Mohon tunggu...
Ali Mahfud
Ali Mahfud Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, politik, sepak bola, dan penikmat es kelapa muda

Alam butuh keseimbangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Mendeskripsikan Gambar ala AS Laksana

27 November 2019   21:23 Diperbarui: 27 November 2019   21:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu seakan tak mau tahu. 

Tak ada tawar menawar layaknya sanksi maupun hukuman. 

Lihatlah! 

Tubuh itu kurus keriput dibabat usia. 

Pipi. 

Pipinya tak lagi seindah bayi: lembut, kenyal dan menggiurkan. Seakan ada kekuatan dahsyat yang menariknya ke dalam:

Kempot.

Aku tak bisa menjamin kalau giginya masih utuh. Ekspresi kedua bibirnya seoalah berkata: jangan kau persulit aku untuk mengunyah.

Mengenakan jas oranye, pria berusia sekitar 70 tahunan itu berdiri di antara lelaki gagah yang tampak jauh lebih bugar dari dirinya.

 Langkahnya sesekali terhenti oleh kerumunan kuli tinta.

Tanpa ekspresi, tanpa mempedulikan teriakan pertanyaan demi pertanyaan ia tetap melangkahkan kaki menuju lokasi baru bernama masa depan.

Wajahnya memang menyedihkan, tapi siapa sangka kabar baik, sangat baik malahan, baru saja menghampirinya. Atas pertimbangan kempotnya pipi, tanggalnya gigi, dan sedikitnya dana yang ia korupsi, presiden memberinya hadiah grasi.

Sedianya ia masih harus mendekam di dalam penjara. Dua tahun yang tersisa sebagai hukuman atas begitu besarnya cinta dia pada dunia. Tapi, taukah kau dunia politik di Negara kita? Apa saja bisa terjadi. Apa saja bisa berubah, kecuali satu: perubahan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun