Fenomena  maraknya Tagar / Tanda pagar Kabur Aja Dulu jangan dipolitisir mendeskreditkan generasi muda Indonesia dengan tuduhan memudarnya jiwa Nasionalisme mereka. Justru sebaliknya, dibalik ungkapan itu justru tersirat pesan terselubung nada keresahan kaum muda terhadap kondisi aktual Bangsa Indonesia saat ini.
#KaburAjaDulu identik sebagai ekspresi kegalauan, protes dan alternatif pilihan bagi generasi muda saat ini dalam menyikapi kondisi kehidupan politik dan ekonomi Indonesia saat ini yang menurut pandangan orang muda kondisi negara saat ini sedang dirundung kondisi sedang tidak baik-baik saja.
Ungkapan "kabur aja dulu", secara inplisit mengandung makna : "Jika memungkinkan, memilih meninggalkan Indonesia untuk mencari peluang yang lebih baik di luar negeri untuk perbaikan nasib, atau meniti karir untuk kehidupan lebih baik".
Artinya, ada sesuatu hal yang dianggap membuat ketidakpastian masa depan maupun kehidupan lebih layak di dalam negeri. Sudah barang tentu kondisi tersebut sebagai produk kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan harapan mereka.Â
Elit politik, khususnya pemerintah dalam hal ini semestinya berupaya memproyeksikan diri ke posisi kaum muda ini untuk dapat memahami dengan persis apa yang sedang dialami maupun dirasakan orang muda. Bukan sebaliknya mendeskreditkan mereka dengan menuduh terdegradasinya nilai-nilai nasionalisme mereka.
Dengan bekerja atau meniti karir di negara lain bukan berarti secara serta merta mereka memilih bukan lagi sebagai bagian bangsa Indonesia, dan seakan mereka tidak memiliki rasa cinta lagi terhadap negerinya. Â Apalagi kini kita tengah hidup di tengah situasi globalisasi, terasa tidak ada lagi batas antar negara, dan karena kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, semua seisi dunia telah terkoneksi.
Ironisnya lagi, sikap autokritik yang dilakukan kaum muda lewat tagar "Kabur Aja Dulu" yang kemudian berkembang jadi tagar "Indonesia Gelap" ditanggapi dengan kata-kata kasar dan dengan nada sarkasme oleh elit penguasa. Misalnya dengan memberi tanggapan dengan mengatakan "YANG GELAP KAU, BUKAN INDONESIA".
Ucapan seperti ini bukan hanya kontra-produktif, tetapi menunjukkan sebuah sikap kesombongan penguasa, serta merasa orang paling benar diantara semua orang, sehingga menganggap "remeh-temeh pendapat orang lain".
Sikap kepemimpinan yang tidak ber-empathy serta terkesan arogan seperti ini telah lama berlangsung, kemudian terakumulasi jadi ketidaknyamanan, bahkan rasa muak serta membosankan bagi kaum muda, sehingga kemudian memandang tidak nyaman kehidupan di dalam negeri. Karena banyak ucapan dan tindakan elit politik tidak sesuai dengan harapan mereka.
Generasi muda sebagai pemilik masa depan, kritis dan edukatif telah lama disuguhi pemandangan tingkah polah elit politik yang tidak sepadan antara pengetahuan yang ideal dengan perbuatan atau tindakan. Sebagai elit politik banyak yang mempertontonkan sikap pragmatis, menghalalkan cara demi kepentingan diri sendiri maupun kelompok.
Sepengetahuan kaum muda yang masih idealis, demokrasi itu jalan terbaik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi dalam kenyataannya para elit politik justru hanya melaksanakan demokrasi prosedural demi kepentingan sempit. Contohnya mengutak-atik konstitusi sesuai dengan kepentingan  masing-masing.
Lebih parah lagi, lingkaran kekuasaan politik justru dikuasai oleh oligarki dan segelintir penguasa ekonomi beserta keluarga dan kroni-kroninya. Artinya, profesionalisme dalam meniti karir tidak berjalan dengan baik. Karena untuk jadi orang sukses di Indonesia banyak dipengaruhi faktor patron, kolusi dan nepotisme, bahkan sarat dengan korupsi.
Bukan rahasia umum, istilah "Ordal" (orang dalam) sudah banyak dipercayai sebagai salah satu cara untuk bisa sukses di berbagai lapangan pekerjaan di Indonesia. Dan anak-anak pejabat dengan mudahnya naik kelas jadi elit penguasa di negeri ini.
Fenomena itu diperburuk lagi oleh kondisi perekonomian nasional serta global yang belum menjanjikan ke arah lebih baik. Sementara para elit politik serta anak pejabat serta kroninya justru tampil di permukaan dengan penampilan gagah dan tersenyum lebar bagaikan tidak ada kekurangan atau masalah yang mengkuatirkan di tengah-tengah masyarakat.
Sejauh kondisi di dalam negeri masih memprihatinkan bagi kaum muda, serta ada tawaran atau peluang lebih baik di luar negeri mendukung pertumbuhan karir serta peningkatan taraf hidup yang lebih terjamin, suka tidak suka kaum muda yang identik memiliki idealisme serta kebebasan menentukan pilihan, mereka akan memilih jalan terbaik di belahan dunia mana pun sesuai dengan harapan mereka.
Elit penguasa atau elit politik justru diminta melakukan instropeksi diri, atau lebih sering melaksanakan "Retreat"Â sebagai sebuah jalan melakukan refleksi, membersihkan bathin untuk mempertajam mata hati sehingga memiliki kemampuan memahami dan merasakan perasaan orang lain.
Dengan memiliki kemampuan memahami perasaan orang lain, atau dengan mampu memproyeksikan diri terhadap diri dan perasaan orang lain, terutama rakyat, maka para pemimpin selanjutnya mampu memberi sesuatu sesuai dengan realita di lapangan.
Ekspresi jiwa kaum muda lewat tagar Kabur Aja Dulu harus dimaknai sebagai sebuah pesan penting bahwa ada sesuatu hal penting yang harus dipahami serta diwujudkan dibalik keresahan mereka. Resah dan Kuatir yang muncul dari dalam diri orang muda itu tidak dapat dipungkiri sebagai efek produk kondisi yang sedang terjadi di dalam negeri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI