Amarah Rakyat dan Batas Kemanusiaan: Bijak Menyikapi Kekecewaan
Kita tidak bisa memungkiri, banyak rakyat Indonesia yang merasa kesal, kecewa, bahkan marah terhadap perilaku sebagian wakil rakyat yang dianggap tidak pro terhadap kepentingan rakyat. Janji-janji yang tak ditepati, kebijakan yang tidak berpihak, dan gaya hidup yang jauh dari kenyataan sehari-hari rakyat kecil---semua itu menimbulkan luka sosial yang dalam.
Namun, di tengah rasa marah itu, ada pertanyaan yang patut kita renungkan bersama: apakah sebagai rakyat kita dibenarkan melampiaskan kekecewaan dengan merusak harta benda milik wakil rakyat?
Amarah yang Wajar, Cara yang Perlu Dipikirkan
Marah adalah hal manusiawi. Ia adalah reaksi wajar ketika keadilan dirasa terabaikan. Tetapi, cara kita menyalurkan marah itulah yang menentukan apakah kita akan jatuh dalam lingkaran kebencian, atau naik menjadi bangsa yang lebih dewasa.
Merusak bukan hanya menghancurkan benda. Ia juga menghancurkan martabat kita sebagai rakyat yang bermartabat.
Kalau harta benda dirusak, apakah masalah selesai? Atau justru menambah kerugian bagi rakyat sendiri karena perbaikan gedung, fasilitas, dan sarana publik tetap dibayar dari uang rakyat melalui pajak?
Jalan Bijak dalam Melawan Kekecewaan
Humaniora mengajarkan kita untuk tidak kehilangan sisi kemanusiaan di tengah badai amarah. Kecewa boleh, marah wajar, tapi merusak bukanlah solusi. Ada cara lain yang lebih bermartabat: