Mohon tunggu...
Dasilva ari
Dasilva ari Mohon Tunggu... Pengacara - Sebab kita sering lupa, maka menulis adalah kunci

Coguyon ergo sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Degradasi Momen Idul Fitri Ditinjau dari Sudut Pandang Generasi X

26 Mei 2020   01:14 Diperbarui: 26 Mei 2020   01:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi virus corona tidak hanya merubah pola hidup secara masif. Tidak hanyamerubah pola sanitasi masyarakat, namun juga merubah pola bersosial masyarakat. Sebagai contoh, hari ini kemanapun masyarakat keluar, outfit yang wajib digunakan adalah masker.

Berdasarkan kondisi seperti ini, dapat diprediksi new normal yang digadang-gadang menjadi akhir dari pandemi virus corona, masker menjadi hal penting yang harus dibawa. Setara dengan membawa Handphone saat keluar.

Perubahan pola juga terjadi saat perayaan idul fitri. Sialnya, himbauan pemerintah mengenai pembatasan fisik/Physichal Distancing bertepatan dengan momen berkumpul masyarakat indonesia. Yaitu disaat ramadhan dan lebaran.

Banyak yang merasakan berat melalui masa pandemi ini yang include dengan himbauan Physichal Distancing nya. Diantara yang merasakan keberatan ini adalah mereka yang hidup di perantauan dan tergolong Generasi X.

Generasi yang berada pada rentang tahun kelahiran 1995-2010. Mereka yang sempat merasakan nikmatnya permen karet yosan. Mereka yang dulu sering bercanda menggunakan uang 500an bergambar orang utan. Mereka yang harusnya sekarang sudah membina rumah tangga. Mereka yang sekarang kebanyakan menghadapi quarter life crisis.

Degradasi nilai tersebut dirasakan betul oleh kami (kebetulan saya juga bagian dari kelompok generasi X). 10 tahun yang lalu, syahdu malam idul fitri terasa nikmat sekali dengan berkumpul bersama keluarga, merayakan gema takbir menyambut 1 syawal keesokan hari.

Rebutan tempat tidur bersama sepupu, mencari perhatian ke kakek dan nenek, mencoba merayu om yang "dipandang" kiranya akan memberi uang hari raya paling banyak. Keesokan harinya lepas subuh diisi dengan rebutan kamar mandi rumah kakek. Kemudian bersiap dengan pakaian muslim terbaru dan beramai - ramai menuju tempat sholat Ied.

Tapi, belakangan sekitar 3-5 tahun terakhir momen tersebut tidak lagi sama. Bayak sekali momen idul fitri yang dulu pernah kami rasakan lambat laun mulai memudar. Bisa jadi karena kerenggangan keluarga, tuntutan aktivitas setelah idul fitri yang mengakibatkan tidak dapat berkumpul dengan keluarga besar, bahkan usia yang semakin tua  juga menjadi faktor penurunan momen idul fitri yang dirasakan setahun sekali.

Ditambah lagi dengan lebaran tahun ini kami menghadapi pahitnya larangan mudik dari pemerintah. Bagi kami perantau yang tidak sempat mudik sangat berat melewati ini. Semua kami rasakan dengan ungkapan "pertama kalinya". 

Pertama kali lebaran sendiri di tanah rantau, pertama kalinya merayakan idul fitri tanpa sungkem dengan orang tua, pertama kalinya silaturahmi dengan handai taulan dengan media daring. Semua serba pertama kali.

Pandemi virus corona termasuk larangan mudik dan pembatasan sosial berhasil menambah degradasi momen perayaan idul fitri kali ini. Sudah akhir-akhir ini momen idul fitri mengalami penurunan makna secara momentum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun