Mohon tunggu...
Daud Farma
Daud Farma Mohon Tunggu... Penulis - Pribadi

Pemenang Pertama Anugerah Sastra VOI RRI 2019 Khusus Siaran Luar Negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Panti Asuhan ke Dayah Perbatasan

26 Oktober 2020   05:58 Diperbarui: 26 Oktober 2020   05:59 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Terus bahasa apa Kau tadi, Dak?, tak satu kata pun yang aku mengerti. Kata Naklun sudah dua kali kudengar Kau ucapkan dari mulutmu. Pertama tadi sore di depan kamar dan barusan tadi di dalam Kopel." kataku terheran-heran. Mubtadak tertawa melihat keluguanku, kebodohanku dan ekspresi keheranan mimikku. Ia mengambil dua buah buku yang agak tebal tadi dari dalam kantong plastik gersek warna hitam itu.

"Bib, ini yang warna merah namanya kamus Bahasa Inggris dan yang warna hijau ini adalah kamus Bahasa Arab. Kau harus pandai bahasa arab macam aku ini, Bib. Setelah Kau tau bicara Bahasa Arab dan Inggris, Kau akan ketagihan untuk berbicara pada semua orang dengan bahasa yang baru Kau kenal, Bib. Lihat ni ha, biar kutunjukkan arti dari kata Naklun padamu, Bib," kata Mubtadak menjelaskan.

 Kemudian ia membuka buku warna hijau yang katanya kamus Bahasa Arab tadi, tidak lama setelah itu ia pun menunjukkan kata Naklun padaku.

"Ini kawan kata Naklun yang Kau maksud dan yang Kau dengar tadi, Kau bacalah artinya!" kata Mubtadak sambil menunjuk ke kata yang awalnya dengan huruf Nun itu. Kubaca, "Naklun: Sandal." Kini aku baru tahu bahwa Mubtadak tadi sore ialah mencari sandalnya yang tidak kelihatan olehnya, mungkin saja ia salah letak. Kata pertama yang kutahu dalam bahasa arab adalah Naklun atau yang benarnya: Na'lun, pakai 'Ain.

Malam itu juga, di bawah tiang listrik yang lampunya lumayan cerah dan diiringi dengan sinar bulan purnama di langit, aku bertekad untuk mempelajari Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Aku ingin bisa bicara seperti Mubtadak. Malam itu juga, pintu hatiku diketuk oleh bahasa global yang pertama kalinya kudengar dari mulut Mubtadak, Bahasa Arab dan Inggris. Dalam hati kuberkata pada diriku sendiri, "Aku Cinta Pesantren dan juga Bahasanya.".

Tak lama kami duduk di bawah tiang listrik itu, kami bangkit, berjalan menuju kamar. Sepanjang jalan menuju Asrama yang jaraknya lima puluh meter itu, aku mengulangi kata Na'lun lebih dari lima puluh kali! Sekali lagi, "Aku Cinta Pesantren, Bahasa Arab dan Bahasa Inggrisnya!".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun