapai pengurangan emisi karbon sebesar 29% - 41% pada tahun 2030. 

Jalan 5 tahun sejak diratifikasi, pada Desember 2019 lalu, sebuah alarm datang dari Climate Action Tracker (CAT), sebuah lembaga penelitian independen yang memantau aksi penurunan emisi.  

CAT menuliskan dalam kajiannya bahwa Indonesia gagal melakukan pengurangan emisi karbon karena tidak ada aksi konkret. CAT menyematkan predikat Indonesia sebagai negara yang aksinya sangat tidak memadai "highly insufficient action”.  

Tentu ini mesti membuat kita 'malu' dan terlecut untuk membuktikan janji itu tidak sekedar janji manis, namun bisa terwujud. Toh masih ada waktu 10 tahun lagi.

Hasil screenshot dari laman climateactiontracker.org (dokpri) 
Hasil screenshot dari laman climateactiontracker.org (dokpri) 

Sektor pembangkit listrik bersama-sama dengan transportasi telah menyumbang 34% dari total emisi karbon Indonesia pada tahun 2017. Kedua sektor ini perlu pembenahan yang bertahap. 

Pembangkit listrik berbahan bakar fosil perlu dialihkan menjadi pembangkit energi terbarukan, dan sektor transportasi beralih pada kendaraan listrik.

Jika keduanya dilakukan, maka komitmen 29% minimal bisa dipenuhi.

b. Jumlah kendaraan yang terus bertambah 

Menurut data BPS, pada tahun 2018 tercatat jumlah mobil penumpang sebanyak 16,4 juta, mobil bis 2,5 juta, mobil barang sebanyak 7,8 juta, dan sepeda motor sebanyak 120 juta. Total sebanyak 146,7 juta kendaraan bermotor di seluruh Indonesia.

Sedangkan berdasarkan data 2019, tercatat penjualan sepeda motor sekitar 6,5 juta unit. Sedangkan untuk penjualan mobil sebanyak 1 juta unit.

Jika digabungkan kedua data diatas, maka setidaknya terdapat 154,2 juta kendaraan bermotor. Angka yang luar biasa banyak. 

Hasil olah data jumlah kendaraan bermotor tahun 2019 di Indonesia (dokpri)
Hasil olah data jumlah kendaraan bermotor tahun 2019 di Indonesia (dokpri)

Menurut Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Yohannes Nangoi, dengan jumlah penduduk yang sebanyak 265 juta jiwa, dan mengambil rata-rata hitungan di setiap 1.000 orang, ternyata kepemilikan mobil hanya 87 unit. 

Lebih rendah dari angka di Malaysia yang mencapai 200 per 1000 penduduk atau di Thailand yang mencapai 240 per 1000 penduduk.

Artinya penjualan mobil masih akan terus tumbuh subur di Indonesia. 

Emisi ini akan terus meningkat seiring pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor. Jumlah bertambah tentu mendorong konsumsi BBM yang lebih banyak pula. Yang akhirnya bermuara pada meningkatnya emisi karbon, yang tentu bertentangan dengan komitmen dalam Paris Agreement. Ini perlu dikendalikan.

c. Peluang menciptakan demand listrik yang baru

Isu bahwa suplai listrik di Jawa Bali yang berlebihan tentu perlu dicarikan solusi. Kapasitas pembangkit yang lebih besar dari beban tentu bagus untuk kehandalan sistem. 

Jika ada satu pembangkit yang padam, masih bisa dengan mudah digantikan pembangkit lainnya. Tidak akan terjadi pemadaman bergilir.

Namun demikian, hal ini tidak bagus untuk efisiensi biaya operasional. Pembangkit yang tidak dioperasikan maksimal menimbulkan biaya tinggi.  

Agar kinerja pembangkit listrik maksimal, maka perlu dibebani juga secara maksimal. Ini berarti, konsumsi listrik masyarakat harus didorong untuk tumbuh. Kendaraan listrik menjadi salah satu driver konsumsi listrik yang lebih tinggi. 

Taksi bluebird sedang mengisi ulang (kompas.com) 
Taksi bluebird sedang mengisi ulang (kompas.com) 

Anggaplah tiap rumah memiliki 1 buah sepeda motor listrik, dan tiap hari mengecas 2 kali, mengecas di rumah dan di tempat kerja. Listrik yang dipakai kira-kira 4 kilowatthour (kWh).

Maka hanya di pulau Jawa, akan tumbuh konsumsi listrik sebesar 160 juta kWh per hari (asumsi jumlah rumah 40 juta). 

Setara dengan sekitar 58 Terawatthour (TWh) per tahun, atau menyamai 24% dari penjualan listrik nasional tahun 2019. Ini akan signifikan menggenjot produksi listrik dari pembangkit. 

Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik bisa dibangun dibanyak tempat. Bisa dibangun di mall, di parkiran umum, berdampingan dengan Pom Bensin, dan tempat-tempat lainnya. Yang penting masyarakat mudah mengaksesnya. 

Jika biaya pembangkit listrik menjadi lebih efisien, revenue PLN bertambah, dan tentunya PLN bisa jadi akan memberikan tambahan diskon tarif bagi pengguna kendaraan listrik ini.

d. Mengurangi defisit neraca perdagangan pada sektor migas

Program yang ada saat ini, yaitu kewajiban penggunaan BBM yang dicampur dengan biodiesel (berbahan dasar minyak sawit ), telah mampu mengurangi defisit impor migas. 

Melalui program B-20 (campuran 20%) dan B-30 (campuran 30%), Pemerintah berhasil mengurangi impor dan menghemat devisa senilai Rp. 43 triliun pada tahun 2019. Selain itu, harga minyak sawit dalam negeri juga bisa dipertahankan, tidak merosot. 

Dengan beralih pada penggunaan kendaraan listrik, bahkan penggunaan BBM bisa dihapus. Malah kita tidak perlu bergantung pada pasokan BBM yang berasal dari impor.

Semakin membaik pula neraca perdagangan kita. Fluktuasi harga BBM tidak lagi berpengaruh signifikan pada pengeluaran negara.

Manfaat program B-20 dan B-30 (esdm.go.id)
Manfaat program B-20 dan B-30 (esdm.go.id)

e. Peluang investasi baru dan penciptaan lapangan kerja baru

Jika mobil listrik semakin banyak digunakan, tentunya mendorong pembangunan industrinya di dalam negeri. Entah kegiatannya bersifat perakitan, industri pembuatannya, industri komponen atau aksesoris, industri pembuatan baterai, atau sekadar usaha penjualan kendaraan listrik tersebut. 

Tentu menarik bagi para investor dalam negeri atau luar negeri untuk ikut menanamkan modalnya di Indonesia. Apalagi melihat peluang pasar yang sangat menjanjikan.

Nissan Indonesia sudah berencana mengalihkan fungsi pabriknya di Karawang untuk memproduksi mobil listrik. Ini tentu akan diikuti pemegang merk lainnya. 

Adanya pembangunan pabrik Baterai di Sulawesi Tengah, juga menjadi penting dalam transisi pada kendaraan listrik ini. Tentunya hal-hal ini berdampak positif untuk menciptakan peluang kerja bagi angkatan kerja kita.

f. Meningkatkan kesehatan masyarakat melalui perbaikan kualitas udara

Adanya PSBB beberapa bulan terakhir, telah mampu membuat kualitas udara yang lebih baik.

Masyarakat Jakarta, misalnya, bisa kembali menikmati langit biru di siang hari, atau menatap bulan yang indah di malam hari. Ini semua karena berkurangnya polusi udara secara tiba-tiba. 

Kendaraan-kendaraan yang setiap hari menyemburkan polusi dari knalpotnya mendadak diam. Alhasil, kualitas udara pun membaik. Kualitas udara yang sehat dan bersih tentu sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat kita. Penyakit asma, batuk, atau penyakit pernafasan lainnya tidak akan mudah menyerang jika udara yang dihirup itu bersih. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono mengatakan bahwa berdasarkan analisis hasil pengukuran, kualitas udara Lebaran 2020 paling baik dibandingkan Lebaran lima tahun ke belakang (Kompas, 25 Mei 2020). Kualitas udara yang kini dirasakan warga merupakan imbas dari pemberlakuan PSBB. 

Saat PSBB misalnya mulai dilonggarkan, dengan menggunakan mobil listrik atau sepeda motor listrik, mobilitas masyarakat tidak perlu terganggu. Polusi udara bisa dikurangi. Ujung-ujungnya peningkatan kualitas udara dan kesehatan masyarakat itu sendiri.

Jadi singkatnya, bisa dikatakan bahwa dengan beralih menggunakan kendaraan listrik, banyak keuntungan yang didapatkan oleh Indonesia.

Ketika ramai dibicarakan di Jakarta, Papua malah sudah duluan

Hal yang menarik, Papua sudah mencuri start menggunakan kendaraan listrik. Pada kunjungannya April 2018 silam ke Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Presiden Joko Widodo tampak membonceng Ibu Iriana menggunakan sepeda motor listrik. 

Presiden Jokowi memboncengi Ibu Iriana dengan sepeda motor listrik saat blusukan di Kota Agats (kompas.com)
Presiden Jokowi memboncengi Ibu Iriana dengan sepeda motor listrik saat blusukan di Kota Agats (kompas.com)

Jenis yang ditumpangi yaitu Wim Motor Zero 8i. Malah dari tahun 2016 masyarakat Agats sudah banyak yang menggunakan sepeda motor listrik ini. Mereka lebih suka, karena BBM langka dan mahal disana. 

Sebelum adanya kebijakan BBM satu harga, per liter bensin bisa mencapai Rp. 50 ribu. Bayangkan betapa mahalnya.

Dengan sepeda motor listrik, mereka lebih hemat biaya, dan listrik sudah tersedia dan mudah didapatkan disana. Jadi ketika masyarakat Ibukota baru mulai heboh, di Papua malah sudah duluan.

Kendaraan listrik merk apa saja yang ada di Indonesia?

Selain merk Wim Motor yang sudah duluan mengaspal di Papua, setidaknya ada beberapa merk berikut yang sudah meramaikan pasar roda dua di Indonesia:

(1) Zero Motorcycle. Sepeda motor listrik kelas atas. Motor listrik produk Amerika ini, diperdagangkan oleh Garansindo Group. Harga mencapai Rp300 juta. Kecepatannya super cepat, mencapai 160 km/jam. Jarak tempuh baterai penuh sampai 190 km. Harga dan kualitas memang layak. Nampaknya ini akan menyasar kalangan orang berduit seperti pengusaha atau artis. Hehe 

(2) Honda PCX. Honda sudah meluncurkan produk PCX Electric untuk meramaikan pasar sepeda motor listrik premium Indonesia. Saat ini belum dijual umum, hanya disewakan. Honda sendiri tidak pernah merilis berapa harganya. Biaya sewa diberitakan antara Rp. 1- 2 juta per bulan, untuk kontrak sewa 2 - 3 tahun. Dengan biaya sewa sedemikian, kemungkinan harga nya disekitar Rp. 40 - 50 juta.

(3) Gesits. Sepeda motor Gesits ini berawal dari hasil riset ITS Surabaya, yang akhirnya ditingkatkan menjadi produk komersial. Kemampuan Gesits satu tingkat lebih baik dari Q1, yaitu mampu mencapai kecepatan 100 km/jam dengan daya tahan baterai mencapai 100 km. Harga sekitar Rp. 24 juta.

(4) BF Goodrich.  Sepeda motor listrik buatan Semarang, ada dua versi, gaya klasik dan modern. Jenis motor listrik bergaya skuter yait BF Bee dan BF Q7, dengan banderol Rp 13,2 juta. Model klasik dinamai BF CG dengan harga Rp 19,8 juta;

(5) Viar Q1. Sepeda motor listrik besutan pabrik asal India ini, menggunakan motor tipe BLDC dari BOSCH yang memiliki keluaran tenaga 800 watt.

Skuter listrik yang dirakit di Semarang ini bisa melaju mencapai kecepatan 60 km per jam. Harga sekitar Rp. 19 juta. Selain itu juga ada versi motor trail, Viar E-cross.

(6) Selis E-Max.  Selis merupakan produk yang sudah lama ada, namun dulu dengan segmen sepeda listrik, yang baterai nya kecil.

Sekarang PT Gaya Abadi Sempurna Darma sebagai produsen Selis, berani naik level menjadi sepeda motor listrik dengan varian Selis E-Max.

Selis E-Max menggunakan baterai berkapasitas 60 volt 20 Ah. Kecepatan maksimum 50 km per jam. Harganya berkisar Rp. 17 juta.

(7) EC-GO2.  Sepeda motor listrik bikinan PT Green City Traffic (GCT), mampu berlari hingga 70 km per jam, dengan jarak terjauh mencapai 80 km dalam sekali pengecasan penuh. Harga saat dilaunching Rp. 6,9 juta.

(8) Elvindo Rama. Merek besutan dari PT Indo Jaya Motor Electric, belakangan juga telah ikut masuk dalam pasar Indonesia. Elvindo Rama diklaim sebagai pesaing EC-GO2, dikelas sepeda listrik low budget. 

Dengan baterai lithium/plumbic acid, kapasitas 60V 20A atau 60V 12A, Elvindo Rama diklaim mampu melaju hingga 70 km per jam, dengan jarak tempuh 65 km satu kali pengisian baterai. Harga Elvindo dibandrol dengan harga mulai dari Rp. 5 juta-13 juta per unit tergantung variannya.

Tampak bahwa sepeda motor listrik ini ingin merebut pasar dari sepeda motor BBM. Jadi semua lapisan masyarakat diberikan pilihan, mau yang murah ada, yang mahal pun tersedia.

Tautan referensi:
 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Pada tulisan berikutnya akan diulas produk mobil listrik dilanjutkan analisis hematnya biaya operasional kendaraan listrik.

Bersambung pada tulisan berikut (klik)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun