Mohon tunggu...
danusudahtobat
danusudahtobat Mohon Tunggu... Hanya pemuda BIASA

Syukuri lalu mati

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Tawaran Ziauddin Sardar atas Krisis Epistemologis Modern

12 Juli 2025   17:03 Diperbarui: 12 Juli 2025   17:01 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah arus deras globalisasi ilmu pengetahuan modern yang didominasi oleh paradigma Barat, muncul suara-suara kritis dari dunia Islam yang mempertanyakan arah dan nilai-nilai di balik kemajuan sains kontemporer. Ilmu pengetahuan modern memang telah membawa banyak kemajuan teknologi dan kemudahan hidup, namun di balik itu, juga menyisakan berbagai persoalan etis, ekologis, dan eksistensial. Dalam konteks ini, muncul gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai sebuah tawaran alternatif sebuah proyek intelektual untuk mereposisi ilmu dalam kerangka nilai-nilai Ilahiah dan tanggung jawab moral manusia.

Salah satu tokoh sentral dalam wacana ini adalah Ziauddin Sardar, seorang pemikir, penulis, dan konsultan kebijakan publik asal Inggris keturunan Pakistan. Ia dikenal luas karena gagasan-gagasannya yang kritis terhadap sains modern sekaligus konstruktif dalam membayangkan masa depan Islam di dunia yang terus berubah. Pemikiran Sardar bergerak lintas bidang: dari filsafat sains, studi budaya, hingga kebijakan pembangunan. Keberaniannya dalam mengkritik sains modern dari sudut pandang Islam telah menjadikannya suara penting dalam diskusi global tentang sains, nilai, dan peradaban.

Bagi Sardar, ilmu pengetahuan modern tidaklah bebas nilai sebagaimana diklaim oleh para penganjurnya. Sebaliknya, ia menilai bahwa sains modern merupakan produk sejarah dan budaya Barat yang mengusung nilai-nilai sekularisme, materialisme, dan dominasi atas alam. Di sinilah letak persoalannya: ilmu yang lahir dalam konteks worldview tertentu kemudian dipaksakan sebagai 'universal', padahal ia mengandung muatan ideologis yang tak selalu sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam konteks inilah, Sardar menawarkan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, bukan sebagai proyek reaktif atau romantisme terhadap masa lalu keemasan Islam, melainkan sebagai sebuah upaya rekonstruksi epistemologis yang mendalam. Ia mengajak umat Islam untuk menyusun kembali paradigma ilmu berdasarkan worldview tauhid, yaitu pandangan hidup yang memandang Tuhan sebagai pusat realitas, wahyu sebagai sumber pengetahuan utama, dan manusia sebagai khalifah yang bertanggung jawab terhadap bumi dan seluruh makhluk di dalamnya.

Kritik terhadap Ilmu Pengetahuan Modern

Ziauddin Sardar menilai bahwa ilmu pengetahuan modern yang berkembang di Barat tidaklah netral ataupun universal sebagaimana diklaim. Ia menyebutnya sebagai “a colonial project with universalist pretensions” sebuah proyek kolonial yang menyamar sebagai pengetahuan universal. Bagi Sardar, klaim-klaim seperti objektivitas, rasionalitas murni, dan netralitas ideologis dalam ilmu modern adalah mitos yang menyembunyikan dominasi epistemik Barat atas dunia non-Barat, khususnya dunia Islam.

Sardar menunjukkan bahwa sains modern bertanggung jawab atas berbagai bentuk kerusakan, baik ekologis maupun sosial. Krisis iklim, ketimpangan ekonomi global, eksploitasi dunia ketiga, serta pengembangan teknologi destruktif seperti senjata nuklir semua ini menurutnya merupakan hasil dari paradigma ilmu yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai moral dan spiritual.

Bagi Sardar, kritik terhadap ilmu modern bukan berarti penolakan terhadap metode ilmiah itu sendiri, melainkan terhadap kerangka ideologis dan orientasi moral di balik praktik ilmu tersebut. Dalam pandangan Islam, ilmu seharusnya tidak berdiri sendiri, melainkan berakar pada hikmah yang menyatukan pengetahuan dengan akhlak dan tujuan penciptaan.

Pentingnya Worldview Islam dalam Ilmu

Bagi Ziauddin Sardar, solusi atas krisis ilmu pengetahuan modern tidak bisa hanya dilakukan dengan menambal kekurangan sains Barat melalui pendekatan moralistik belaka. Yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar pada kerangka epistemologis ilmu itu sendiri. Dan di sinilah worldview Islam—pandangan hidup yang berakar pada tauhid—diperlukan untuk menjadi fondasi baru dalam membangun ilmu pengetahuan yang lebih holistik, etis, dan manusiawi.

Sardar memandang bahwa dalam Islam, ilmu bukanlah entitas yang berdiri netral, melainkan selalu berada dalam hubungan dengan Tuhan (Allah), manusia, dan alam semesta. Ilmu dalam Islam bersumber dari dua wahyu: wahyu tertulis (Al-Qur’an) dan wahyu tak tertulis (alam semesta), yang keduanya saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun