Kelapa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari wajah pertanian Indonesia. Komoditas ini bukan hanya tumbuh subur di lahan-lahan tropis negeri ini, tapi juga tumbuh dalam sejarah dan kehidupan sosial masyarakat. Ia hadir sebagai sumber pangan, bahan baku industri, serta tumpuan hidup bagi jutaan petani. Sayangnya, di balik potensi besarnya, kelapa justru menghadapi tantangan serius: lemahnya sistem perbenihan nasional.
Selama ini, sebagian besar 8kelapa rakyat ditanam dari benih seadanya, bukan dari sumber benih unggul yang tersertifikasi. Akibatnya, produktivitas tanaman menjadi rendah, kualitas hasil panen menurun, dan ketahanan terhadap gangguan lingkungan pun lemah. Inilah yang menjadikan penguatan sistem perbenihan kelapa sebagai agenda strategis yang tak bisa ditunda.
Kebutuhan Benih Tinggi, Produksi Masih Rendah
Berdasarkan proyeksi nasional, Indonesia membutuhkan sekitar 10 juta butir benih kelapa setiap tahun. Sumber benih ideal terbagi antara varietas unggul nasional dan varietas unggul lokal, masing-masing diperkirakan mampu menyumbang 6 juta butir yang berasal dari  Varitas Unggul Nasional 3 juta butir dan Varietas Unggul Lokal 3 juta butir  (termasuk Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan Pohon Induk Terpilih (PIT).  Namun, realitas di lapangan berkata lain.
Ketersediaan aktual benih bersertifikat yang dimiliki oleh Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) melalui BRMP Perkebunan dan BRMP Tanaman Palma baru sekitar 320.000 butir. Rinciannya terdiri atas kelapa dalam sebanyak 200.000--300.000 butir, kelapa genjah sekitar 60.000--80.000 butir, dan kelapa hibrida hanya 60.000 butir. Artinya, ada gap ketersediaan sekitar 60.000--80.000 butir, dan kelapa hibrida hanya 60.000 butir. Artinya, ada gap ketersediaan sekitar 3,68 juta butir. Celah ini kerap diisi oleh benih tak jelas asal-usulnya, yang pada akhirnya memperpanjang rantai permasalahan produksi kelapa nasional.
Bukan Sekadar Benih, tapi Sistem yang Perlu Dibenahi
Permasalahan benih kelapa sejatinya bukan sekadar soal jumlah. Ini adalah masalah sistemik yang kompleks. Ketersediaan sumber benih unggul masih terbatas secara lokasi dan legalitas, kebun induk dan kebun benih belum terkelola optimal, kapasitas penangkar rendah, dan distribusi benih kerap tidak sesuai kebutuhan wilayah. Sertifikasi mutu pun masih terbatas, ditambah belum adanya integrasi sistem pelaporan dan informasi secara nasional.
Situasi ini menuntut perombakan menyeluruh. Bukan hanya menyuplai benih, tapi membangun sistem perbenihan dari hulu ke hilir---dari kebun sumber benih hingga regulasi dan data nasional.
Langkah-Langkah Strategis Menuju Perubahan
Melalui BRMP, khususnya Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian Perkebunan (BRMP Perkebunan) bersama Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Palma (BRMP Tanaman Palma), Kementerian Pertanian menyusun rancang bangun sistem perbenihan kelapa nasional secara terintegrasi. Strategi ini bertumpu pada lima arah kebijakan:
Pertama, dilakukan identifikasi dan validasi sumber benih melalui pemetaan lokasi serta penilaian legalitas dan potensi produksi, dengan tujuan memperluas dan memperkuat sumber benih unggul nasional.
Kedua, proyeksi kebutuhan dan rencana produksi benih disusun dengan melihat kebutuhan wilayah, target perluasan areal, dan kemampuan produksi aktual. Ini menjadi dasar pengurangan kesenjangan suplai benih.