Malam Jumat, 11 Juli 2025 terasa berbeda. Di sebuah tempat yang sederhana bukan masjid besar, bukan ruang pertemuan mewah, tapi di sebuah warung salah satu temen kami " Kang Beni" saya duduk melingkar bersama teman-teman lama, teman-teman yang dulu pernah duduk sebangku saat SD, SMP dan juga SMA. Waktu memang telah mengubah banyak hal: warna rambut kami, langkah kami yang tak lagi secepat dulu, dan cerita hidup yang makin kompleks. Tapi malam itu, kami dipertemukan oleh satu hal yang sama: keinginan untuk kembali memaknai hidup lewat tadabur Qur'an.
Kegiatan ini sudah kami rutinkan. Sederhana, santai, tapi penuh makna. Kami menyebutnya tadaburan, bukan sekadar kajian. Obrolan kami ringan, tapi tidak remeh. Karena malam itu, yang dibahas adalah Surah Al-'Ashr dan Surah Al-Hasyr ayat 18.
Tentang Waktu dan Umur yang Tersisa
Surah Al-'Ashr adalah salah satu surah pendek, hanya tiga ayat, tapi maknanya dalam luar biasa:
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran."
(QS. Al-'Ashr: 1--3)
Kami membahas bahwa waktu bukan hanya detik yang lewat, tapi momentum yang harus dipetik. Di usia kami yang sudah melewati angka 50 bahkan kami hampir seumuran yah kurang lebih 55 - 56 tahun, kami mulai sadar bahwa umur ini terbagi ke dalam fase-fase: masa kanak-kanak, dewasa, lalu kini masuk ke fase "perenungan dan pertanggungjawaban".
Sepertiga umur terakhir ini, kata teman kami Kang Budi  yang kami anggap paling mumpuni secara keilmuan harus menjadi fase terbaik, karena kita tahu waktu yang tersisa tak akan sepanjang yang sudah lewat.
Menjadi Takwa di Sisa Waktu
Kang Budi lalu membawa kami merenungi Surah Al-Hasyr ayat 18:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."