Mohon tunggu...
Dani Kurniawan
Dani Kurniawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Corporate banker with passion in personal finance

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Negara Asap

9 September 2014   07:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu nonton acara tentang candu rokok di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia.

Sedih rasanya.

Kenapa sedih? Dalam acara tersebut diceritakan bahwasannya Indonesia adalah negara yang paling ramah terhadap industri rokok. Begitu banyak kemudahan untuk pengusaha rokok di negeri ini. Salah satunya adalah harga jual rokok yang paling murah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.

Salah satu penyebab kenapa negara ini begitu ramah pada industri rokok adalah uang pemasukan negara yang dihasilkan dari cukai rokok. Tidak tanggung-tanggung, nilai sumbangan cukai rokok bernilai hampir seratus trilyun rupiah pada tahun 2013 yang lalu dan tentu saja ditargetkan untuk meningkat tahun ini. Nilai yang sungguh luar biasa untuk dipergunakan membangun negeri.

Wajar kemudian apabila pemerintah merasa berhutang dan tergantung dengan industri ini. Benarkah demikian? Kalaulah memang beban cukai rokok tersebut didapatkan dari para pengusaha rokok, apa benar kalau pengusaha rokok tersebut akan menanggung seluruhnya beban pajak yang harus mereka jual? Kalau saya melihatnya hanya dari segi logika konsumen, misalkan saja saya beli makanan di sebuah restoran, di sana dibebankan pajak restoran 10% yang kemudian ditagihkan ke saya sebagai konsumen. Pengusaha restoran tidak menanggung pajak yang harus mereka bayar. Untuk rokok beban cukai tersebut bisa jadi juga diteruskan kepada para konsumen. CMIIW.

Lalu siapakah para konsumen produsen rokok ini?

Dari pengalaman saya pribadi, memang banyak di antara teman-teman saya yang merokok. Beberapa dari mereka yang menurut saya tergolong di tingkatan menengah terlihat sekali-sekali merokok. Tidak setiap hari saya bertemu mereka merokok. Lalu siapa yang setiap hari saya temui sedang merokok? Orang-orang yang ketika saya berangkat kerja duduk-duduk di pinggir jalan sedang menunggu lokasi proyek bangunan tempat mereka bekerja dibuka, para tukang ojek yang sedang menunggu pelanggan, security yang sedang tidak bertugas dan beberapa profesi lain yang saya tahu tidak menghasilkan uang sebanyak yang teman-teman saya tadi hasilkan.

Miris sekali.

Saya bahkan memiliki saudara yang bekerja sebagai buruh pabrik yang penghasilannya hanya Rp. 2 juta sebulan tapi yang bersangkutan dapat menghabiskan dua bungkus rokok sehari. Bisa bayangkan kalau dia menghabiskan hampir separuh gajinya hanya untuk dibakar. Mereka inilah yang menyumbang hampri 100 trilyun rupiah untuk negara kita dan yang lebih menyedihkannya lagi, beberapa orang-orang terkaya Indonesia menghasilkan uang mereka dari keringat rakyat Indonesia yang penghasilannya bahkan tidak cukup hanya untuk sekedar menyambung kebutuhan hidupnya dari satu gajian ke gajian yang lain.

Lalu apa yang bisa dilakukan?

Entahlah. Untuk bisa membuat seseorang berhenti merokok mungkin memang harus datang dari dirinya sendiri. Apabila tidak ada kesadaran akan susah untuk dapat menghentikan kecanduan yang destruktif ini. Mungkin apabila harga rokok dinaikkan tiga atau empat kali dari harga saat ini baru dapat menghentikan "kebutuhan" merokok karena mulut yang asam dan semoga negara ini tidak sampai harus menghadapi jutaan rakyatnya yang tidak mampu membeli sekedar pengobatan standar yang harus menderita di rumah sakit-rumah sakit pemerintah karena penyakit yang diakibatkan rokok yang membutuhkan dana perawatan jauh lebih besar dari 100 trilyun rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun