[caption id="attachment_325834" align="aligncenter" width="318" caption="Akhirnya Alumni UI bersuara mengkritisi UUD 1945 yang sudah diamandemen empat kali. Suara-suara itu diperdengarkan setelah mengkaji perjalanan bangsa dan negara 15 tahun reformasi. Ternyata reformasi gagal. (Foto: Suma.UI.ac.id)"][/caption]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), akan kembali menjadi pusat perhatian, Sabtu, minggu ini karena ditempat itu akan diselenggarakan seminar, sekaligus mendeklarasikan keinginan Alumni (Iluni) UI agar UUD 1945 hasil perubahan empat kali dikaji ulang.
Memang sejak dulu Fakultas Kedokteran UI menjadi tempat diskusi atau tempat mengkritisi perjalanan bangsa yang sudah menyimpang. Dulu di masa kebangkitan Orde Soeharto, FKUI selalu menjadi tempat berkumpulnya elemen mahasiswa dan alumninya. Juga di masa kejatuhan Soeharto, tempat itu dijadikan pusat berkumpulnya para intelektual UI. Kalau kita bicara, kenapa seolah-olah Alumni UI tidak konsekuen? Jatuhnya Pemerintahan Soekarno didukung mahasiswa UI dan jatuhnya Soeharto pun didukung oleh mereka. Saya melihatnya agak berbeda. Bukan konsekuen atau tidak konsekuen, tetapi diletakkan kepada ketidakkonsekuenan yang punya cita-cita.
Dulu lahirnya Orde Soeharto akan mengoreksi total pemerintahan Soekarno. Tetapi di tengah jalan, mereka tidak konsekuen. Sekarang setelah reformasi 15 tahun berjalan, Alumni UI menganggap perjalanan bangsa ini harus diselamatkan. Hal ini bukan dikarenakan tidak konsekuen atau tidak. Tetapi lebih menitik beratkan, apakah yang dijanjikan mereka di awal sebuah perjalanan pada akhirnya berhasil atau tidak? Saya menganggap, memang kritikan seperti ini harus dilakukan oleh para inteketual UI.
Kita mungkin sepakat agar masa depan bangsa ini tidak tenggelam, sebagaimana sajak yang ditulis Taufik Ismail tahun 1971. Taufik mengatakan, "...Hari depan Indonesia adalah Pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang di atasnya. ..."Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga. Kembalikan Indonesia Padaku."
Sajak ini sudah ditulis tahun 1971. Tetapi harapan Taufik Ismail agar Pulau Jawa tidak tenggelam, yang diartikan sebagai Pusat Pemerintahan, jangan sampai terjadi. Taufik sangat tajam melihat persoalan ini. Yaitu apakah keinginan dua ratus juta jiwa penduduk Indonesia yang menganga itu sudah tercapai. Jika tidak, kembalikan Indonesia kepada ku. Saya mengartikan, kembalikan lagi Indonesia kepada rakyatnya yang sah.
Waktu 15 tahun adalah waktu cukup lama. Sudah saatnya, jika diibaratkan sebuah kapal yang berlayar perlu diperiksa, karena kapal tersebut tidak pernah sampai ke tujuannya, yaitu mencapai tujuan masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Jadi kalau ada yang berkomentar apakah kita kembali ke belakang? Tidak. Malah dengan mengkaji ulang perjalanan bangsa, kita akan lebih arif ke depan.
Kaji ulang kali ini sungguh begitu berat. Yang akan kita kaji ulang adalah UUD 1945 yang sudah di ubah sebanyak empat kali. Perubahannya tidak tanggung-tanggung, dilakukan secara radikal. Banyak hal mendasar yang ada di UUD 1945 asli tidak terakomodasi dalam perubahan. Boleh jadi falsafah dan sila-sila dari dasar negara kita Pancasila tercabut dari akarnya. Hilang sama sekali. Kalau pun kita berbicara mengenai Pancasila tidak sesuai dengan perubahan UUD 1945 itu. Pasal-pasal itu telah berubah mengikuti paham liberalisme, di mana paham ini tidak sesuai dengan budaya asli bangsa sesungguhnya. Sebagai contoh, lihatlah Pasal 33 yang sudah ditambah menjadi lima ayat, yang semula tiga ayat. Pengembosan ekonomi rakyat menjadi ekonomi pasar sangat kentara.
Pun pasal-pasal perubahan ini tidak ada penjelasannya. Jadi bisa terjadi multi tafsir. Membingungkan bahkan boleh jadi diterjemahkan menurut siapa yang berwenang. Tidak mengherankan jika di Mahkamah Konstitusi, Putusan "Final dan mengikatnya," disalahgunakan. Yang dituju oleh mereka adalah keuntungan yang diraih di balik bunyi pasal-pasal tersebut. Ini terlihat dari kasus Akil mantan Ketua MK yang sedang berjalan . Bisa saja mereka mengatakan tidak sesuai dengan Konstitusi atau sesuai dengan Konstitusi, karena memang pasal-pasal itu tidak diberi penjelasan dan sangat berbeda sekali dengan pasal-pasal di UUD 1945 asli.
Mereka menafikan keinginan para pendiri bangsa yang memiliki visi lebih jauh tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Baiklah kita akui UUD 1945 asli itu disahkan tergesa-gesa. tetapi jangan sampai perubahan UUD 1945 asli melupakan atau mengubah sekali pasal-pasal terebut ke arah paham Liberalisme.
Kita pun setuju, bahwa bangsa Indonesia sekarang berada di era globalisasi. Tetapi jangan sampai jati diri kita sebagai bangsa tergadaikan.Sangat tergantung kepada luar negeri.