Jejak Langit di Bumi: Kisah Pemuda yang Menjaga Amanah Ilahi (Part 2)
Oleh: M. Iqbal Daulay --- Ketua PW Nahdlatul Wathan Sumatera Utara
Bagian 2: Cinta yang Mengabdi
"Cinta sejati bukan tentang memiliki, tapi tentang saling menuntun menuju Allah."
Di pesantren tempat Fathan menuntut ilmu, namanya mulai dikenal sebagai santri yang alim dan santun. Setiap gerak-geriknya mencerminkan kepribadian yang matang: rendah hati, ringan tangan membantu, dan ucapannya menyejukkan. Ia tak pernah meninggikan suara, bahkan kepada adik kelasnya.
Suatu hari, dalam sebuah majelis ilmu yang diadakan oleh seorang alim besar, Fathan bertemu dengan Salma---putri seorang tokoh intelektual dan dermawan dari kota. Salma memiliki segalanya: kecantikan, kecerdasan, dan kedudukan. Namun yang paling memikat Fathan adalah kesederhanaan dan ketundukannya kepada ilmu dan ulama.
Pertemuan itu bukan hasil rencana manusia, tapi jalinan takdir dari Sang Penulis Kehidupan.
Perkenalan mereka singkat, namun bersih dan bermakna. Keduanya sepakat jika cinta akan hadir, ia harus berwujud pengabdian dan perjuangan, bukan rayuan atau nafsu.
Dengan restu orang tua, Fathan dan Salma menikah dalam kesederhanaan. Tanpa pesta besar, hanya akad nikah yang sakral dan dzikir yang khusyuk.
Setelah menikah, mereka tinggal di desa. Fathan membuka madrasah kecil, mengajarkan anak-anak desa membaca Al-Qur'an dan ilmu agama. Salma membuka kelas tahfidz untuk anak-anak perempuan dan kelas keterampilan untuk ibu-ibu muda. Kehadiran mereka disambut masyarakat dengan penuh cinta.