Namun, memasuki era modern, kapuk randu kehilangan pamornya. Kehadiran serat sintetis yang lebih murah dan busa untuk kasur serta bantal menggeser posisinya secara drastis.
Akibatnya, pohon-pohon kapuk banyak dibiarkan menua tanpa peremajaan, bahkan ditebang untuk diganti dengan tanaman yang dianggap lebih menguntungkan.
Luas perkebunan kapuk terus menyusut. Data tahun 2013 mencatat hanya 157 ribu hektare yang tersisa, dengan produksi sekitar 61 ribu ton serat---jauh dari kejayaannya. Pabrik pengolahan banyak yang gulung tikar.
Kini, kapuk hanya tinggal cerita. Padahal, selain bernilai ekonomi, kapuk memiliki fungsi ekologis penting:
Akar pohon yang kokoh mampu mencegah erosi di lahan kering.
Rindangnya pohon membantu konservasi air tanah.
Kemampuannya tumbuh di lahan tandus menjadikan kapuk sebagai tanaman konservasi yang minim perawatan.
Saya pribadi masih ingat, di masa kecil keluarga kami masih menggunakan kasur kapuk yang nyaman. Kini, hampir tak ada lagi generasi muda yang mengenalnya.
Menghidupkan Kembali Kejayaan Kapuk
Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan kapuk randu benar-benar punah, atau kita berani menghidupkan kembali kejayaannya?