Mohon tunggu...
Dani Medionovianto
Dani Medionovianto Mohon Tunggu... Penyuluh Pertanian

Temennya Petani

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyusuri Jejak Hijau di Kaki Gunung Salak, Sebuah Pagi Bersama Petani Tanaman Hias Sukamantri

3 Mei 2025   16:00 Diperbarui: 6 Mei 2025   16:42 2737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyusuri jalan Sukamantri menuju Hutan Pinus Wisata Pasiran Tengah Kabupaten Bogor. (Foto: Dok. Pribadi)

Di perjalanan setapak itu kami melewati semak semak, dan banyak pohon honje, sepertinya memang ada warga sekitar yang sengaja menanam pohon tersebut. 

Honje atau dengan nama lain kecombrang, dimana honje ini merupakan antioksidan, dan senyawa anti-inflamasi, dan honje atau Kecombrang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, membantu pencernaan, dan melindungi dari penyakit kronis, juga dapat diolah menjadi berbagai hidangan lezat, seperti sambal, tumisan, dan sayur. 

Istri saya sempet pingin mengambil honje tersebut tapi saya bilang jangan mah .... nanti yang punya marah  beli aja di pasar ha ha ha sambil bercanda agar kami tidak terasa capek. 

Tanaman Honje / Kecombrang yang terlihat sepanjang jalan. (Doto: Dok. Pribadi)
Tanaman Honje / Kecombrang yang terlihat sepanjang jalan. (Doto: Dok. Pribadi)
Akhirnya kami bertemu dengan lintasan jalan Sukamantri, dan seperti sebelumnya, deretan tanaman hias kembali menyita perhatian. Di antara sekian banyak tempat, saya tertarik pada satu tempat yang cukup menonjol: "Rizki Flora, Gaishan Plants". 

Karena rasa penasaran dan naluri penyuluh pertanian yang sulit ditahan, saya pun singgah dan menyapa pemiliknya. Namanya Pak Pupud, seorang petani tanaman hias yang juga aktif dalam Paguyuban Petani Tanaman Hias Sukamantri (PPHTS).

Di tempat Rizki Flora, Gaishan Plants. (Foto: Dok. Pribadi)
Di tempat Rizki Flora, Gaishan Plants. (Foto: Dok. Pribadi)
Obrolan kami mengalir ringan namun penuh makna. Dari Pak Pupud, saya belajar banyak tentang dinamika usaha tanaman hias. Ia bercerita bahwa masal pandemi COVID-19 adalah masa keemasan bagi para petani tanaman hias. 

Permintaan melonjak tajam, harga tanaman melambung tinggi. Bayangkan saja, satu tanaman kecil dengan dua lembar daun bisa dihargai jutaan rupiah! Pembeli tak hanya datang dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.

Ngobrol dan diskusi dengan Pak Pupud. (Foto: Dok. Pribadi)
Ngobrol dan diskusi dengan Pak Pupud. (Foto: Dok. Pribadi)
Namun masa itu telah lewat. Kini harga tanaman hias turun drastis. Banyak petani yang berhenti. Tapi tidak dengan Pak Pupud. 

Saat saya tanya kenapa masih bertahan, jawabannya sederhana namun dalam, "Dari satu tanaman, saya bisa buat jadi seribu. Yang penting terus ada, tetap tumbuh." 

Ia mengandalkan jenis tanaman yang relatif stabil, seperti pakis dan calathea, dan tetap merawat yang dulu populer seperti monstera meski harganya jatuh.

Lebih dari itu, saya terkesan dengan nilai-nilai sosial yang dijaga oleh Pak Pupud. Usaha tanaman hiasnya bukan hanya soal untung-rugi semata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun