Mohon tunggu...
danusudahtobat
danusudahtobat Mohon Tunggu... Hanya pemuda BIASA

Syukuri lalu mati

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Tawaran Ziauddin Sardar atas Krisis Epistemologis Modern

12 Juli 2025   17:03 Diperbarui: 12 Juli 2025   17:01 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa prinsip utama yang seharusnya membentuk paradigma ilmu menurut Islam adalah: Tauhid (kesatuan Ilahi), Khalifah (peran representatif manusia), ‘Adl (keadilan), dan Akhirat (tanggung jawab eskatologis). Ilmu dalam Islam adalah proses pencarian makna, bukan sekadar pengumpulan data atau produksi teknologi. Maka dari itu, Islamisasi ilmu adalah penyusunan ulang kerangka berpikir menuju ilmu yang transformatif dan menghidupkan.

Metodologi Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Menurut Sardar, proyek Islamisasi ilmu membutuhkan kerja intelektual yang sistematis. Ia menolak pendekatan simbolik dan menyerukan rekonstruksi epistemologi. Beberapa langkah metodologis yang diusulkannya antara lain:

  • Mengkritisi asumsi dasar ilmu pengetahuan modern: seperti sekularisme, reduksionisme, dan dualisme.
  • Reformulasi konsep-konsep kunci ilmu: seperti waktu, ruang, dan kemajuan dari perspektif Islam.
  • Pengembangan metodologi Islami: yang menyatukan akal, empirisme, dan etika wahyu.
  • Kontekstualisasi ilmu untuk menjawab persoalan umat dan dunia: seperti krisis lingkungan, kemiskinan, dan ketidakadilan global.

Sardar juga menekankan pentingnya kerja lintas disiplin, keterlibatan kolektif para intelektual Muslim, serta pembentukan institusi dan kurikulum yang membumikan gagasan ini.

Bukan Sekadar Kritik, Tapi Visi Peradaban

Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dari Ziauddin Sardar bukanlah semata proyek kritik terhadap sains modern, melainkan tawaran untuk membangun visi peradaban baru. Peradaban yang didorong oleh keadilan, spiritualitas, dan keberlanjutan, bukan semata efisiensi atau ekspansi ekonomi. Sardar tidak menganjurkan eksklusivisme, melainkan menekankan dialog dan keterbukaan terhadap ilmu Barat, selama disaring dalam cahaya nilai-nilai Islam.

Meski mendapat kritik, seperti dari Pervez Hoodbhoy, yang menilai Islamisasi ilmu akan membatasi kebebasan berpikir, Sardar justru melihatnya sebagai arah baru untuk menyembuhkan ilmu dari kehampaan nilai dan bias kolonial. Ilmu tidak bisa netral; pertanyaannya bukan apakah ilmu membawa nilai, tapi nilai siapa yang dominan di balik ilmu tersebut.

Islam, Ilmu, dan Masa Depan Umat

Gagasan Ziauddin Sardar tentang Islamisasi ilmu pengetahuan hadir sebagai tawaran visioner yang sangat relevan. Ia memberikan kerangka teoretis dan langkah praktis untuk membangun kembali ilmu yang berakar pada nilai-nilai wahyu dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah. Islamisasi ilmu bukan menolak akal dan eksperimen, tetapi mengarahkan ilmu agar berjalan seiring dengan etika, keadilan, dan spiritualitas.

Dengan demikian, umat Islam tidak hanya kembali menjadi subjek dalam produksi ilmu, tetapi juga menjadi penentu arah masa depan peradaban. Ilmu yang Islami adalah ilmu yang tidak hanya canggih, tetapi juga bermakna dan memanusiakan. Sebuah ilmu yang menyatu antara logika dan cinta, observasi dan makna, dunia dan akhirat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun