Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Bung Jokowi, Saatnya Gempur Oligarki di Periode ke-2

15 April 2019   10:19 Diperbarui: 15 April 2019   10:35 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

InsyaAllah, Joko Widodo (Jokowi) akan kembali menjadi presiden Indonesia periode ke-2. Agenda utama dalam periode ke-2  Jokowi adalah menggempur oligarki, secepat-cepatnya hingga ke akar-akarnya.

Bila pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo masih nampak kompromi dengan kaum oligarki dalam menjalankan program Nawacita, pada periode ke-2, hal itu tidak boleh terjadi lagi. Pada periode ke-2 ini, Jokowi harus mulai melakukan gempuran terhadap oligarki.

Apa itu oligarki? Menurut pengamat politik dari Universitas Northwestern Amerika Serikat Prof. Jeffrey Winters, oligarki adalah sebuah sistem yang merujuk pada politik pertahanan kekayaan oleh pelaku yang memiliki kekayaan material (Oligark). 

Merujuk pada pengertian Winters itu tak berlebihan bila ada yang mengatakan bahwa Indonesia saat ini telah menjadi sebuah republik oligarki.

Bagaimana caranya Jokowi mengempur oligarki. Setidaknya ada dua cara. Pertama, Jokowi harus segera melakukan redistribusi aset penguasaan sumber-sumber ekonomi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kepemilikan lahan di Indonesia itu timpang. 

Segelintir orang super kaya di Indonesia menguasai ratusan ribu hektar lahan, sementara jutaan kaum tani tidak punya lahan. Dalam konteks ini, Jokowi bukanlah termasuk oligarki, penguasa ratusan ribu hektar lahan.

Pada debat kedua itu, Jokowi melontarkan bahwa pembagian asset ekonomi, berupa lahan kepada segelintir orang-orang kaya tidak terjadi di saat ia berkuasa. Prabowo Subianto, menurut Jokowi dalam debat capres kedua itu, adalah bagian dari segelintir orang kaya yang menguasai ratusan ribu hektar lahan. 

Pertanyaan berikutnya tentu saja adalah apakah hanya capres Prabowo Subianto yang menguasai ratusan ribu hektar lahan di tengah kaum tani yang tak punya tanah? Jawabnya tidak. 

Menurut data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Sandiaga Uno, cawapres Prabowo Subianto, setidaknya menguasai lahan seluas 541,022 hektar di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur. Sementara di lingkaran kubu Prabowo penguasaan lahan skala luas juga terjadi. 

Ferry Mursyidan Baldan bersama istrinya Hanifa Husein menguasai lahan seluas 5,368 hektar di Kalimantan Timur. Sementara Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto menguasai lahan seluas 5,7 hektar di Cepu, Blora, Jawa Tengah.

Menariknya, penguasaan lahan skala luas tidak hanya ada di kubu Prabowo Subianto. Di kubu Jokowi, penguasaan lahan juga terjadi. Sedikit berbeda dengan capres Prabowo-Sandiaga, di kubu Jokowi, penguasaan lahan skala luas tidak dilakukan oleh capres dan cawapresnya, melainkan oleh orang-orang di lingkarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun