Setiap tanggal 17 Agustus , nama Burhanuddin Mohammad Diah (BM Diah) tidak dapat dilupakan oleh bangsa Indonesia.
BM Diah hadir pada malam tanggal 17 Agustus 1945 di rumah Laksamana Muda Maeda.Menurut BM Diah dalam buku yang saya tulis: "Butir butir Padi BM Diah (Jakarta:Pustaka Merdeka, 1992)," halaman 52, Maeda mengetahui betul keadaan sesungguhnya dari tentara Dai Nippon, begitu pula angkatan lautnya. Oleh karena itulah ia bersedia menyediakan rumahnya (sekarang Museum Perumusan Naskah Proklamasi) di Jalan Imam Bonjol no.1, Jakarta, untuk dipakai sebagai ruang pertemuan bagi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kedua, dimungkinkan karena kedekatan Ahmad Subardjo, paman isteri BM Diah, Herawati Diah kepada kedua tokoh proklamator itu. Hal ini terlihat ketika BM Diah melangsungkan pernikahan dengan Herawati, proklamator ini hadir karena diundang Ahmad Subardjo.
Faktor lain, BM Diah adalah wartawan, sehingga para tokoh itu perlu sekali akan informasi terbaru tentang kekalahan Jepang.
Setelah Bung Karno, Hatta dan Ahmad Subardjo berdiskusi tentang konsep naskah Proklamasi, maka dilakukan pengoreksian. Ada beberapa perkataan yang dicoret. Kata "pemindahan" diganti "penyerahan."Pada waktu ini terjadi diakusi lagi.Akhirnya kata "pemindahan" yang dipakai.
Juga kata "dioesahakan," diganti dengan "diselenggarakan."Pergantian kata kata ini menghapus kesan bahwa Proklamasi tersebut seakan akan dipaksakan.
Ada yang menarik mengenai konsep asli naskah Proklamasi tulisan tangan Bung Karno dengan pinsil hitam yang ditandatangani bersama Bung Hatta.
Setelah diketik Sayuti Melik, konsep tulisan tangan ini dibuang saja di lantai. BM Diah yang sejak awal ikut menyaksikan pengetikan di sebuah ruang kecil di bawah tangga kediaman Laksamana Maeda, lalu memungutnya, di simpan di saku.Bertahun tahun dijadikan arsip pribadi.
Memang ada pertanyaan di mana disimpannya waktu itu? Di kantornya Harian Merdeka atau di rumahnya BM Diah ?
Yang jelas, teks asli itu sudah dibingkai ketika pada tanggal 19 Mei 1992, konsep asli tulisan tangan Bung Karno ini diserahkan BM Diah kepada Presiden Soeharto di Bina Graha.Ikut menyaksikan Mensekneg Moerdiono dan Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Tjokropranolo.