Mohon tunggu...
David Christhopher
David Christhopher Mohon Tunggu... Teknisi

Saya seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi , dan Bekerja sebagai Teknisi di Mitshubishi Electric Saya mempunyai intrest di bidang media dan multimedia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Rempang dan Suara yang Dibelokan: Etika Media dalam Sorotan

9 Juli 2025   02:54 Diperbarui: 9 Juli 2025   02:54 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : (https://www.rri.co.id/bisnis/373544/pemerintah-selesaikan-persoalan-pulau-rempang-secara-kekeluargaan)

Rempang dan Suara yang Dibelokkan: Etika Media dalam Sorotan

Oleh: David Christhopher Laia
Mahasiswa Ilmu Komunikasi

"Apakah semua berita itu objektif? Atau hanya potongan-potongan narasi yang dipilih sesuai kepentingan?"

Di tengah derasnya informasi, kita sering lupa bahwa media bukan hanya menyampaikan fakta --- tapi juga membentuk cara kita melihat sebuah realitas. Kasus Rempang tahun 2023 membuktikan itu. Di mana media yang seharusnya jadi jembatan komunikasi, malah jadi pemicu kesalahpahaman.

Rempang memang bukan topik baru. Tapi cara media memberitakannya membuat konflik itu terlihat hitam putih, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks. Dan di sinilah, etika media patut dipertanyakan. 

 Ketika Pemberitaan Tak Lagi Netral

Pulau Rempang di Kepulauan Riau mendadak jadi pusat perhatian nasional ketika proyek besar "Rempang Eco City" diumumkan sebagai bagian dari program strategis pemerintah. Ribuan warga yang telah tinggal secara turun-temurun diminta direlokasi. Penolakan pun muncul. Bentrokan terjadi. Gas air mata dilepaskan. Gambar-gambar warga menangis menyebar di media sosial dan televisi.

Namun, yang jadi sorotan bukan hanya apa yang terjadi di lapangan, tapi bagaimana media membingkainya. Banyak media besar lebih menyoroti narasi dari pemerintah dan aparat. Headline seperti "Warga Menolak Demi Kepentingan Nasional" atau "Provokator Tunggangi Aksi Demo" muncul berulang kali. Di sisi lain, suara warga sendiri --- mereka yang rumahnya akan diambil, mereka yang ingin bicara --- justru nyaris tidak terdengar.

Suara yang Dipilih, Realitas yang Dipotong

Media memiliki kekuatan framing. Cara mereka menyusun berita bisa membuat publik melihat satu pihak sebagai benar dan pihak lain sebagai pengganggu. Dalam kasus Rempang, warga seperti dikonstruksikan sebagai penghalang kemajuan, bukan sebagai manusia yang sedang mempertahankan hak.

Yang menarik --- atau justru mengkhawatirkan --- adalah bagaimana realitas dikemas hanya dari satu sisi. Kita jarang disuguhkan wawancara langsung dari warga, jarang ditunjukkan bagaimana proses relokasi dilakukan, atau seperti apa trauma yang mereka hadapi. Sebaliknya, media justru lebih banyak menyampaikan suara elite, lengkap dengan istilah-istilah seperti "pemerataan pembangunan" dan "kepentingan nasional".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun