Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dilema Vaksinasi dalam Menghadapi Masa Transisi

6 Januari 2021   06:15 Diperbarui: 6 Januari 2021   11:32 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi covid-19 telah membawa perubahan kebiasaan yang fundamental dalam kehidupan masyarakat. Selama masa pandemi, kebiasaan-kebiasaan di luar normal dilakukan dalam berbagai sektor, mulai dari belajar, rapat, ibadah, hingga konser yang biasanya dilakukan dengan konsep konvensional yaitu dengan tatap muka beralih pada konsep virtual dengan sistem daring.

Selama tahun 2020 kita bertarung dengan kebiasaan baru tersebut, yang tentunya mengalami beberapa kendala terutama dalam koneksi internet. Kini, pada tahun 2021 diyakini sebagai masa transisi, yang mana kebiasaan sebelum pandemi covid1-19 bisa dilakukan kembali, yaitu dengan jalan vaksinasi. 

Dengan adanya vaksinasi, diharapkan beberapa sektor yang terpukul akibat pandemi bisa bangkit kembali, misalnya sektor pendidikan, wisata, dan ekonomi yang membawa kerugian bagi pelaku pendidikan, pelaku usaha, dan khususnya untuk pendapatan daerah maupun pendapat nasional itu sendiri.

Pemerintah hingga kini telah mempersiapkan vaksinasi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan regulasi mengenai vaksinasi, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).

Berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2020 tersebut, pemerintah mempunyai kewenangan untuk menerapkan jenis vaksin yang akan digunakan. Maka dengan beberapa pertimbangan seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rujukan vaksin dari WHO, serta pertimbangan dari Komite Penasihat Ahli Imunisai Nasional, maka pemerintah menjatuhkan jenis vaksin Sinovac yang berasal dari Tiongkok. Vaksin sinovac itulah yang akan digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan program vaksinasi.

Rencananya upaya vaksinasi akan dilakukan beberapa tahap, tahap pertama akan dilakukan dalam rentang bulan Januari hingga bulan April mendatang. Merujuk pada Pasal 8 ayat (4) Permenkes Nomor 84 Tahun 2020, maka sasaran atau prioritas penerima vaksin adalah sebagai berikut:

a. Tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya

b.  Tokoh masyarakat/agama, pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, perangkat rt/rw

c. Guru/tenaga pendidik dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA atau setingkat, sederajat dan perguruan tinggi

d. Aparatur kementerian/lembaga, aparatur organisasi perangkat pemerintah daerah, dan anggota legislatif

e. Masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi

f. Masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya

Namun, upaya vaksinasi yang akan dilakukan oleh pemerintah mendapatkan pro kontra dari berbagai pihak, banyak pihak yang sangsi terhadap keampuhan vaksin tersebut hingga takut dengan efek samping yang akan ditimbulkan oleh vaksin tersebut sehingga masyarakat menjadi dilema, di sisi lain masyarakat ingin terbebas dari covid-19 dan di sisi lainnya sangsi terhadap vaksin itu sendiri.

Upaya Meyakinkan Masyarakat

Pemerintah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa vaksin tersebut aman, maka untuk menambah keyakinan terhadap masyarakat para pemimpin dunia termasuk Presiden Joko Widodo akan menjadi orang pertama yang menerima vaksin, hal itu disampaikan mealui tweet pribadinya pada tanggal 16 Desember 2020. Hal demikian dilakukan agar masyarakat percaya dan yakin mengenai keampuhan vaksin tersebut, dan masyarakat tidak akan menanggung akibat dari vaksin tersebut.

Upaya pemerintah lainnya adalah dengan melakukan uji klinis dengan melibatkan relawan yang akan divaksin, dilansir dari kontan.id, terkait uji klinis vaksin sinovac saat ini tengah berlangsung dilakukan oleh Universitas Padjadjaran dan PT Bio Farma.Uji klinis ini dilakukan guna melihat efektivitas dari vaksin yang akan diedarkan nantinya. Uji klinis merupakan syarat agar suatu obat atau vaksin bisa disebarluaskan. 

Uji klinis tersebut kemudian akan ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kemudian BPOM akan menilai apakah vaksin tersebut layak atau tidak untuk diedarkan. 

Uji klinis diharapkan bisa menambah kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. Selain uji klinis, upaya yang perlu dilakukan lainnya adalah adanya sertifkasi halal oleh MUI. Ini sangat penting, mengingat setiap makanan, obat, minuman harus mendapatkan sertifikasi tersebut, sehingga menambah kepercayaan masyarakat.

Selain sertifikasi, ada hal yang perlu dilakukan lainnya, yaitu pengeluaran fatwa oleh MUI terkait vaksinasi itu sendiri. Masyarakat Indonesia pada umumnya manut pada ulama, dan posisi ulama mempunyai peran tersendiri di dalam masyarakat. Hal ini perlu dilakukan, mengingat masih ada segelintir masyarakat yang tabu terkait ini, misalnya ada masyarakat yang mempunyai pandangan bahwa imunisasi hukumnya haram.

Untuk menghindari hal itu, maka fatwa perlu dikeluarkan sebagai landasan hukum vaksinasi dalam bidang keagamaan. Peran pemuka agama penting di sini sebagai penyambung lidah dari MUI sendiri, karena sekali lagi, pemuka agama, tokoh masyarakat mempunyai kedudukan tersendiri dalam masyarakat, pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam vaksinasi bisa jadi cara untuk menambah keyakinan masyarakat yang masih sangsi akan vaksin itu sendiri

Perlindungan Hukum Penerima Vaksin

Sebagai negara hukum, segala sesuatu harus berdasarkan hukum sebagai landasannya, suatu kebijakan akan dianggap sah atau legal apabila berdasarkan hukum. Regulasi terkait vaksinasi sendiri sudah ada, namun dari kedua regulasi tersebut tidak mengatur secara detail mengenai penerima vaksin.

Perlindungan hukum bagi penerima vaksin sangat penting, hukum menjadi jaminan bagi keselamatan penerima vaksin. Masyarakat pada umumnya enggan menerima vaksin karena takut akan efek sampingnya, untuk mengantisipasi itu alangkah baiknya pemerintah melindungi para penerima vaksin tersebut dengan regulasi yang jelas.

Dilansir dari CNN Indonesia (Selasa, 05/01/2021 19:52) seorang asisten bedah anak di Porto, Portugal dilaporkan meninggal dunia dua hari setelah mendapatkan suntikan vaksin corona buatan Pfizer. Artinya setiap vaksin memiliki efek samping tertentu, tidak menutup kemungkinan dengan vaksin sinovac. 

Untuk itu, pemerintah sejatinya memberikan perlindungan hukum yang jelas pada penerima vaksin,  jika uji klinis menunjukkan hasil yang positif dan tidak menimbulkan efek samping yang berat, maka harus diikuti oleh regulasi yang kuat terhadap penerima vaksin guna memberikan rasa aman karena telah ada payung hukum yang jelas.

Namun yang harus jelas di sini adalah penanggungjawab dari vaksinasi ini, apakah kemenkes, pemerintah, atau Bio Farma? Badan manakah yang mempunyai tanggungjawab penuh terhadap vaksinasi ini, jangan sampai jika ada kejadian tersebut, hanya akan saling melemparkan tanggungjawab, sehingga yang didapat adalah ketidakpastian dan ketidakadilan.

Jika undang-undang memerlukan waktu yang lama, Presiden mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan Perppu atau Perpres terkait penerima vaksin, karena Perppu maupun Perpres merupakan kewenangan Presiden tanpa melibatkan DPR.

Di dalam Perppu tersebut haruslah diatur mengenai ganti kerugian dan lembaga yang bertanggungjawab penuh jika vaksinasi ini menimbulkan efek samping yang fatal. 

Perlindungan warga negara merupakan hal yang utama bagi pemerintah, hal ini jelas tercantum dalam konstitusi kita dalam alinea ke empat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia.

Perlindungan hukum tersebut bisa didapat dengan regulasi yang jelas, jadi kesiapan dari masalah uji klinis, izin BPOM dan sertifikasi halal MUI harus diikuti pula oleh perlindungan hukum terhadap penerima vaksin, artinya pemerintah harus benar-benar siap dari segala aspek, baik itu dari sisi kesehatan maupun regulasi. Jangan sampai tujuan mulia tersebut melenceng dan justru merugikan warga negara, karena keselamatan warga negara merupakan hukum tertinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun