Mohon tunggu...
Dani Wijaya
Dani Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pekerja Keras

Selanjutnya

Tutup

Politik

Awas, Politik Dinasti Keluarga Dedi Mulyadi di Purwakarta

3 Mei 2018   14:46 Diperbarui: 3 Mei 2018   15:00 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar olah pribadi

Indikasi politik dinasti mulai terasa di Purwakarta. Pasalnya, terdapat pasangan suami istri yang sedang bertarung menuju kursi kepala daerah. Hal tersebut yang patut disorot publik agar tidak terjadi 'abuse of power'.

Pasalnya, sang suami Dedi Mulyadi mencoba peruntungan menjadi Wakil Gubernur Jabar, sementara istrinya Anne Ratna Mustika mencoba meneruskan kursi yang sudah ditinggalkan Demul, sapaan akrab Dedi Mulyadi, sebagai Bupati Purwakarta.

Majunya Anne Ratna Mustika pada Pilbup Purwakarta 2018 seolah menancapkan indikasi bahwa keluarga Demul sedang membangun dinasti politik di Purwakarta. Selama hampir dua dekade terakhir, Purwakarta dipegang keluarga ini.

Anne Ratna Mustika sendiri maju sebagai Calon Bupati Purwakarta dengan mengantongi dukungan dari enam partai, yakni Golkar, Demokrat, PKB, Hanura, Nasdem, dan PAN.

Dinasti politik memang menjadi keniscayaan di tengah ketimpangan sumber daya di Indonesia saat ini. Keluarga dari (mantan) kepala daerah memiliki kans untuk menjadi kepala daerah berikutnya karena penguasaan sumber daya yang besar.

Dalam sistem demokrasi, majunya Anne Ratna Mustika memang tidak bisa disalahkan. Setiap warga negara memang berhak mencalonkan diri dalam Pemilu.

Namun, secara etika politik keberlangsungan pemerintahan oleh satu keluarga besar tidak layak dilakukan. Terlebih politik dinasti diindikasikan menyebabkan terjadinya korupsi, seperti yang terjadi di daerah lain. Hal itu seperti yang disampaikan oleh pengamat Politik Universitas Padjajaran, Idil Akbar.

Dengan maju sebagai calon Bupati, tak bisa disangkal bila Anne Ratna berusaha meneruskan kekuasaan suaminya di Purwakarta. Hal itu menjadi ciri kekuasaan ala keluarga.

Meskipun masih dinasti satu tahap dan tidak melanggar konstitusi namun hal tersebut sebaiknya dihindari karena membawa dampak negatif pada perkembangan demokrasi di tingkat daerah. Misalnya, menutup partisipasi dan kaderisasi kepemimpinan secara terbuka.

Sebagaimana penilaian Idil Akbar, dampak negatif dinasti politik adalah membatasi partisipasi dan kaderisasi putra daerah dan kader partai politik. Karena itu, dinasti politik harus dihindari karena merusak persaingan yang sehat dan kegagalannya mengecewakan masyarakat. Termasuk menutup demokratisasi di daerah bersangkutan.

Politik dinasti ini mengingatkan kita pada kasus Keluarga Cendana pada masa Orde Baru dan Keluarga Ratu Atut di Banten. Semua bentuk politik dinasti berujung pada kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Dan, kita tak ingin  itu terjadi kembali di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun