Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tidak Perlu Menjadi Aktivis untuk Peduli Lingkungan

21 September 2021   09:54 Diperbarui: 22 September 2021   16:21 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peduli lingkungan harus dimulai dari hal-hal kecil | Sumber: DragonImages via hai.gird.id

Isu lingkungan kerap kali terpojokan oleh isu lain, seperti politik bahkan urusan dapur selebriti. 

Tengoklah beberapa acara di TV, jarang sekali ada yang membahas isu lingkungan. Padahal isu ini begitu penting. Mengapa penting? 

Karena kita tinggal di bumi, jika bukan kita, siapa lagi? Mungkin beberapa di antara kita tidak sadar bahwa bumi yang kita huni sudah tua dan rusak. 

Selain itu, para aktivis lingkungan kalah eksis daripada aktivis lain. Suara mereka jarang terdengar, entah megapa. Untuk itu lingkungan seharusnya menjadi urusan kita bersama. 

Untuk peduli lingkungan, kita tidak perlu menjadi aktivis, turun ke jalan demo dan sebagainya. Untuk peduli lingkungan, cukuplah dimulai dari kesadaran dari setiap individu. 

Kesadaran itu harus segera mungkin dibangun karena dunia yang kita huni sudah berubah. Mungkin beberapa kondisi di bawah ini bisa menyadarkan kita semua bahwa sudah saatnya kita peduli dengan bumi kita. 

Suhu bumi terus meningkat 

Bandung yang dulu bukanlah Bandung yang sekarang. Meskipun untuk sebagian orang Bandung dingin, tetapi itu tidak sedingin dulu. Artinya ada yang salah, ternyata suhu bumi tiap tahun terus meningkat. 

Dilaninsir dari BBC Indonesia, kenaikan suhu ekstrem 50 derajat celcius di seluruh dunia meningkat dua kali lipat. Jumlah rata-rata hari dengan suhu 50 derajat celcius mengalami peningkatan selama empat dekade terakhir. 

Menurut para ahli, kenaikan suhu bumi ini disebabkan oleh pembakaran fosil. Selain itu, emisi karbon dan pencemaran udara juga turut andil dalam perubahan suhu yang terjadi. 

Bukan tidak mungkin, jika hal itu terus dilakukan suhu bumi akan terus meningkat secara intens. Wilayah yang paling terdampak adalah timur tengah. Italia juga pernah mencatat suhu ekstrem yaitu 48,8 derajat celsius. 

Tentu saja di Indonesia dampak tersebut belum terasa. Bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi jika tidak ada tindakan lebih serius dari kita dan pemerintah. 

Suhu bumi yang panas tentu tidak baik bagi kesehatan dan bisa menimbulkan masalah besar. Masih menurut BBC, manusia akan bisa beradaptasi dengan suhu 50 derajat celcius pada tahun 2100.

Saya tidak bisa membayangkannya, pergi ke daerah Jakarta atau ke daerah pantai saja bagi saya sudah menyusahkan, apalagi jika suhu harian bumi mencapai 50 derajat celcius.

Kenaikan permukaan laut

Suhu bumi yang terus meningkat tentu saja membuat efek domino. Salah satunya adalah kenaikkan permukaan laut. Panas suhu bumi membuat es yang berada di kutub mencair.

Lelehan es itu membuat permukaan laut terus meningkat. Selain itu, es yang mencair juga akan memberikan dampak yang buruk. Es yang mencair tentu membuat kadar garam di laut berkurang. 

Tentunya organisme penghuni laut bisa terancam. Salah satunya adalah ganggang, ganggang merupakan penyumbang hasil fotosintesis berupa oksigen yang kita hirup secara gratis. 

Apa jadinya jika ganggang mati? Bisa dibayangkan bukan apa yang akan terjadi. Selain itu, jika ganggang mati, maka karbondioksida akan banyak karena sudah tidak ada yang menyerapnya lagi. 

Tentu saja hal itu akan membuat suhu bumi semakin panas. Selain itu, naiknya permukaan laut kota-kota besar di dunia terancam tenggelam termasuk Jakarta.

Menurut NASA, setiap tahun permukaan laut setidaknya bertambah 3,3 mm. Masalah kenaikan permukaan laut terjadi di seluruh dunia tanpa terkecuali.

Para ahli berpendapat jika seluruh es di kutub mencair, maka permukaan laut akan naik sekitar 70 meter. Bisa dibayangkan bukan, ketinggian itu berapa kali dari ketinggian tsunami. 

Berapa banyak daratan yang hilang akibat naiknya permukaan laut. Di manakah kita akan tinggal nanti? Jadi masihkah kita akan abai dengan semua ini? 

Hutan yang terus berkurang

Satu lagi yang paling penting, yaitu kebakaran hutan. Kebakaran hutan sudah seperti hal lumrah apalagi di musim kemaru. Tentu kita ingat bagaimana hutan amazon terbakar begitu hebat. 

Begitu juga di Indonesia, musim kemarau seperi harinya membuka lahan. Biasanya akan menyalahkan cuaca jika terjadi kebakaran hutan. Mungkin saja dibakar bukan terbakar. 

Seperti yang diketahui, hutan disebut sebagai paru-paru dunia. Fungsi paru-paru sendiri untuk bernafas. Jadi jika paru-paru itu rusak, bagaimana jadinya? 

Hutan merupakan elemen penting dalam kehidupan kita. Selain mencegah terjadinya bencana seperti banjir dan longsor, fungsi lain dari hutan adalah menyumbang oksigen bagi kita. 

Tentu kita sudah maphum dengan proses fotosintesis yang diajarkan di kelas waktu dulu. Karbondioksida yang kita produksi diserap oleh tumbuhan dengan bantuan sinar matahari. 

Hasil fotosintesis itu berupa makanan yang kita konsumsi saat ini dan oksigen yang kita hirup. Jika hutan habis, di mana kita akan mendapatkan makanan dan oksigen. 

Melihat tiga hal di atas, untuk peduli lingkungan kita tidak perlu menjadi aktivis. Karena semua kerusakan bumi ditimbulkan oleh diri kita sendiri. 

Sisi destruktif manusia lah yang membuat bumi yang kita huni menjadi rusak. Untuk itu, marilah mulai dengan hal-hal kecil yang bisa membuat bumi kita lebih baik. 

Jika hal kecil itu dilakukan bersama, tentu saja bisa memberikan dampak yang signifikan. Misalnya mengutamakan kendaraan umum daripada pribadi. 

Mungkin saja pencemaran udara bisa kita kurangi. Contoh yang nyata saat PSBB lalu, udara di Jakarta baik. Jarang sekali. Hal itu terjadi karena kita mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. 

Hal yang sama juga bisa terjadi saat ini jika kita patuh untuk naik kendaraan umum. Padahal pemerintah bekerja keras terkait kualitas angkutan umum agar warga mau memakainya. 

Tentu saja kita tidak ingin kejadian buruk di atas tiba. Tidak ada yang tahu kapan itu terjadi, yang jelas perilaku kita lah yang akan menenentukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun