Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jokowi Pastikan Indonesia Bebas dari Sanksi FIFA, PSSI ke Mana?

8 Oktober 2022   09:12 Diperbarui: 8 Oktober 2022   09:26 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memastikan Indonesia bebas dari Sanksi FIFA. | sumber: kompas.com

Hal yang paling ditakutkan oleh pecinta sepak bola Indonesia imbas dari tragedi Kanjuruhan adalah sanksi FIFA. Terbaru, Presiden Joko Widodo memastikan Indonesia terbebas dari sanksi FIFA. 

Setelah tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (01/10/2022) kemarin, Presiden Joko Widodo langsung bergerak cepat. Jokowi memerintahkan Menkopolhukam Mahfud MD untuk membentuk Tim Gabungan Independen Pacari Fakta (TGIPF).

Tim yang terdiri dari beberapa elemen itu bertugas untuk menyelesaikan kasus Kanjuruhan. Bututnya Polri telah menetapkan enam tersangka pada Kamis (06/10/2022) lalu.

Keenam tersangka tersebut adalah PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisari Polisi Bambang Sidik Achmadi.

Jokowi kemudian bergerak cepat dengan menjalin komunikasi dengan Presiden FIFA yakni Giani Infantinno pada Senin (03/10/2022) lalu.

Hasilnya, FIFA kemudian memberi surat pada Jokowi dan menyatakan bahwa Indonesia bebas dari sanksi FIFA. Guna mencegah kejdian serupa, pemerintah bersama dengan FIFA, dan AFC akan membentuk tim transformasi sepak bola.

Selama proses tersebut, FIFA dan AFC akan berkantor di Indonesia. Terdapat lima hal yang akan dilakukan oleh tim transformasi tersebut, di antaranya.

Satu, membangun standar keamanan stadion di seluruh Indonesia.

Kedua, memformulasikan standar protokol dan prosedur pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian berdasarkan standar keamanan internasional.

Ketiga, sosialisasi dan diskusi dengan klub di Indonesia, termasuk perwakilan suporter untuk mendapatkan saran dan masukan serta komitmen bersama.

Keempat, mengatur jadwal pertandingan yang memperhitungkan potensi-potensi risiko yang ada.

Kelima, dan terakhir adalah menghadirkan pendampingan dari para ahli di bidangnya.

Lima poin tersebut bagi saya menjadi pangkal masalah dari tragedi Kanjuruhan kemarin. Pada poin pertama, menurut Kapolri, dengan ditetapkanya Dirut LIB sebagai tersangka karena LIB masih memakai verifikasi stadion Kanjuruhan pada 2020 lalu.

Kantor FIFA di Zurich, Swiss. | via: kompas.com
Kantor FIFA di Zurich, Swiss. | via: kompas.com

Selain itu, memang masih banyak stadion di Indonesia yang belum standar FIFA. Salah satunya dari sisi keamanan yang bisa mencegah tragedi Kanjuruhan kemarin. 

Stadion di Indonesia juga masih banyak yang belum single sit, jadi karena belum single sit jumlah penonton selalu melebihi kapasitas.

Poin kedua menjadi sangat krusial karena tragedi Kanjuruhan terjadi karena petugas melakukan hal-hal yang bersifat represif. Dalam kasus ini, penggunaan gas air mata juga menjadi sorotan karena sejatinya dilarang.

Akan tetapi, entah mengapa masih bisa lolos. Apakah komunikasi antara panpel dengan kepolisian tidak ada? Terkait aturan olahraga PSSI sebagai bagian dari FIFA harusnya mensosialisasikan  hal tersebut.

Sehingga karena ada komunikasi yang buruk antara pihak regulator dengan pihak keamanan maka tragedi yang tidak diinginkan terjadi. Kepolisian menyebut penggunaan gas air mata sesuai prosedur jika dilihat dari sudut pandang aturan polri.

Selain itu, elemen TNI juga menjadi tanda tanya mengapa ditaruh di stadion. Bagi saya sangat tidak tepat menempatkan TNI karena TNI kejadian serupa bisa saja terjadi. Selain itu, mengamankan sepak bola bukan tugas dari TNI.

Tidak kalah penting adalah poin keempat yang mengatur tentang jadwal. Harus diakui, bagi yang mengikuti Liga Indonesia saat ini jadwal liga selalu malam yakni 20.30 untuk semua pertandingan.

Begitu juga dengan Bali United yang selalu main jam 20.30 WIB yang tentu di sana sudah pukul 21.30 dan selesai pukul 23.30. Tentu jadwal tersebut terlalu malam dan menimbulkan banyak risiko.

Salah satunya jika terjadi kericuhan maka upaya mengamankan akan kurang maksimal. Saya juga tahu jika sepak bola adalah industri, pihak penyiar juga harus sadar jika tidak ada rating seharga nyawa.

Bahkan sudah dijelaskan beberapa kali pihak brodcast selalu terlibat dalam menentukan jadwal. Tentu ini tak elok apalagi sepak bola dijadikan cara untuk melawan rating acara tv lain.

Dua poin sisanya juga penting. Yakni bagaimana FIFA memberikan sosialisasi pada klub dan suporter agar para suporter bisa lebih dewasa ketika di dalam stadion.

PSSI bisa apa

Ada yang menarik dengan yang disampaikan oleh Pak Jokowi kemarin. PSSI tidak dilibatkan dalam tim transformasi sepak bola. Padalah PSSI adalah organisasi yang menaungi sepak bola di Indonesia.

Dengan kata lain, pemerintah sendiri tahu jika kepengurusan PSSI tidak baik. Tentu akan gegabah jika pemerintah mengaudit PSSI karena mengintervensi.

Jadi, nantinya FIFA dan AFC sendiri yang akan mengaudit PSSI. Dalam beberapa statuta PSSI, ada satu pasal cuci tangan yang dipakai oleh PSSI yakni jika pertandingan sepenuhnya tanggung jawab panpel.

Itu sebabnya PSSI cuci tangan dalam kasus ini. Padahal jelas ada maladministrasi dalam tragedi Kanjuruhan yang seharusnya secara moral PSSI tanggung jawab.

Selain itu, saya berharap FIFA mengaudit semua statuta PSSI secara utuh. Termasuk aturan jual beli lisensi klub. Jujur saja saya benci dengan aturan ini karena bisa menghilangkan entitas dan sejarah klub tertentu.

Contohnya Bali United yang tak lain adalah Persisam Samarinda. Ketika saham sudah beralih, entitas klub dan logo diubah sehingga muncul istilah klub siluman. 

Tentu perubahan entitas klub sangat tidak menghargai sejarah sekaligus merampas klub kebanggan kota bersangkutan. Tentu ini menjadi kecemburuan bagi klub yang masih berjuang di Liga 2, mereka harus mati-matian naik kasta sementara klub lain tinggal ganti entitas.

Masih banyak klub yang melakukan hal itu. Bhayangkara FC adalah klub siluman yang tiba-tiba main di Liga 1 tanpa melalui Liga 2 lebih dulu.

Begitu juga dengan Rans Nusantara FC, entitas asli klub yakni Cilegon United hilang diganti menjadi Rans. Kini warga Cilegon kehilangan klub kebanggan mereka sekaligus menghilangkan sejarah Cilegon United itu sendiri.

Sejatinya seseorang boleh memiliki saham di klub yang sudah pailit. Tapi, entitas klub tersebut jangan hilang. Pikirkan sejarah dan pendukung klub tersebut. Hargai sejarah dan suporter mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun