Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jumat Agung: Mengapa "Agung"?

14 April 2022   21:16 Diperbarui: 3 September 2022   06:53 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teatrikal penyaliban Yesus Kristus saat Jalan Salib dalam rangka merayakan Jumat Agung di Gereja Fransiskus Asisi, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). Foto: Kompas.com/Kristianto Purnomo

Bahkan Allah Bapa-Nya sendiri menyuruh Yesus Putera-Nya untuk pergi ke Yerusalem guna menjemput salib dan penderitaan. 

Foto: Dokpri
Foto: Dokpri

Di sini Salib bagi Yesus merupakan tanda kesetiaan dan kebebasan sejati di dalam ketaatan total kepada kehendak Allah, dan di dalam cinta kasih tanpa batas dan tak bersyarat. 

Singkatnya, salib dan penderitaan Yesus dapat dipahami sebagai ungkapan kesetiaan dan ketaatan yang sehabis-habisnya di mana Yesus berjalan dalam kehendak Bapa yang tidak pernah dilakukan secara sempurna oleh siapapun. Kehendak Allah Bapa menjadi kehendak Yesus.

Salib menurut dunia adalah suatu kepahitan, bisa jadi satu pengalaman pahit, satu malapetaka. Sadar atau tidak, dari hari ke hari manusia selalu menghidari salib penderitaan. Kritik-kritik kecil kurang dilihat sebagai salib. Bahkan antar manusia sering saling memberi salib. 

Salib bagi manusia dilihat sebagai satu kutukan, satu kengerian yang tidak dapat membawa apa-apa demi kebahagiaan dan ketenteraman dalam hidup. 

Karena itu manusia selalu berusaha untuk menghidari salib penderitaan. Namun dengan itu, manusia akan menjadi kerdil, tidak berkembang, tetap infantil dalam sikap dan dalam tanggapan terhadap peristiwa-peristiwa iman dan hidupnya.

Setiap orang Kristen harus melihat salib penderitaan "menurut Allah". Pada salib, penderitaan manusia menjadi bagian penderitaan Yesus, kematian manusia menjadi kematian Yesus. 

Melalui salib itulah mengalir salib Yesus dan kehendak-Nya untuk mencintai kehidupan, membangun dunia menjadi lebih baik, dan untuk menebus dosa-dosa manusia serta menyelamatkannya. 

Maka gambaran Allah yang diwahyukan Yesus di dalam salib-Nya bukanlah Allah yang kejam yang menghendaki Putera-Nya mati dengan cara mengerikan, tetapi Allah yang penuh belaskasih. Allah yang diwahyukan Yesus adalah Allah yang mengasihi dan menyelamatakan manusia.

Wafat Yesus melalui palang salib mengandung segala segi pokok dari kematian manusia, tentu saja kecuali dosa. Kematian-Nya menampakkan penderitaan yang mengerikan, kegelapan yang tidak terperikan dan kekerasan manusia yang paling keji yang dijatuhkan pada seseorang. Seseorang yang dijatuhkan hukuman salib, jenazahnya tidak akan diturunkan dan dikuburkan, tetapi dibiarkan tergantung dan menjadi tontonan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun