Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ironi Pelapor Kasus Korupsi yang Berakhir Menjadi Tersangka

22 Februari 2022   18:53 Diperbarui: 23 Februari 2022   14:32 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korupsi. | Source: KOMPAS.COM

Korupsi merupakan penyakit yang sulit diberantas hingga saat ini. Padahal, korupsi bisa membuat negara hancur. Kita sudah mengalami fase ini pada tahun 1998. 

Apalagi dengan tatanan pemerintahan paling bawah yaitu tingkat desa. Jika kades alias kepala desa tidak amanah, maka desa tersebut tidak akan maju dan tetap tertinggal.

Akan tetapi, apa jadinya jika pelapor kasus korupsi justru malah ditetapkan sebagai tersangka? Tentu saja hal ini mengejutkan kita semua, apalagi korupsi merupakan tindak pidana serius. 

Tapi, itulah yang terjadi pada Nurhayati seorang Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Padahal, Nurhayati sejatinya pelapor atas dugaan tindak pidana korupsi APBDes Citemu Tahun 2018-2020 yang menyeret sang Kepala Desa Citemu yaitu Supriyadi.


Menurut Nurhayati, dirinya telah membantu pihak kepolisian selama dua tahun dalam mengungkap kasus korupsi tersebut. 

Awal mula Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka ketika kepolisian hendak memberikan berkas kasus tersebut pada kejaksaan. 

Namun, berkas tersebut ditolak karena belum lengkap alias P19 dan kejaksaan menyarankan agar penyidik mendalami posisi Nurhayati.

Pada akhirnya, Nurhayati bersama sang Kepala Desa ditetapkan sebagai tersangka bahkan berkasnya sudah P21 alias sudah siap untuk disidangkan.

Dari hasil penyidikan, Nurhayati diduga melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Tata Kelola Regulasi dan Sistem Administrasi Keuangan.

Menurut penyidik, seharusnya Nurhayati memberikan uang tersebut pada kasi terlebih dahulu. Akan tetapi, Nurhayati langsung menyerahkan dana kegiatan desa tersebut kepada Kepala Desa secara 16 kali atau selama tiga tahun.

Berdasarkan hal itulah yang membuat Nurhayati kini berposisi sebagai tersangka. Dengan kata lain, Nurhayati turut terlibat dalam kasus tersebut.

Pelapor Dilindungi

Melihat hal tersebut, sungguh ironi ketika ada warga negara yang peduli dengan korupsi justru mendapat perlakuan tidak adil. Tentu hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak mengapa bisa demikian.

Padahal sejatinya kedudukan saksi, korban, saksi pelaku dan atau pelapor kedudukannya wajib dilindungi. Bahkan, mereka tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana karena kesaksiannya selama dengan itikad baik.

Hal itu jelas termaktub dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang berbunyi:

Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.

Jika dalam perjalanannya, seorang saksi, korban, saksi korban, maupun pelapor dituntut atas kesaksian atau pelaporan maka harus ditunda terlebih dahulu sebelum pidana pokok diputus dengan kekuatan hukum tetap.

Hal itu ditegaskan dalam Pasal 10 ayat 2 UU LPSK yang berbunyi: 

Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dari uraian di atas, tentu penyidik tidak memperhatikan hal ini. Tentu saja apa yang dilakukan penyidik menciderai rasa keadilan.

Memang pada dasarnya, siapapun bisa menjadi tersangka asalkan ditemukan dua alat bukti yang sah. Namun, dalam kasus ini penyidik tidak bisa menetapkan Nurhayati sebagai tersangka begitu saja.

Untuk itu, terlebih dahulu kasus pokok yaitu korupsi dana desa tersebut harus diputus guna mencari alat bukti yang sah.

Selain itu, seharusnya penyidik melihat posisi Nurhayati sebagai Bendahara Desa. Jika apa yang ia lakukan sesuai dengan tugasnya sebagai bendahara, maka tidak bisa dituntut. Hal itu diatur dalam Pasal 51 KUHP.

Jadi, seharusnya penyidik lebih teliti lagi dalam menetapkan status tersangka pada Nurhayati. Apalagi jika Nurhayati disebut turut serta, maka hal ini menjadi tidak masuk akal.

Terlebih lagi, seperti yang ia akui dalam videonya, Nurhayati tidak menikmati sepeserpun uang haram tersebut. Dengan kata lain, ia hanya menjalankan tugas saja.

Lebih dari itu, apa yang dilakukan oleh Nurhayati seharusnya diapresiasi. Hal itu karena keberaniannya dalam mengungkap kasus korupsi. Tapi, bukan apresiasi atau hadiah yang didapat malah status tersangka yang diterima.

Tentu saja hal ini menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Citra hukum di Indonesia sudah rusak tak kala hukum berpihak pada penguasa termasuk koruptor.

Tetapi, ketika ada seorang warga negara yang peduli justru medapat perlakuan yang tidak adil. Hal itu bisa saja memicu orang lain untuk diam dan tidak melapor tak kala kasus korupsi terjadi.

Bisa saja mereka yang mengetahui kasus korupsi enggan melapor karena takut menjadi tersangka. Hal ini terjadi karena peristiwa yang menimpa pada Nurhayati.

Jika sudah demikian, maka KPK selaku lembaga antirasuah akan kesulitan dalam menangani kasus korupsi. Hal ini karena peran masyarakat sangat dibutuhkan.

Jika masyarakat takut melapor, apa yang akan terjadi? Tentu ini menjadi angin segar bagi para koruptor. Untuk itu, penetapan Nurhayati sebagai tersangka adalah preseden buruk dalam dunia hukum di Indonesia.

Praperadilan

Tentu saja penetapan tersangka untuk Nurhayati tidak diinginkan. Untuk itu, upaya hukum yang bisa dilakukan Nurhayati adalah mengajukan praperadilan. 

Apalagi dalam penetapan status tersangka tidak sejalan dengan undang-undang. Untuk itu, praperadilan menjadi cara bagi Nurhayati untuk mencari keadilan.

Semoga saja Nurhayati mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya. Di luar itu, kasus ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi penegak hukum, jangan sampai kasus ini menjadi preseden yang buruk.

Tentu saja jika ini terus berlanjut maka akan menghambat pemberantasan kasus korupsi itu sendiri. Tentu saja hal ini jauh dari cita-cita reformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun