Bagaimana pun sebuah pesan yang disampaikan merupakan kunci utama dari sebuah Novel Buya Hamka. Keberhasilan penulisnya. Sama halnya dengan Novel Pramudya Ananta Toer yang kalah dalam pemilihan Nobel Sastra.
Salah satu faktor kekalahannya, roh atau jiwa yang disampaikan dalam bahasa Indonesia tidak terwakili dalam terjemahan bahasa Inggrisnya. Menurut saya, roh dan jiwa itu jika diadaptasi ke film akan memiliki nilai yang sama.
Lihatlah poster film Buya Hamka ini. Sebagai ulama, poster film seperti ini tidak tepat. Meski mewakili cerita karyanya. Hamka adalah seorang ulama di Sumatera Barat.
Cukup sudah beberapa fitnah yang dialamatkan kepadanya. Lebih menyakitkan novelnya "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" ini pernah dituduh hasil plagiat dari novel "Magdalena" yang merupakan saduran penyair Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1942) dari roman yang ditulis pengarang Perancis Alphonse Karr, "Sous les Tilleuls". Tetapi sejauh ini tidak ada bukti-bukti bahwa Hamka adalah seorang Plagiator.
Pramudya Ananta Toer di zaman PKI telah lewat, namun kini ada yang menghidupkan lagi baranya....
Ketika saya melihat buku "Aku Mendakwa Hamka Plagiat -- Skandal Sastra Indonesia 1962-1964", yang terbit bulan September 2011, setebal 238 halaman, Penerbit Seripa Manent & Merakesumba, saya langsung membacanya. Saya tidak mengerti mengapa buku ini diterbitkan.
Apa maksud penulis Muhidin M. Dahlan mengungkapkannya lagi di hadapan khalayak. Saking memendam amarah, saya mengatakan tidak seorang pun mengenal siapa sebenarnya si penulis tersebut, karena identitasnya tidak ada, bahkan banyak di antaranya meraba-raba siapa Muhidin M. Dahlan. Menurut saya ini sudah merupakan kelemahan dari sebuah buku. Tidak ada tanggungjawab di dalamnya.
Tulisan saya di "facebook" itu hanyalah sebuah pancingan, atau sebuah trik, karena saya menganggap apa manfaatnya buat generasi muda mengungkit kembali hal-hal yang masih abu-abu di masa itu. Belum jelas dan masih dalam polemik. Ternyata trik saya benar, dan kemudian barulah saya menulis untuk kedua kalinya berjudul: "Inilah Inti Tulisan Saya tentang Hamka."
Buku tulisan Muhidin M. Dahlan ini hanya mengulang peristiwa bulan September 1962, yang menuduh Hamka sebagai plagiat dalam novelnya "Tenggelamnya Kapal Van der Wijk" (1938), dan sudah dicetak sebanyak 80 ribu eksemplar.
Hamka dituduh melakukan plagiat dari novel "Magdalena", yang merupakan saduran penyair Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1942), dari roman yang ditulis pengarang Perancis Alphonse Karr, "Sous les Tilleuls".
Saya menulis lagi: "Perlu kita pahami, polemik di sekitar tahun itu (1962-1964) tidak murni lagi polemik sebagaimana seorang ilmuwan. Polemik sudah mengarah ke fitnah, adu domba, sebagaimana sifat warga komunis di Indonesia yang benci dengan Islam.