Tan Malaka merupakan salah satu tokoh revolusioner paling penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun perannya sangat signifikan, namanya sempat terlupakan dan dihapus dari catatan sejarah resmi selama masa Orde Baru, terutama karena hubungannya dengan ideologi komunisme yang kontroversial. Akibatnya, banyak generasi muda yang tidak mengenal sosok penting ini. Namun, warisan intelektual dan ide-idenya tetap menjadi fondasi bagi perkembangan pemikiran revolusioner dan sosial-politik di Indonesia.
Salah satu karya paling monumental Tan Malaka adalah Madilog, yang berfungsi sebagai panduan filosofis dan metodologis, memberikan dasar untuk berpikir kritis bagi rakyat Indonesia yang berjuang melawan penjajahan dan ketidakadilan. Buku ini berperan sebagai peta jalan untuk membebaskan bangsa dari belenggu kebodohan dan pemikiran mistis yang telah menghambat kesadaran rakyat selama bertahun-tahun.
Madilog adalah singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika. Tiga pilar penting yang perlu dipahami untuk membangun cara berpikir ilmiah dan revolusioner yang dapat mendorong perubahan sosial dan kemerdekaan sejati.
Materialisme
Tan Malaka mengajak rakyat Indonesia untuk memahami dunia secara materialis, dengan melihat semua fenomena sebagai hasil interaksi antara materi dan kondisi nyata, bukan berdasarkan mitos atau dogma agama. Pendekatan ini menolak segala bentuk idealisme yang tidak didasarkan pada fakta. Ia berpendapat, "Materialisme adalah cara melihat dunia yang berlandaskan pada kondisi nyata dan materi, bukan khayalan atau pengandaian dunia gaib."
Dialektika
Dialektika merupakan metode berpikir yang memandang perubahan sebagai hasil dari konflik dan kontradiksi yang dinamis. Pemahaman terhadap sejarah dan perjuangan sosial harus selalu dilihat dalam konteks dialektik, yakni sebagai proses yang melalui pertentangan yang menghasilkan perubahan revolusioner. Menurut Tan Malaka, perjuangan kelas dan kemerdekaan nasional adalah bagian dari dialektika sosial yang tidak bisa dihindari.
Logika
Logika yang ditekankan Tan Malaka adalah logika praktis yang harus mampu melawan kebodohan dan propaganda yang menyesatkan rakyat. Logika ini mengharuskan kemampuan berpikir kritis dan rasional dalam menganalisis situasi serta mengambil tindakan yang tepat. Ia menyatakan, "Logika bukan hanya sekadar aturan berpikir, tetapi alat untuk mengatasi kebodohan dan membongkar propaganda yang menipu rakyat."
Pemikiran mistis menurut Tan Malaka dalam Madilog menyoroti pentingnya berpikir rasional dan kritis untuk mencapai kemajuan sosial dan kemerdekaan sejati. Ia mendefinisikan pemikiran mistis sebagai cara berpikir yang didasarkan pada kepercayaan pada hal-hal gaib dan takhayul yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, seperti penggunaan jimat dan ritual gaib yang membuat masyarakat pasrah dan enggan mengambil tindakan rasional. Tan Malaka mengkritik "logika mistika" ini karena menyempitkan pandangan dan menjauhkan individu dari bukti empiris, sehingga menghambat kemajuan dan pembebasan nasional. Dalam Madilog, ia mendorong masyarakat untuk beralih ke cara berpikir yang rasional, materialis, dan dialektis sebagai kunci untuk mendorong perubahan sosial yang nyata. Ia menekankan bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya tidak hanya fisik, tetapi juga mencakup kemerdekaan berpikir dan kesadaran kritis, mengajak bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari dogma yang membelenggu nalar demi mencapai kemerdekaan yang fundamental.
Ditulis pada masa penjajahan Hindia Belanda, Madilog bukan sekadar karya teoritis, tetapi juga merupakan manifestasi perjuangan intelektual Tan Malaka untuk meningkatkan kesadaran kritis bangsa Indonesia. Melalui Madilog, ia mengajak rakyat untuk bangkit dari keterpurukan mental akibat penindasan kolonial dan pola pikir dogmatis yang menghambat kemajuan nasional. Sayangnya, di bawah rezim Orde Baru, pemikiran Tan Malaka dan kontribusinya sempat diabaikan akibat stigma negatif terhadap komunisme. Namun, setelah era Reformasi, studi akademis dan publik mulai menghargai kembali kontribusi Tan Malaka dan Madilog kembali dipelajari sebagai warisan pemikiran yang penting.