Mohon tunggu...
Darsu Smknesaba
Darsu Smknesaba Mohon Tunggu... Guru

Saya seorang guru produktif kejuruan Rekayasa Perangkat Lunak, saya terbiasa melakukan pekerjaan yang penuh tantangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Amarah Rakyat dan Batas Kemanusiaan: Bijak Menyikapi Kekecewaan

31 Agustus 2025   10:34 Diperbarui: 31 Agustus 2025   10:34 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amarah rakyat dan batas kemanusiaan (Sumber: Dok. pribadi)

Amarah Rakyat dan Batas Kemanusiaan: Bijak Menyikapi Kekecewaan

Kita tidak bisa memungkiri, banyak rakyat Indonesia yang merasa kesal, kecewa, bahkan marah terhadap perilaku sebagian wakil rakyat yang dianggap tidak pro terhadap kepentingan rakyat. Janji-janji yang tak ditepati, kebijakan yang tidak berpihak, dan gaya hidup yang jauh dari kenyataan sehari-hari rakyat kecil---semua itu menimbulkan luka sosial yang dalam.

Namun, di tengah rasa marah itu, ada pertanyaan yang patut kita renungkan bersama: apakah sebagai rakyat kita dibenarkan melampiaskan kekecewaan dengan merusak harta benda milik wakil rakyat?

Amarah yang Wajar, Cara yang Perlu Dipikirkan

Marah adalah hal manusiawi. Ia adalah reaksi wajar ketika keadilan dirasa terabaikan. Tetapi, cara kita menyalurkan marah itulah yang menentukan apakah kita akan jatuh dalam lingkaran kebencian, atau naik menjadi bangsa yang lebih dewasa.

Merusak bukan hanya menghancurkan benda. Ia juga menghancurkan martabat kita sebagai rakyat yang bermartabat.

Kalau harta benda dirusak, apakah masalah selesai? Atau justru menambah kerugian bagi rakyat sendiri karena perbaikan gedung, fasilitas, dan sarana publik tetap dibayar dari uang rakyat melalui pajak?

Jalan Bijak dalam Melawan Kekecewaan

Humaniora mengajarkan kita untuk tidak kehilangan sisi kemanusiaan di tengah badai amarah. Kecewa boleh, marah wajar, tapi merusak bukanlah solusi. Ada cara lain yang lebih bermartabat:

  • Menyuarakan aspirasi dengan damai dan teratur. Suara yang tertata rapi akan lebih sulit diabaikan daripada teriakan penuh amarah.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun