Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kekerasan Fisik Pengalaman Traumatis Racun Pembunuh Cinta Dalam Rumah Tangga

12 Februari 2023   04:41 Diperbarui: 12 Februari 2023   04:56 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : shutterstock / Kompas.Com

Membina hubungan harmonis dalam sebuah rumah tangga tanpa pernah sama sekali berselisih atau bertengkar dengan istri maupun suami merupakan hal mustahil, langka dan jarang dengar ada cerita pengalaman terkait dengan itu. Konklusinya, perbedaan pendapat yang bermuara kepada pertengkaran merupakan hal yang sering dirasakan pasangan suami istri.

Tetapi pertengkaran yang berujung kepada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) berupa kekerasan fisik berbentuk  kekerasan menimbulkan rasa sakit, menyebabkan jatuh sakit atau luka berat semestinya tidak pernah terjadi dalam sebuah interaksi personal antara suami istri yang masih mengatasnamakan ekspresi cinta dan kasih sayang dalam membina mahligai rumah tangga, atau yang menaungi sebuah rumah tangga.

Kekerasaan fisik berupa tindakan memukul atau menampar, menendang, membenturkan atau melemparkan merupakan tindakan tidak rasional yang dapat menimbulkan pengalaman traumatis bagi seseorang, karena kekerasan fisik yang dilakukan tidak hanya melukai fisik seseorang tetapi turut melukai perasaan atau psikis seseorang, dan menganggu kesehatan mental, serta rentan menimbulkan perasaan benci dan dendam berkepanjangan karena sukar memaafkan tindakan melukai yang dilakukan pasangannya.

Secara psikologi orang yang gampang melakukan kekerasaan fisik juga dianggap sebagai orang yang dihinggapi gejala gangguan mental, tidak stabil mengendalikan emosi, misalnya sebagai pelampiasan masa trauma masa lalu, dirundung bebas masalah atau stres. Orang yang melakukan kekerasan fisik identik dengan orang yang mengalami gangguan mental akan berhadap dengan orang yang disakitinya dengan kondisi luka bathin dan memiliki rasa dendam.

Dendam berkepanjangan dan tidak siap memaafkan tidak ubahnya bagaikan racun (toxic) yang berpotensi mematikan rasa cinta dan kasih sayang dalam hubungan suami istri. Jika kondisi seperti ini sudah terjadi dalam relasi atau hubungan antara seorang suami dengan istri maka dapat dikatakan bentuk hubungan mereka sudah masuk fase toxic relationship. Jika suami istri sudah terjebak dalam bentuk hubungan toxic relationship maka keduanya akan merasa bingung, telah terjadi rasa saling tidak menghargai atau menghormati, serta minim apresiasi yang menimbulkan rasa hambar dalam hubungan pasangan suami istri dalam sebuah rumah tangga.

Oleh karena itu jangan sekali-sekali melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga karena akan menyisakan pengalaman traumatis yang sangat sulit untuk diperbaiki untuk kembali ke keadaan semula. Berpotensi sebagai kerikil tajam menghambat harmonisasi relasi diantara suami dengan istri yang suatu ketika sangat rentan menimbulkan perpecahan hubungan, bahkan mengarah ke perceraian dan bubarnya sebuah jalinan rumah tangga.

Hubungan yang mengikat suami istri hingga beranjak ke tingkat pembentukan sebuah rumah tangga umumnya berdasarkan adanya ekspresi dan aktualisasi rasa cinta. Dalam kontek hubungan personal berdasarkan atas nama cinta relasi itu harus berlandaskan tiga komponen, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion) dan komitmen (commitment) sebagaimana pernah dikemukakan oleh Robert Strenberg dalam theorinya yang terkenal berlabel "Triangular Theory of Love", dimana diuraikan bahwa sebuah cinta yang sempurna (Consummate Love) hanya dapat terwujud bila ketiga komponen itu terpenuhi secara bersama-sama dalam ruang dan waktu yang sama, sebaliknya salah satu diantaranya diabaikan maka cinta itu akan tidak sempurna.

Membentuk sebuah rumah tangga oleh pasangan suami istri merupakan salah satu bentuk realisasi komitmen atas cinta, aktualisasi perasaan cinta yang tumbuh dari dalam diri masing-masing yang dipersatukan dalam ikatan perkawinan untuk membentuk sebuah rumah tangga. Secara literal, Cinta sering dimaknai sebagai perasaan kasih sayang yang dimiliki seseorang dalam menjalin suatu hubungan yang ditunjukkan lewat tindakan ingin saling menguatkan, melindungi dan memberi sesuatu sesuai dengan keinginan orang yang dicinta, maka dalam jatuh mencintai dibutuhkan kemampuan berkorban dalam membentuk kemampuan menerima keberadaan pihak lain apa adanya walau kadang tidak selaras dengan harapan kita.

Untuk mencapai perwujudan cinta yang lebih sempurna, komitmen itu harus dibarengi dengan adanya unsur keintiman, yaitu berupa kedekatan personal, keterhubungan dan keterkaitan berbentuk saling sayang, saling mempercayai dan saling membutuhkan sehinga merasa ada sesuatu yang hilang jika salah satu diantara pasangan itu tidak berada didekatnya.

Kedekatan itu akan menimbulkan semangat atau passion yang ditunjukkan dengan rasa suka dan tertarik terhadap fisik maupu kepribadian seseorang, serta merasa nyaman jika selalu berada disampingnya. Rasa suka itu ingin dilampiaskan lewat cara hubungan fisik, baik dengan cara memberi ciuman maupun hubungan fisik dalam bentuk lainnya.

Gabungan kehadiran tiga komponen cinta tersebut dalam sebuah hubungan atas nama cinta merupakan sebuah perwujudan cinta paling sempurna dan ideal (Consummate Love) serta menciftakan sebuah kondisi hubungan yang sehat (healthy relationship) yang berbeda jauh dan bertolak belakangan dengan toxic relationship.

Consummate Love dan healthy relationship akan menjadi toxic relationship bila salah satu komponen cinta berbentuk passion yang identik dengan rasa tertarik terhadap fisik berubah jadi tindakan menyakiti fisik lewat kekerasan, baik dalam bentuk perlakuan pemukulan, menendang dan membanting yang menimbulkan rasa sakit dan luka.

Oleh karena itu untuk tetap menyuburkan tumbuhnya benih-benih cinta dan kasih sayang dalam relasi suami istri dalam sebuah rumah tangga harus dihindari segala bentuk tindakan kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT), baik itu kekerasan berbentuk verbal, terutama kekerasan terhadap fisik, karena kekerasaan terhadap fisik bukan hanya melukai tubuh tetapi secara inplisit turut melukai psikis yang mana dari dalamnya tumbuh benih-benih cinta yang mempersatukan seorang perempuan dengan laki-laki. Kekerasan fisik sangat potensial membunuh perasaan cinta, dan "Fragile" atau rentan menimbulkan keping-keping perpecahan tak ubahnya bagaikan sebuah gelas kaca.

Sebaliknya Cinta justru berfungsi sebagai alat perekat untuk mempersatukan seorang perempuan dengan seorang pria dalam sebuah mahligai rumah tangga. Atas nama cinta itu penyatuan hanya dapat tercifta jika ada kemampuan dan kemauan saling menerima satu sama lain. Kerelaan saling menerima perbedaan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjukkan rasa cinta karena perbedaan itu merupakan sebuah kodrat yang melekat dari diri masing-masing perempuan dan pria, sudah jelas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin juga perempuan dengan pria sangat berbeda, tetapi justru karena adanya perbedaan itulah mereka saling membutuhkan. Artinya perbedaan itulah yang justru menyatukan mereda dari sebelumnya dari dua fisik disatukan atas nama cinta.

Dalam dimensi lain juga perempuan memiliki banyak perbedaan, baik secara latar belakang strata sosial, pengetahuan, kultur dan cara berpikir semua memiliki perbedaan. Maka hanya lewat kemauan menerima perbedaan itulah tercifta suatu hubungan saling melengkapi. Tidak seorang pun diantara pasangan istri dapat dipaksakan harus menyesuaikan semua tindakannya sesuai dengan keinginan pasangannya, karena masing-masing memiliki latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda sehingga ucapan dan tindakannya juga sering berbeda  dan adakalanya tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh sebelah pihak.

Perbedaan cara pandang dan perbedaan pendapat sering jadi sumber komplik dalam relasi dan komunikasi suami istri, tetapi harus disadari bahwa perbedaan tersebut timbul adakalanya karena asupan pengetahuan yang diperoleh juga berbeda, oleh karena itu perbedaan itu harus di dialogkan.

Dalam sebuah dialog tidak selamanya harus menerima dan menyetujui isi perdebatan, tetapi butuh kemampuan memahami dan memaklumi pendapat orang lain walaupun tidak dapat menerimanya, sehingga dalam sebuah dialog adakalanya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat dan perbedaan pendapat tidak harus diselesaikan lewat cara kekerasan dalam rumah tangga. Tetapi dalam diselesaikan lewat kemampuan berempati sebagai perwujutan Cinta, yaitu kemampuan memproyeksikan diri kedalam diri pasangan kita untuk dapat mengetahui persis apa yang sedang dirasakan dan diinginkan oleh pasangan kita, kemudian menyadarkan kita untuk memberi sesuatu yang sesuai dengan keadaan, kondisi dan harapan pasangan kita, itulah bentuk ekspresi cinta sejati yang sesungguhnya.

Bukan dengan cara memaksakan kehendak atau keinginan kita terhadap pasangan karena semua orang tidak dapat diseragamkan cara berpikirnya karena sesungguhnya semua manusia itu merupakan pribadi-pribadi berbeda dan tidak dapat dikurung dalam satu defenisi yang paripurna dalam rangka mendefenisikan siapa sesunggunya manusia itu. Kesulitan memahami siapa sesunguhnya manusia itu mengharuskan semua orang untuk mampu menerima manusia apa adanya tanpa mempergunakan unsur paksaan dan kekerasaan, terutama lewat cara melakukan kekerasaan dalam rumah tangga (KRDT).

Selaras dengan itu hindari lah kekerasan dalam rumah tangga jika tidak ingin hal itu jadi racun membunuh persemaian cinta dalam rumah tangga.

Akhir kata Selamat Merayakan Bulan Kasih Sayang, Valentine Day,14 Februari 2023. 

Salam Atas Nama Cinta selalu menyertai kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun